II. KAUM LUTHERAN DI JERMAN ADALAH PENGANIAYA

43 1 0
                                    

1. Memperhatikan posisi Martin Luther tentang penganiayaan

Penting untuk memahami bahwa Luther mengubah posisinya dalam banyak hal yang penting. Pada masa-masa awal Reformasinya, sebagai contoh, Luther mengajarkan bahwa cara yang benar untuk baptisan adalah penyelaman.

Dia berubah masalah baptisan. Dalam Perjanjian Baru bahasa Jerman yang dia buat, dia menerjemahkan "membaptis" dengan kata "mencelupkan," yang adalah terjemahan yang bagus, karena

memang kata tersebut berarti memasukkan ke dalam air dan mengeluarkan dari air. Istilah "menyelamkan," sebaliknya, tidak memiliki konotasi mengeluarkan lagi dari air.

Pada tahun 1518, dia bukan hanya mengajarkan bahwa kata "baptis" artinya menyelamkan, tetapi juga bahwa arti upacara tersebut menunjuk kepada penyelaman. "Hal ini juga dituntut oleh signifikansi dari baptisan, karena memberikan arti bahwa manusia lama dan kelahiran dosa dari darah dan daging akan sepenuhnya ditenggelamkan melalui kasih karunia Allah. Jadi, seseorang harus melakukan artinya dan tandanya yang sempurna secara cukup. Tandanya itu terletak pada, hal ini, yaitu seseorang memasukkan orang lain ke dalam air dalam nama Bapa, dll., tetapi tidak meninggalkan dia di dalam air

itu, tetapi mengangkat dia naik kembali; jadi ini disebut diangkat keluar dari kolam atau kedalaman. Dan jadi haruslah kedua hal ini menjadi tandanya; mencelupkan dan mengangkat naik kembali. Ketiga, artinya adalah kematian dosa yang menyelamatkan dan kebangkitan kasih karunia Allah. Baptisan adalah permandian kelahiran kembali. Juga adalah penenggelaman dosa-dosa dalam baptisan (Luther, Opera Lutheri, I. 319. Folio edition).

Bahasa Luther mirip dengan kaum Baptis dalam poin ini, tetapi pada saat yang sama, dia membela

praktek baptisan bayi yang tidak alkitabiah; dan tidak lama setelah itu dia menyerah dalam hal debat tentang baptisan dan menjadi musuh kaum Anabaptis.

Luther juga berubah masalah penganiayaan dan penumpahan darah. Di masal awal karir reformasinya, Luther tidak mendukung hukuman mati bagi para guru-guru palsu, walaupun dia mendukung penganiayaan terhadap mereka asal tidak sampai dihukum mati dan juga mendukung pengasingan mereka. "Walaupun secara alami memiliki emosi yang hangat dan keras, dia tidak suka menghukum para penyesat dengan hukuman mati. Dia berkata dalam tulisan-tulisannya, Saya sangat tidak senang akan penumpahan darah, bahkan dalam kasus-kasus yang pantas; saya lebih lagi menakutinya, karena, sebagaimana para anak buah Paus dan orang Yahudi, dengan alasan yang sama ini, telah menghancurkan para nabi kudus dan orang-orang tidak bersalah, demikianlah saya takut hal yang sama akan terjadi di kalangan kita sendiri, jika, dalam satu saja kejadian, diizinkan untuk menghukum mati para penyesat. Jadi, saya tidak dapat dengan cara bagaimanapun, menyetujui agar guru-guru palsu dibunuh. Tetapi mengenai semua bentuk-bentuk hukuman lainnya, dia berpikir bahwa itu bisa, dengan sah, dilakukan: karena setelah perikop di atas dia menambahkan lagi, bahwa cukuplah sudah mereka itu

diasingkan. Cocok dengan prinsip-prinsip ini, dia meyakinkan para elektor di Saxony untuk tidak menolerir, di daerah mereka, para pengikut Zuinglius, dalam pandangan mereka tentang sakramen; dan juga untuk tidak bersekutu dengan mereka dalam hal apapun, demi pertahanan mereka besama melawan usaha para katolik untuk menghancurkan mereka. ...Dia juga menulis kepada Albert, Duke dari Prussia, untuk meyakinkan dia untuk mengasingkan orang-orang tersebut dari wilayahnya" (J.J. Stockdale, The History of the Inquisitions, 1810, hal. xxvii, xxviii).

Belakangan Luther berubah secara dramatis. Dia mendukung penghancuran total dari para petani yang memberontak. "Tetapi ketika pada petani Jerman mencoba untuk mengaplikasikan 'kebebasan' ini pada diri mereka sendiri dengan cara menggulingkan pada tuan yang kejam dan mendapatkan kemerdekaan, Luther mengamuk terhadap mereka: 'Para petani tidak mau mendengar; mereka tidak mau mengizinkan siapapun memberitahu mereka apapun; telinga mereka harus dibuka dengan peluru, sampai kepala mereka lepas dari bahu mereka. ...Terhadap para petani yang keras kepala, membatu, dan buta itu; janganlah seorang pun menunjukkan belas kasihan, tetapi baiklah semua orang, semampunya, membacok, menusuk, membunuh, dan membabat sekitarnya seolah-olah di antara anjing-anjing, ... supaya damai dan keamanan dapat terpelihara....dll.' [Martin Luther, Werke, Erlangen edition, vol. 24, hal. 294; vol.15, hal. 276; passim.] Tulisan Luther tentang perang-perang dengan kaum petani penuh dengan ekspresi seperti diatas. Ketika dia pada tahun-tahun belakangan dicela karena menggunakan bahasa yang sedemikian kasar, dan karena menggerakkan pada tuan wilayah untuk membantai mereka tanpa ampun (mereka membunuh lebih dari 100.000 petani), dia menjawab dengan penuh perlawanan: "Adalah saya, Martin Luther, yang membunuh semua petani dalam pemberontakan itu, karena saya memerintahkan mereka untuk dibantai. Semua darah mereka ada atas pundak saya. Tetapi saya melemparkannya pada Tuhan Allah kita yang memerintahkan saya untuk berbicara seperti itu.' [Martin Luther, Werke, Erlangen edition, vol. 59, hal. 284] (William McGrath, Anabaptists: Neither Catholic nor Protestant, ).

Penganiayaan Kaum ProtestantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang