"Yes, i love you."
•••
Dua hari berlalu setelah kejadian dimana Yuta membentakmu. Kamu belum melihat pemuda Nakamoto itu belakangan ini. Apa dia baik-baik saja? Kenapa tidak memberimu kabar sama sekali?
Ini bukan kali pertama bagi Yuta memeperlakukanmu demikian. Dia sering kali marah saat kamu dekat dengan seorang lelaki, bukan marah yang wajar. Yuta bahkan nyaris menampar pipimu saat dia melihatmu membantu seorang teman kampusmu, Mark. Hanya masalah sepele, kamu membantu Mark membawa beberapa kardus yang berisi entah apa ke parkiran. Yuta melihatnya, dan pipimu nyaris berubah warna menjadi biru jika saja Yuta tidak meninju kaca mobilnya sendiri.
Kamu sendiri bingung. Sebenarnya apa yang terjadi pada Yuta. Kekasihmu itu tidak pernah bercerita apapun padamu. Apa mungkin—
"Aku mencarimu."
Tepukan di bahu kanannmu membuatmu menoleh cepat ke arah asal suara. Dan kamu menemukan Yuta, berdiri di belakangmu dengan senyum manis andalannya.
"Yuta!"
Tidak peduli dengan sekitar, kamu berdiri dan menghambur dalam pelukan Yuta. Si pemuda hanya tertawa pelan sembari balas memeluk, mengelus kepala dan bahumu lembut.
"Rindu aku, ya?" tanyanya dengan nada yang sangat menyebalkan.
Kamu mengangguk dalam pelukannya. "Kamu menghilang selama dua hari tanpa kabar. Bagaimana aku tidak merindukanmu?"
Yuta mengulas sebuah senyum tipis tanpa kamu sadari. Tatapannya menerawang jauh, mengingat apa yang sudah dia lakukan padamu belakangan ini. Bibirnya kelu, kata maaf tidak sama sekali berhasil keluar dari belah bibirnya. Maka dia mengalihkannya dengan cara mengecup keningmu lembut selama beberapa detik sebelum mengeratkan pelukan.
Dadanya sesak. Seperti ada sesuatu yang memenuhi rongga dadanya, mendesak jantung juga paru-parunya. Yuta tahu ini semua salah, dia tahu persis kamu akan selalu tersakiti saat berada di sampingnya. Bahkan, kamu bisa saja mati.
"Hei," panggilnya pelan seraya mengurai pelukan dan membuatmu mendongak bingung. "Ada yang ingin aku bicarakan."
- Akrasia -
Sebuah es krim cone dengan rasa mint chocolate chip berada di genggamanmu saat ini. Membuat si pemuda Nakamoto menatapmu geli bercampur gemas, tangannya gatal ingin menjawil pipi juga dagumu. Dia tertawa pelan sebelum mengubah posisinya menjadi duduk menghadapmu, di atas kap mobil miliknya yang menghadap ke tebing dengan pemandangan bukit juga kota yang mengagumkan.
"Boleh aku bicara sekarang?" tanya Yuta pelan.
Kamu menoleh, mengangguk sembari tersenyum. "Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tubuhmu turut berputar menghadap kekasihmu, mencoba membagi atensi antara es krim dengan Yuta.
Yuta tersenyum, menghela napasnya dan menatapmu lekat.
"Ayo akhiri hubungan ini."
Gerakanmu menikmati es krim berhenti, netramu balas menatap Yuta tidak kalah lekatnya. "Apa yang kamu—"
"Aku bilang, ayo akhiri hubungan ini."
"Kenapa?" tanyamu cepat. Rasa es krim yang manis kini justru terasa pahit di lidahmu. Apa yang pemuda ini inginkan sebenarnya?
Yuta mengalihkan tatapannya, enggan menjawab untuk beberapa detik selanjutnya. Pemuda itu sibuk dengan pikirannya, sibuk merangkai kata.
"Yuta jawab aku, kenapa kita harus—"
"Kamu akan terus tersakiti jika berada di dekatku, gadis manis. Aku tidak tahan melihat tubuhmu yang bisa saja penuh dengan bekas luka, karena ku."
Kamu menggeleng kuat, menolak semua yang Yuta katakan. Jantungmu berdenyut nyeri, ucapan Yuta mampu menggores hatimu. Membuat luka yang tidak kasat mata.
"Aku tidak mau," balasmu.
"Kita harus—"
"Kubilang, aku tidak mau, Yuta!" pekikmu sekuat tenaga, kelopak matamu memejam erat. Menahan desakan air mata yang jika dibiarkan akan menggenang di pelupuk matamu.
Untuk kali ini, kali ini saja. Kamu ingin membantah Yuta.
Rahang si pemuda mengetat, merasa marah dan kecewa di satu waktu. Marah pada dirinya, juga keadaan.
"Kamu akan terus terluka jika bersamaku, (Y/n)!" balas Yuta tak kalah keras. "Aku hanya ingin kamu baik-baik saja!"
Napasmu mulai tersenggal, genggamanmu pada cone menguat.
"Lantas jika aku dan kamu berpisah, apa kamu bisa menjamin aku baik-baik saja?" tanyamu tiba-tiba.
Yuta diam. Terkejut dengan pertanyaanmu.
"Jawab Yuta! Bagaimana jika aku menyakiti diriku sendiri saat—"
"Jangan pernah menyentuh dirimu seperti aku melukaimu. Sudah cukup aku merasa sangat menyesal karena ini, jangan buat aku semakin menyesal dengan kamu yang menyakiti diri sendiri."
Kamu menatap Yuta nyalang. Tidak dapat dipungkiri, kamu senang di saat rasa sesak mendominasi.
"Kalau begitu jangan biarkan aku pergi. Kamu menyayangiku, 'kan?"
Yuta masih diam. Namun perlahan, ekspresi kekasihmu melembut. Kamu bisa melihatnya, dan hal tersebut membuat hatimu terasa ringan.
"Ya, aku menyayangimu."
- Akrasia -
S
eason Series - January 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
[Season Series] | Akrasia - Yuta Version
FanficHe always change, like every single time. He can be the softest person in the world, but in the next second, he became the scariest one. Just like the meaning of Akrasia, lack of self-control. Season Series Transitional Version - January 2019