Chapter 6

469 77 7
                                    

Kriiingg!

Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Bian dengan cekatan memasukkan segala barang yang berada di atas mejanya. Bahkan buku-buku milik Harish hampir saja masuk ke dalam tasnya saking bersemangatnya. Sebenarnya Harish turut senang, tapi lama-lama takut juga. Karena jarang sekali melihat Bian tersenyum bahagia seperti ini. Tetapi kalau yang ini sepertinya lebih ke bahagia sampai terlihat seperti orang gila.

"Lo pulang–"

"Lo berangkat duluan aja. Gue mau kesana sama Kak Lula." kata Bian dengan semangat 45.

"Cih, baru gini aja gue disuruh berangkat sendiri. Gimana kalo udah punya anak? Tinggal di perbatasan kali gue." cibir Harish.

"BYE!"

Bian berlari kecil keluar dari kelasnya dan segera menuju koridor yang sudah dijadikan tempat bertemu. Oh iya, sebelum itu, Bian mampir ke wastafel sekolah untuk mencuci wajahnya agar tampak segar. Ia juga menata rambutnya agar sedikit lebih rapi.

"Bian–" Asha hampir berpapasan dengan Bian ketika ia keluar dari kantin. Ingin memanggil Bian pun tidak bisa. Ia terlanjur berlari jauh menuju entah kemana itu.

"Kak Lula!" pekik Bian tanpa malu.

Lula menoleh ke sumber suara yang memanggilnya, "Bian!" Lula menyapanya kembali.

"Udah nungguin lama kak?" tanya Bian dengan napas yang terengah-engah.

"Enggak kok, gue barusan keluar kelas. Nih minum dulu–" Lula memberikan sebotol air minum pada Bian yang nampak kelelahan usai berlari menghampirinya.

"Lagian kenapa pake acara lari-larian segala sih?" tanya Lula.

Bian meneguk minuman yang diberikan Lula, "Gue takut lo nunggu lama kak. Makasih." ucapnya usai menghabiskan separuh air dari botol minum itu.

"BIAN!" suara Asha mulai tidak asing di telinga Bian. Suara itu terdengar semakin dekat hingga akhirnya Bian melihatnya berlari menghampirinya.

Asha menggenggam sebuah botol plastik air minum dan begitu tiba di depan Bian, Asha langsung menyodorkan minum tersebut padanya. Tiba-tiba rasanya canggung antara Bian dengan Lula ketika Asha menyodorkan botol minum yang sama.

"Guehh.. gue beliin minumhh.. kenapa lo larinya cepet banget sih?!" ujar Asha dengan napas yang terengah-engah. Sama seperti Bian menghampiri Lula.

Bian melirik Kak Lula kikuk, "Mmm, Kak, bentar ya. Gue ngobrol sama dia. Bentaaar aja." kata Bian dengan senyum yang tak enakan.

"Iya-iya gapapa. Santai aja." Lula pun duduk di kursi yang tersedia di koridor sambil menunggu Bian selesai urusan dengan Asha.

Bian menarik tangan Asha dan mengajaknya pergi ke tempat yang agak jauh dari tempat Lula menunggunya. Alasannya simpel, ia malu. Tanpa malu Asha menghampirinya dengan komuk yang sudah tidak karuan karena mengejar Bian yang berlari secepat kilat. Lah, malah Bian yang malu.

"Lepas anjir sakit! Lo belom potong kuku ya?!" protes Asha ketika tangannya ditarik Bian.

"Berisik lo, diem! Malu-maluin gue aja." bentaknya. Nyali Asha mendadak ciut.

"Kita mau kemana sih–" Bian melepas genggaman tangannya. Eh, lebih ke cengkraman.

"Lo ngapain sih lari-lari ke gue kaya gitu? Di depan Kak Lula lagi. Bikin malu gue aja!" ujar Bian tak terima.

"Gue cuman mau kasih lo minum, Bian! Gue udah panggil lo sejak lo lewat di kantin tadi dan lo ga dengerin gue! Emangnya sepenting apaan si urusan lo sama kakel lo itu?" tanya Asha dengan nada sedikit sengit.

Dream, Love, Power, and Walls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang