senpai

81 8 0
                                    









"Nama kamu Rere kan?"

"Iya"

"Nih ada titipan"       "dari hidan, dia cowo yang baik, pekerja keras, ya meskipun hampir tiap hari telat dan sering liat kamu senyum ngeliatin dia dan temannya dihukum"





Pagi pagi, aktifitas dimulai dari mandi yang ngantri panjang sekali. kemudian sembahyang bersama dan sarapan sebelum berangkat sekolah.

"Rere, "

"Iya senpai?"

"Enggak, cuma mau nyapa aja" sambil cengengesan dengan pandangan menilai.

Sumire tidak mau ambil pusing, dan pura pura cuek kembali melanjutkan aktifitas sarapan pagi nya.

"Rere, mau ikut ekskul voly gak?" Tanya Mirai nee Chan.
Ya, Mirai. Kakak kelas yang menjadi alasan kak Naruto menyekolahkan Rere dan asrama disini. Kak Mirai akan memberikan informasi yang dibutuhkan kak Naruto. Sempurnanya.

"Enggak nee Chan."

"Rere ikutan di buletin lho." Senpai kelas dua belas yang tadi cuma nyapa aja menyahut.

"Oh, bagus. " Mirai nee Chan memuji. Dia memang lugas dan bukan tipe basa basi sih.

Pagi ini, semua senpai kelas dua belas bertingkah sangat manis. Jika biasanya para senpai di asrama pada sibuk sendiri dan asyik dengan teman seangkatannya, sekarang mereka menyempatkan waktu untuk sekedar mengamati atau berbasa basi menyapa dan lebih berani mencandainya tentang hubungan sumire dan hidan yang sumire sendiri tidak tahu yang mana orangnya.

Duduk di bangku paling belakang dengan Aina uchiha. Aina dan sumire menatap keluar jendela, dimana ada tiga senpai kelas dua belas di hukum push up oleh temannya sendiri 'sebagai OSIS' yang piket jaga gerbang sekolah.

"Re lihat, udah langganan tiap hari. Apa gak bosan mereka ya?" Aina emang manis, liat dia ketawa bikin sumire merasa diabetes.

Sementara sumire hanya tersenyum mengamati, kira kira yang mana ya yang namanya hidan? Ada satu yang menarik perhatian sumire, dia berkulit Tan mata Belo alis tegas dan
Hidung yang mancung. Seperti gen orang timur. Senyum nya manis....

"Sepertinya, emang gak bisa gak kesiangan." Komentar sumire.


Tapi pulang sekolah, sumire harus terima bahwa yang dia amati bukan hidan. Hidan itu simpel, lumayan tampan, tinggi, dan murah senyum.

Menertawakan dirinya sendiri yang suka sama Ali, Ali cinta sama Aina, Aina suka sama hidan dan hidan naksir sama sumire.

Tolong garis bawahi, hanya suka. Dan sumire juga sadar diri bahwa cinta itu merepotkan, menyakitkan, dan melelahkan. Cukup sekali dirinya menjadi bodoh karena cinta dan menangis. Itu tak kan terjadi lagi.

Sumire saling balas surat dengan hidan. Hanya untuk menambah teman, menghindari kemungkinan di bully dalam kegiatan Pramuka dan menjaga perasaan dia, jangan katakan sumire php. Sama sekali tidak, sumire sudah biasa menyaksikan mereka yang pacaran pasti berujung putus. Sumire tidak mau punya mantan, just it.

Sumire tidak menolak saling menyurati, dan hidan pun tak memaksa untuk mereka pacaran. Aneh, tapi sumire merasa beruntung karena berada di asrama yang banyak aturan. Sumire menikmati perannya menjalani kehidupan sebagai anak asrama.

Jarak kelas yang jauh, aktivitas yang berbeda, membuat sumire dan hidan hanya bertemu sesekali.


Suatu siang, pulang sekolah yang kebetulan bareng. Aina jalan berdua dengan Ali, lima langkah lebar di depan sumire yang berjalan bersisian dengan hidan. Kalian yang melihat tak kan percaya jika sumire dan hidan sedang ngobrol melihat jarak mereka berdua, lain halnya melihat Aina dan Ali yang sampai terdengar sengit.

"Senpai biasa merokok?" Tanya sumire tanpa menatap lawan bicaranya.

Tadi, di jam istirahat sekolah di persimpangan tak sengaja rere melihat hidan mengepulkan asap rokok dan ada batang rokok di antara dua jari.

"Aku bisa berhenti, jika Rere tidak suka." Hidan santai.

"Jangan berubah karena Rere, berhentilah merokok karena memang senpai sadar tidak ada manfaatnya rokok selain mudharat nya." Sumire merasa tidak nyaman tapi tidak boleh menunjukka takut ketahuan ibu bapak asrama.

Ya, dilarang pacaran. Dilarang berduaan, dilarang terlambat dan masih ada sederet aturan yang diterapkan di asrama ini. Inilah pula yang menjadi alasan kak Naruto tenang Rere sekolah dan asrama disini selain karena adanya kak Mirai.

"Aku mengerti, aku akan berusaha." Tersenyum, "duluan ya" pamitnya. Berlari menyamai langkah Ali di depan nya yang sudah berpisah dengan Aina.

Sumire tersenyum dan mengangguk.
Membalas lambaian Aina di depannya.

" Cie, yang lagi pdkt." Goda Aina uchiha.

"Hanya teman," jawab sumire.
Mereka memasuki pekarangan asrama. Duduk bersisian sambil membuka tali sepatu.
"Bukannya kebalik ya? Kalian yang lagi pdkt." Mulai berbisik.

"Apanya yang pdkt, teman debat sih iya." Ekspresi wajah Aina mulai sengit. Lucunya.

" Liatin kalian seru, cocok lho." Sumire antusias, menyaksikan romansa teman-temannya adalah hal yang menyenangkan bagi sumire.

"Cocok apanya, Rere sama hidan lebih serasi."

Sumire mengangkat bahu acuh sambil melenggang menjinjing sepatu dan menyimpannya di deretan, bersama sepatu teman teman yang lain di ikuti Aina.





Hidan adalah siswa kelas XII
Jika inojin dulu absen sekolah untuk kerja di pabrik bata, hidan sepulang sekolah bekerja di industri tempe.
Entah kenapa kak Sutra begitu berbaik hati menjadi informan, menceritakan tentang bagaimana hidan di kelas nya, sikap dia dengan teman temannya, perjuangan hidupnya. Padahal kisah cinta kak Sutra begitu menyayat sampe saingan sama film Korea yang bapernya bisa bikin nangis gegara sad ending.

Intensitas pertemuan yang jarang menguntungkan bagi sumire untuk membentengi hati nya agar tak terluka lagi. Sumire tau kok, kak hidan itu serius sama perasaannya. Tapi ada hati kecilnya yang mengatakan bahwa hal ini tidak benar. Akhirnya Rere hanya bisa menjaga hati agar tidak terlalu jauh dengan perasaannya. Sepertinya luka dari cinta pertamanya meninggalkan trauma yang dalam, membuat Rere selalu menyerahkan keputusan kepada logikanya. Cinta anak sekolah itu bermusim, itulah yang dia yakini.













Hidan pov

Memang sudah biasa jika aku terlambat datang ke sekolah, teman-teman ku yang menjadi OSIS hanya akan mencatat dan menghukum ku dengan push up.
Tapi ada yang berbeda hari ini, dia menatapku, tersenyum. Mungkin aku hanya geer karena sebenarnya aku tidak sendirian, kami bertiga sudah menjadi langganan tetap push up setiap pagi dan lebih seru lagi jika dua temanku yang lain juga datang terlambat. Kami berlima akan dengan senang hati menikmati hukuman dan melenggang pergi.
Mereka melakukan tugasnya sebagai OSIS dan kami melakukan tugas kami sebagai siswa yang terlambat, menjalani hukuman.

Dia slalu menatap ke arah kami di tempat duduknya yang hanya terhalang kaca jendela, tersenyum tulus. Entah menertawakan kami atau teman sebangkunya yang membuat dia tersenyum begitu.

Hampir setiap hari.

Penasaran ku membuat ku bertanya pada tayuya dan dia menjadi informan, namanya sumire, dipanggil rere, tipe introvert.

Setelah beberapa kali mendapat surat balasan, aku merasa dia misterius. Slalu cuek dan acuh jika berpapasan di luar jam pulang sekolah, entah itu di kantin, di depan toilet, di perpustakaan, atau di tempat-tempat lainnya di lingkungan sekolah. Dia hanya akan tersenyum menatapku lalu menunduk sebagai sapaannya dan kemudian fokus dengan temannya. Kutebak mungkin dia takut ketahuan pihak asrama, apalagi teman teman ku hampir semuanya berisik termasuk aku juga sih. Selain itu dia tipe yang serius, dia bilang bakal nerima siapapun yang pertama datang kerumahnya, dalam artian dia siap untuk jenjang yang serius, 'pernikahan'. Antara tertantang dan penasaran, aku berjuang untuk sampai di rumahnya, tapi tak juga berhasil. Selalu tersesat. Ini lucu yang membuat frustasi.

Setelah tiga kali dalam tiga tahun usaha ku untuk sampai di rumah orang tuanya tak juga berhasil,  terakhir aku membujuk Ali agar mau mengajak Aina ke rumah sumire. Dan satu tahun kemudian berita pernikahan sumire membuat ku kehilangan pijakan. Sepertinya aku bukan yang pertama datang, sayang sekali.

Hidan pov end






sumireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang