11. CLARETHA

50 13 0
                                    

Damar is calling

    Seketika Arion melihat nama yang muncul di telepon genggamnya, ia langsung menggeser tombol hijau ke arah kanan.

     Kebiasaannya saat menyetir adalah menyambungkan saluran telepon ke radio mobilnya, hal ini membuat Claretha yang tadinya melihat ke arah luar jendela mobil tertarik untuk melihat siapa yang menelpon teman kakaknya yang menyebalkan itu.

    "Ah, Kak Damar," ucap Claretha dalam hati.

    "Halo, Ri?" sapa Damar dari sambungan teleponnya.

    "Iya, halo. Kenapa, Dam?"

    "Lo masih di rumah gue nggak? Tolong anterin adik gue ke kampus dong."

    "Oh, dia udah sama- aduh!"

    Seketika Arion berteriak saat merasakan ada yang mencubit lengannya, siapa lagi kalau bukan gadis yang ia ingin dekati itu.

      "Jangan kasih tau Kak Damar gue sama lo, bilang kita masih di rumah gue." Susah mati Claretha berbisik agar suaranya tidak didengar oleh Damar di seberang sana. Mungkin iya lupa bahwasannya orang yang sedang menelpon bisa mematikan mic miliknya.

     "Eh, kenapa lo?" tanya Damar langsung.

    "Aduh, ini em ... kesetrum gue, Njir. Gue masih di rumah lo, emang lo kemana?"

    "Gue udah di kampus, tolong anterin adik gue ya? Jangan sampai dia naik ojek online."

    "Lah, emang ojek online kenapa?"

     "Nyokap bisa ngomelin gue kalo dia tahu Claretha nggak gue anterin."

     "Lagian, lo bukannya bareng sama dia sih."

     "Yeh, nggak usah sok keberatan deh lo. Gue tahu dalem hati lo jingkrak-jingkrak, kan?"

     "Hehe. Iya, siap adiknya bakal aman sentosa sampai kampus, Pak Bos."

     Dan setelah itu sambungan telepon terputus bersamaan dengan helaan napas dari Claretha.

    "Kenapa lo?" tanya Arion.

    "Kenapa apanya?"

     "Tadi pakai acara nyuruh gue bohong. Lagi marahan ya kalian berdua?"

      "Duh, kepo banget sih jadi orang. Nggak kenapa-kenapa."

     "Masa sih?" Arion masih ingin memastikan.

     "Iya," jawab Claretha ketus.

***


     "Hah ...." helaan napas dikeluarkan oleh Damar saat ia kembali lagi ke tempat ini. Semuanya terasa seperti terulang, tanpa bisa Damar cegah bahkan detikan jam tidak membiarkan lamunannya terhenti. Apa memang memori sekejam itu?

    Gedung Fakultas Ilmu Budaya tidak menyakitkan beberapa bulan yang lalu, tapi kenapa berubah?


    'Nggak, Dam. Ini benar, keputusan lo nggak salah. Jangan labil gini." Terus-terusan dalam hati Damar mengingatkan dirinya bahwa apa yang ia pilih saat itu memang yang terbaik untuk kedua pihak.


     "Em ... halo?" sapa seseorang yang sekarang berada tepat di belakangnya.


    Damar merasakan ada wangi semerbak bunga yang masuk ke indra penciumannya. Ternyata selain kenangan-kenangan, memorinya sekarang menyiksa indra penciuman dan indra pendengarannya.


     "Hah .... Auren, I love you, but we just can't. Maaf untuk yang kesekian."

    "Damar, kamu ngapain di sini?" Akhirnya, sosok itu mengeluarkan dirinya. Ternyata bukan memori yang menyiksa Damar, namun kenyataan yang berganti posisi. Orang yang sedari tadi membuat dirinya kembali ke masa lalu, sekarang berdiri di depannya.

    Cantik. Itu adalah kata utama yang ia katakan dalam hatinya setelah sekian lama Damar hanya bisa melihat gadis itu dari kejauhan. Ia masih seperti dulu, gadis itu masih mempunyai senyum yang menyenangkan, gadis itu masih tergabung dalam grup vokal kampus miliknya, gadis itu masih berusaha mempelajari Bahasa Jepang.

    Pribadi keduanya masih sama, yang berbeda adalah kata kita yang sudah berubah menjadi saya dan kamu. Hubungan mereka sudah berakhir, tapi tetap saja menyesakkan.

     "Lewat doang, duluan ya." Damar pamit setelah akhirnya ia bisa keluar dari dunia halusinasinya.

     Setelah melihat punggung Damar menjauh ada kalimat yang tiba-tiba terlintas kembali di kepala gadis itu, "anggap aja kita nggak pernah kenal ya. Maaf dan terima kasih, Laurenica."

     Memang semua sudah usai.


***


    Seperti melihat bintang jatuh dari langit, Indira benar-benar kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi beberapa menit lalu.

    "Ng ... Clar, g-gue nggak salah liat kan?" tanya Indira kebingungan.

    "Duh, reaksi lo berlebihan banget, Dir."

    "Itu Kak Arion, kan?" tanya Indira lagi untuk memastikan.

    "As you can see, Indira."

     "Bentar dong, lo utang penjelasan sama gue. Kok lo bisa bareng Kak Arion?"

     "Lupa ya kemarin siapa yang bawa makhluk itu ke rumah gue?"

    "Hehehe gue."

     "Yaudah itu alasannya, Indira. Yuk ah masuk, udah mau mulai nih."

     Mereka langsung saja menuju kelas di salah satu kampusnya, yang kebetulan hari ini jadwal kelas mereka berdua sama.

***

CLARETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang