Semua ini mengingatkan saya akan perumpamaan Tuhan tentang orang yang dihapuskan hutangnya. Dia berhutang pada tuannya 10.000 talenta perak, yang adalah jumlah uang yang besar, tetapi ketika dia tidak bisa membayarnya, dia memohon kepada tuannya untuk berbelas kasihan padanya, dan tuannya itu dengan bebas mengampuninya akan keseluruhan hutang itu. Namun, orang yang sama itu lalu berbalik, dan menganiaya orang lain yang berhutang padanya jumlah yang sangat kecil (Mat. 18:23-25).
Demikian juga, kaum Protestan dengan sungguh-sungguh mencari kebebasan beragama dari kaum Katolik. Ketika mereka mendapatkannya, mereka menolak untuk memberikan hal yang sama kepada kaum Baptis, walaupun kaum Baptis ini memohon kepada mereka dengan rendah hati dan mengutipkan Firman Tuhan dengan cara yang sangat logis dan saleh.
Sebagai contoh, ketika Hans Muller dihadapkan pada dewan kota Protestan, Zurich, karena penolakannya akan baptisan bayi, dia memohon dengan cara demikian: "Janganlah memaksakan hati nurani saya, karena iman adalah karunia Allah yang bebas, dan bukanlah milik bersama. Rahasia ilahi tersembunyi, seperti harta karun di ladang, yang tidak dapat ditemukan siapapun, kecuali dia yang ditunjukkan oleh Roh Kudus. Jadi saya memohon pada kalian, para hamba-hamba Allah, biarkanlah iman saya berdiri dengan bebas" (John Christian, A History of the Baptists). Permohonan Muller diabaikan, sama seperti puluhan ribu kaum Baptis lainnya pada zaman itu.
Berdasarkan otoritas Firman Tuhan, misalnya perumpamaan Tuhan, dan juga nada keseluruhan Kitab Suci Perjanjian Baru, kita bisa yakin bahwa Tuhan tidak menganggap enteng dosa besar ini, dan Dia tidak mengecilkannya seperti yang dilakukan oleh banyak sejarahwan Prostestan. Banyak yang memakai alasan "ketidaktahuan pada zaman itu," tetapi orang-orang Prostestan yang menganiaya pada zaman itu memiliki Alkitab dan mengakui Alkitab sebagai satu-satunya otoritas atas iman dan praktek mereka. Jadi, mereka sama sekali tidak miliki alasan untuk tidak tahu kehendak Tuhan. Zaman-zaman itu memang gelap, tetapi kaum Baptis, dengan Alkitab yang sama di tangan mereka, melihat terang yang lebih besar, dan terang itu adalah iman Perjanjian Baru yang tidak terkotori oleh tradisi manusia, dan iman itu tidak memberikan otoritas kepada siapapun untuk menganiaya orang-orang yang tidak percaya hal-hal yang sama dengan kita. Kita bisa berkhotbah melawan kesalahan. Kita bisa mendisiplinkan anggota-anggota gereja yang berdosa. Kita bisa menolak kesesatan. Tetapi kita tidak boleh memukul mereka dengan tangan kita, dan memaksa mereka untuk percaya seperti kita percaya. Itu adalah sifat serigala, bukan sifat domba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penganiayaan Kaum Protestant
Non-Fictionoleh Dr. David Cloud (Penerjemah: Dr. Steven Liauw) Walaupun para Reformator Protestan dari abad ke-16 hingga abad ke-18 menuntut kebebasan beragama dari Gereja Roma Katolik, dalam banyak kasus mereka tidak memberikan kebebasan itu kepada pihak la...