15. CLARETHA

39 9 0
                                    

    "Duh, sumpah bakso di sini kenapa ramai mulu sih? Untung tadi gue langsung ngacir ke tempatnya." Juan yang sedari tadi hilang tiba-tiba muncul sambil menaruh mangkuk baksonya dengan tidak santai.

    "Lo nggak makan berapa hari sih, Ju? Lebay amat perasaan," Arion menimpali perkataan Juan.

    "Lo yang lebay ya, orang gue baru nggak makan selama lima jam malah ditanya hari."

    "Iya-iya, salah gue mah. Ngalah gue ama singa kelaparan."

     "Berisik ah lo!"

    "Buset dah, punya teman anak kuliahan berasa anak SMP yang baru lulus SD." Damar pun ikut bersuara.

    "Siapa yang kayak anak baru lulus SD?" Arion dan Juan kompak menanyakan hal yang sama.

    Kelanjutannya pun bisa ditebak. Dimulai dari Arion dan Juan yang sontak saling bertatapan sesaat mereka mengucapkan hal yang sama, lalu dilanjutkan dengan tawa riang dari dua bersaudara yang saat ini sedang menyaksikan tingkah lucu dua pemuda di hadapannya.

    "Duh, apaansih nggak lucu ya. Lo berdua kenapa malah ketawa deh?" Juan merasa sedikit terganggu.

    "Dih, apaan lo ngomelin Claretha. Ya suka-suka dia lah mau ketawa apa nggak. Lagian ketawanya manis kok, tuh liat matanya sampai hilang gitu." Arion pun tidak tinggal diam melihat Claretha ikut dimarahi Juan.

    "Kok yang dibela adek gue doang sih? Gue-nya nggak? Damar yang merasa diperlakukan tidak adil segera memprotesnya.

     "Aduh, nggak bisa perutku sakit banget hahahaha. Ternyata teman Kakak lucu-lucu ya." Claretha yang masih saja tertawa berusaha untuk menyudahi pertengkaran kecil ini.

    "Thanks, gue emang lucu.""

     "Iya, gue tahu gue lucu kok."

    Lagi-lagi Arion dan Juan terlihat seperti anak kembar yang terus-terusan menjawab secara bersamaan.

   "Wah, gue jadi curiga. Jangan-jangan lo berdua ... jo-" Belum sempat Damar menyelesaikan kata-katanya, kedua temannya itu langsung menolak dengan tegas.

    "NGGAK YA NAJIS!"

    "NGGAK USAH IKUTIN GUE!"

    Damar dan Claretha yang terus menyaksikan tingkah lucu Arion dan Juan hanya terus bisa tertawa. Pasalnya, kedua sahabat karib Damar itu terus-terusan mengucapkan hal yang sama di waktu yang sama pula.

     "Udah lah, capek gue diketawain mulu. Dibayar nggak, diketawain iya," cibir Juan.

    "Loh, emang ada orang yang bikin ketawa terus dibayar?" Arion pun bertanya.

    "Ada lah, pelawak tuh buktinya," jawab Claretha.

    "Nah tuh, adeknya Damar bener."

    "Iya juga ya ... apa gue jadi pelawak aja ...?"

    Setelah berkata demikian, Arion hanya mendapatkan muka bingung serta tak habis pikir dari tiga orang yang sedang duduk di meja yang sama dengannya.

    "Kenapa deh muka kalian ...?" tanya Arion kikuk merasa tak nyaman.

     "Pikiran lo absurd banget, Ri. Nggak ngerti lagi lah gue," jawab Damar.

     "Lo ambil hukum aja udah ditentang orang tua lo, apalagi jadi pelawak hah?" Memang sepertinya mulut Juan ini terlalu licin, sampai-sampai masalah pribadi keluarga Arion ia bahas bukan di tempatnya.

    Damar yang melihat hal itu pun berusaha kembali mencairkan suasana. "Ya ... siapa tahu temen kita ini bisa sesukses Raditya Dika, kan amin banget tuh, kita jadi bisa keliling dunia kalau masih temenan sama Arion. Iya nggak, Ri?"

CLARETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang