1. CLARETHA

136 19 2
                                    

    Baru saja Claretha berada di dalam kafe selama lima menit, dia sudah kembali memegang pintu dan menariknya untuk jalan keluar. Selama lima menit tadi, matanya terus-terusan mencari sosok pria yang lebih tinggi daripada orang-orang pada umumnya. Bayangkan saja, tinggi Damar mencapai 180cm, itu yang membuat Claretha kadang harus sedikit mendongak saat mengobrol dengan kakaknya. Saat pencariannya tidak membuahkan hasil, Claretha lebih memilih keluar lalu menelepon kakaknya. Dering teleponnya baru berjalan selama tiga detik dan sudah diputus hubungannya oleh Damar, lalu masuk beberapa pesan dari dia.

Kak Dam

Kenapa, Dek?

13.59

Kakak kok nggak ada, sih?

13.59

Loh, kamu beneran ke kafe?

Kakak kira kamu nggak mau, habis cuman dibaca chatnya.

14.00

Ihh, kok nyebelin?

14.00

Makanya kabarin dulu tadi

14.00

Terus ini gimana?

14.01

Sebentar, ya, lima menit lagi.

Kamu duduk aja, pesen minum, nanti Kakak ganti uangnya.

14.01

Oke, gpl, ya, Kak.

14.01

Read.


    Sesuai apa yang Damar suruh, Claretha kembali masuk dan memesan satu iced lemon tea, sebenarnya ingin sekali Claretha memesan iced green tea latte kesukaannya, namun perutnya tidak bisa lagi ditambah muatannya. Claretha duduk di bangku yang dekat dengan kaca pembatas antara ruangan bagian dalam dan luar, bagian luar dikhususkan untuk pengunjung yang ingin merokok.

    Lagi, Claretha mengeluarkan benda keramat yang sudah disumpah serapahi oleh Indira; earphone miliknya. Situasi kafe saat itu memang tidak terlalu ramai, namun Claretha merasa asing berada di tempat itu. Jelas saja, ini pertama kalinya Claretha mengunjungi kafe itu selama dua semester telah dia lewati, padahal biasanya para mahasiswa/i baru pasti akan langsung mengunjungi kafe ini, entah untuk mengerjakan tugas, mengobrol, atau membolos seperti yang dilakukan dua orang di seberang kanan meja Claretha.

***


    "Lah, lah, kok, dia keluar lagi, sih? Baru juga gue berdiri. Segitu nggak kuatnya ngeliat gue dari jauh? Apa kadar kegantengan gue nambah, ya, Ju?" tanya Arion yang kecewa saat melihat gadis incarannya keluar kafe.

   "Heh, plastik tong sampah, ge-er banget lo jadi orang! Eh, iya, lo orang apa bukan, sih? Lo kan sekawanan sama yang suka menggonggong dan berkaki empat itu," jawan Juan cepat.

    "Lah, emang iya. Kawan gue kan lo."

    "Si kampret."

    "Ini gimana dong? Target memundurkan diri saat serangan belum dilakukan. Wahai penasehat, berikanlah sepatah dua patah kata."

    "Begini, anakku ...."

    "Ogah gue punya bapak macem lo!" potong Arion cepat.

    "Dengerin dulu, Nyet."

CLARETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang