Yang Tidak Keluar Dari Kepala

246 9 25
                                    


Aku orang yang sering melamun dan hal yang paling sering aku lamunkan adalah jika suatu hari, tiba-tiba saja ada sepasang manusia, yang perempuan memakai gaun putih maxi cantik dan yang lelaki memakai kemeja gagah dengan wajah berumur pertengahan 30, datang ke sini untuk menemuiku. Mereka menghadap meja Bunda Aisyah dan mendesak supaya bisa bertemu denganku. Kemudian, aku akan dipanggil turun dari kamar setelah seharian mengurung diri dan menemui mereka.

Lalu aku akan bertanya kepada sepasang manusia itu, "Kalian siapa?"

Mereka, perempuan dan lelaki itu, akan tersenyum dengan raut wajah yang penuh dengan rasa sabar, penuh kasih sayang, haru, dan rindu yang meluap-luap. Mereka bergantian merangkul aku sambil menangis keras-keras, sampai bagian punggung kaos biruku kesukaanku ini basah, entah oleh air mata atau oleh ingus. Dan mereka akan berkata dengan suara sengau yang hangat,

"Kami orang tuamu, Sayang. Orang tua kandungmu. Kami datang untuk menjemputmu hari ini. Kamu bukan anak haram."

Kalau itu terjadi, Liana dan beberapa anak yang lain pasti akan terdiam di tempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau itu terjadi, Liana dan beberapa anak yang lain pasti akan terdiam di tempat. Kemudian mengembalikan boneka beruang milikku dan berhenti menjuluki aku anak haram atau anak selingkuhan. Mungkin juga mereka akan mulai berhenti menyembunyikan kaos kaki atau sendal beruangku. Mereka akan berhenti mendorong atau menjegal kaki tiap kali aku berjalan. Dan mungkin, mereka akan berhenti bertingkah seolah semua barangku adalah milik umum yang bisa mereka ambil sesuka hati.

Selanjutnya, sepasang manusia yang ternyata adalah orang tuaku itu mengajakku pergi. Aku berencana akan jual mahal selama sebulan (sebagai aksi merajuk karena ditinggal di panti yang ada Liananya) sebelum memutuskan untuk ikut tinggal di rumah mereka yang hangat dan berwarna merah jambu terang. Dengan segelas susu peninggi badan rasa cokelat sebelum tidur dan roti bakar dengan saus tomat untuk sarapan. Juga selimut bulu biri-biri yang hangat. Atau kalau bukan selimut bulu, bisa juga diganti dengan pelukan nyaman dari si perempuan yang adalah ibuku dan rangkulan sayang dari si lelaki yang ternyata ayahku.

Namun lamunanku tidak pernah keluar dari kepala, lalu jadi kenyataan.

Tidak pernah ada sepasang manusia yang datang untuk mencariku. Dulu kupikir, sepasang manusia itu tidak mau datang karena aku berencana untuk merajuk sebulan. Jadi aku mengurangi waktu merajuknya menjadi tiga minggu, kemudian dua minggu, seminggu, sehari dan terus kukurangi aksi merajuknya, sampai aku berjanji tidak akan merajuk sama sekali. Aku akan langsung ikut saja kalau mereka datang nanti.

Tapi, sepasang manusia itu tetap saja tidak datang menghadap meja Bunda Aisyah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi, sepasang manusia itu tetap saja tidak datang menghadap meja Bunda Aisyah. Beberapa kali pernah sepasang manusia datang, agak lebih tua dari yang kupikir, tapi anak yang dipanggil bukan aku. Selalu bukan aku.

Terakhir kali, Liana yang dipanggil keluar kamar membawa koper dan boneka beruang punyaku. Sebelum betul-betul pergi, dia masih sempat mengatakan kalau aku anak haram yang kotor sampai tidak ada yang mau mengadopsi aku.

Liana itu, asal kamu tahu saja, adalah seorang anak perempuan berwajah jambu yang jahat dan suka berbohong. Karena itu aku tidak punya alasan untuk percaya padanya. Kamu juga jangan percaya, sebab aku bukan babi atau anjing, jadi aku tidak haram. Aku juga rajin mandi, jadi aku tidak kotor!

Jadi, aku tetap menunggu sepasang manusia itu datang. Terus-menerus menunggu selama sebulan, dua bulan sampai aku mulai ketakutan. Sampai aku takut matahari terbit dan tenggelam, kemudian aku masih terus menunggu. Aku takut kalau ternyata sepasang manusia itu terjebak dalam kepalaku dan tidak menemukan jalan keluar.

Atau bisa jadi mereka tersesat dalam kepalaku yang tidak pernah berhenti berpikir ini. Mungkin mereka terjebak di antara pikiranku yang lain, sehingga tidak bisa menemukan jalan untuk keluar dari kepala dan menjemputku pergi dari sini.

Pada akhirnya, aku menjadi takut pada kalender yang terus berganti dan memutuskan untuk berhenti menunggu.

***    

Beruang PandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang