Remember : Bagian 2

811 87 15
                                    

Teruhashi Kokomi POV

Sejak saat itu, aku tidak melihat sosoknya lagi. Di sekolah, di taman, di tempat biasa kami berkencan. Bahkan rumahnya terlihat sepi layaknya rumah yang sudah ditinggalkan sejak lama. Aku sempat khawatir dia pergi ke Oshimai dan menjadi korban gempa disana. Namun kerabatku mengatakan tidak ada korban jiwa pada gempa Oshimai dan itu membuatku sedikit lega.

Delapan bulan berlalu. Waktu terasa berjalan lambat untukku. Rinduku pada lelaki itu begitu menyiksa. Tidak dapat pungkiri kalau aku masih menyimpan rasa padanya, walau entah pria itu masih mencintaiku atau tidak.

Hari kelulusan berjalan biasa, aku berpisah dengan Chiyo, Mera–san dan teman-temanku yang lain. Mereka melanjutkan ke Universitas umum di Shigaraki, sedangkan aku akan pergi ke pusat kota Tokyo untuk melanjutkan kuliahku di Todai.

Belajar menjadi pelampiasan satu-satunya dari patah hatiku. Hasilnya, aku diterima di Jurusan Ekonomi Bisnis disana.

Aku akan memulai hidup baru, mencoba mencari cinta yang baru di Universitas. Walau sulit, aku akan mencoba melupakan Kusuo.

×××××××

Author POV

Aroma tanah basah dan harum bunga sakura menguar di pertengahan musim semi. Gerbang Universitas Tokyo berdiri kokoh di sana, melindungi gedung tinggi bertembok bata cokelat yang menyerupai bangunan abad pertengahan.

Ratusan mahasiswa pria tercengang, pandangan mereka tertuju pada wanita super cantik yang tengah berjalan menuju gedung utama. Bagi mereka, dewa mungkin baru saja mengirimkan malaikatnya ke bumi tadi malam.

Teruhashi Kokomi memang gadis tercantik dari yang tercantik. Tidak ada yang tidak terpesona dengan kecantikannya, semua lelaki takluk di tangannya. Kecuali satu orang, ya, mantan kekasihnya Saiki Kusuo. Hanya pemuda itu yang tidak terpesona padanya dan memandangnya layaknya gadis pada umumnya.

Sifat unik pemuda itulah yang membuat sosok Kokomi jatuh cinta padanya.

Oh. Jangan buat dia mengingat pemuda itu lagi. Kokomi sudah bertekad untuk melupakannya dan membuka lembaran baru di Universitas.

"Yo.. Teruhashi–san."

Kokomi menoleh, matanya melebar melihat lelaki di belakangnya. "Hairo–kun."

"Kebetulan sekali ya," Hairo tersenyum lima jari. "Tidak kusangka kita satu Universitas."

Gadis bersurai biru mengulas senyum. "Begitulah, aku sudah berjuang. Hairo–kun mengambil jurusan apa?"

Mereka berjalan menuju gedung utama sambil mengobrol, "Aku mengambil jurusan olahraga. Aku pernah bilang, kan bahwa aku ingin menjadi seorang sensei."

"Itu hebat."

"Teruhashi–san sendiri mengambil jurusan apa?"

Kokomi terkekeh. "Jurusan ekonomi bisnis. Aku mau meneruskan bisnis keluarga kami suatu saat nanti karena kakakku sudah tidak mungkin melakukannya mengingat pekerjaannya."

Hairo mengangguk mengerti. "Itu cukup cocok untukmu, Teruhashi–san. Kau pintar matematika, bukan?"

"Aku tidak sepintar itu. Hairo–kun juga pintar sekali, bukan?" Gadis itu menoleh kanan-kiri, baru menyadari kini mereka sudah berada di dalam gedung utama. "Aulanya dimana?"

Hairo tertawa. "Ikuti aku Teruhashi–san, aku sudah hapal semua ruangan di gedung ini."

"Eh, cepatnya!"

"Kemarin aku berkeliling gedung ini lima puluh kali agar tidak tersesat." Ucap Hairo dengan mata berapi.

Kokomi menghela napas, "kau memang selalu seperti itu, ya."

Atensi semua orang terutama pria teralih begitu sosok cantik sempurna itu memasuki aula Todai. Acara pertama hari ini yaitu penyambutan mahasiswa baru. Kokomi tersenyum kearah para penggemar barunya, gadis itu berkenyit melihat tidak ada lagi kursi kosong di barisan depan.

"Mau bagaimana lagi, kita duduk di belakang saja, Teruhashi–san." Usul Hairo dan di balas anggukan oleh empunya.

Namun belum juga mereka melangkah, lima orang pria sudah berdiri dari tempat duduk mereka dan mempersilahkan Kokomi dan Hairo duduk disana.

Kokomi tersenyum lembut, membuat lima pria tadi merona seketika. "Terima kasih." Ucap gadis itu lembut.

"Offu.."

Pidato rektor Todai berlangsung membosankan, pria tua itu menjelaskan tentang masa depan dan prospek kerja mahasiswa di masa mendatang. Kokomi sebenarnya sama bosannya dengan mahasiswa lainnya. Namun mengingat ia adalah tipe gadis yang menjaga image, ia pun hanya bisa pura-pura mendengarkan dengan seksama.

"Ngomong-ngomong, apa belum ada kabar dari Saiki–kun?"

Kokomi menoleh, wajah cantik gadis itu seketika memucat mendengar ada lagi yang menyinggung nama Saiki di depannya. Hairo sang pelaku meringis, sudah merasa salah omong di depan gadis ini.

"Maaf, aku tidak bermaksud—"

Kokomi menggeleng, "belum."

Hairo terdiam.

"Aku tidak menerima kabar apapun darinya semenjak kami putus. Dia dan keluarnya seperti menghilang di telan bumi. Rumahnya kosong, ayah dan ibunya pun menghilang. Aneh.." Kokomi mengusap sudut matanya yang berair.

"Kau masih mencintainya?"

Kokomi menoleh, ia tersenyum tipis dan menunduk. Perlahan kepala gadis cantik itu terangguk. "Masih, sangat mencintainya."

Hairo tersenyum. "Aku harap kau bisa bersama lagi dengan Saiki–kun, sebagai sahabatnya, aku juga merindukannya."

Pidato kepala rektor sudah selesai, mereka berdua baru menyadarinya karena asyik mengobrol.

"Baiklah, selanjutnya pidato dari mahasiswa baru peraih nilai tertinggi ujian masuk."

Kokomi tersenyum dan menyikut Hairo, "itu pasti kau, Hairo–kun."

Hairo hanya tertawa. "Tidak..tidak, masih banyak orang yang lebih pintar dariku Teruhashi–san."

"Kita sambut, Saiki Kusuo–san."

"Hai?" Sahut Hairo dan Kokomi seketika merasa salah dengar.

Pria terbalut coat biru berdiri dari barisan belakang. Kokomi merasa waktu seketika berhenti berputar. Pria itu melangkah pelan menuju podium. Surai merah muda dan wajah manis yang begitu gadis itu rindukan.

"Ini bohong, kan?" Bisik Hairo juga sama tidak percayanya dengan Kokomi.

Bibir Kokomi bergetar, ia membisikan nama Kusuo dengan tenggorokan tercekat.

Pemuda itu terlihat berbeda, wajahnya semakin tampan tanpa kacamata dan hiasan rambut yang biasa ia pakai saat SMA dulu. Ia berdiri dari balik podium, tersenyum lembut kearah seluruh mahasiswa.

"Saiki Kusuo–desu, tidak banyak yang ingin aku sampaikan. Semua dari kita sudah menjalani kehidupan SMA yang menyenangkan, dan begitu waktu terus berjalan. Kita terpaksa meninggalkan sekolah lama kita dan bahkan teman-teman kita untuk menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ayo buat kehidupan di Universitas tidak kalah indah dengan kehidupan SMA kita. Mari berteman baik satu sama lain, ayo hindari konflik dan lebih banyak bekerja sama."

Semua orang bertepuk tangan. Terkecuali Kokomi dan Hairo yang masih terkejut.

Air mata gadis itu jatuh, ia membekap mulut. Mencoba meredam suara tangisnya sendiri.

"Kusuo–kun, aku merindukanmu."

Bersambung..

Saiki Kusuo Psinan (Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang