Hari Kue Tar

58 4 1
                                    

"Selamat hari kue tar!"

Kuma meniup terompet kecil berwarna putih dengan girang. Boneka panda dengan tampang menyebalkan itu duduk tepat di seberangku. Cangkir keramik kosong dan piring berisi tiramisu ada di depan si panda, seakan dia bisa makan saja. Mata hitam panda itu melihat ke arahku, seakan sedang menantang apakah aku akan dapat makanan juga atau tidak.

Yang lebih menyebalkan dari semua itu adalah Mr. Y (baca: mister way), yang mondar-mandir ke meja sambil membawakan makanan untuk sarapan. Soal itu, rasanya enggak masalah.

Masalahnya adalah Pak Tua itu terus-terusan menatapku tajam. Seperti sedang menahan marah dan jijik secara bersamaan. Aku heran, apakah pernah ada ekspresi lain di wajah tua menyebalkan itu? Apa Pak Tua itu pernah tersenyum? Kurasa enggak.

Kuma meniup terompet lagi dengan girang. Keriuhannya membuatku hampir gila.

"Permisi," kataku menyela tiupan terompet untuk yang ketiga kalinya. Kuma mengerjap ke arahku. "Ada apa dengan kue tarnya, ya?"

"Ini hari kue tar," kata Kuma kalem. "Kamu enggak tahu?"

Gimana aku bisa tahu ini hari kue tar kalau aku baru sehari ada di sini?

Kuma menoleh ke arah Pak Tua, wajahnya menuntut. "Bapak enggak bilang sama Binda soal hari kue tar?"

Wajah kecut Pak Tua yang mirip Profesor Agasa itu semakin masam. Bisa kulihat dia sedang menelan beberapa umpatan kasar. "Belum."

"Belum! Padahal itu hal yang penting."

"Apanya yang penting?" tanyaku.

"Hari Kue Tar! Itu penting banget. Enggak pernah dilewatkan dari bertahun-tahun lalu."

"Oh, ya?" Aku tidak kaget kalau seandainya besok Kuma bilang ada Hari Cokelat Compound. Jika melihat tindak-tanduknya yang begini, aku enggak yakin bagaimana dia bisa memiliki rumah sebagus ini. "Terserah mau hari apa, bagiku ini hari senin."

"Kamu akan menyesal kalau enggak tahu sejarahnya. Tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Hari Kue Tar terbaik yang pernah ada."

Aku mengabaikan antusiasme pagi tidak penting dari Kuma yang sekarang sibuk dengan boneka pandanya. Dia menyenandungkan lagu dan mengubah liriknya dengan kalimat asal-asalan. Kata kuncinya adalah kue tar.

Kubiarkan saja mereka bertingkah sesukanya. Tidak penting, meskipun cukup mengganggu. Aku membuka kotak cokelat berisi semua kartu dari donatur dan mengamatinya lekat-lekat. Kode pos. Ini petunjuk penting.

"Kamu lagi apa, sih?" tanya Kuma penasaran.

"Yang jelas, bukan lagi merayakan hari kue tar."

Diam sejenak. "Ini hari ulang tahun adik saya."

"Oh, ya?"

"Ya."

"Terus, kemana adikmu?"

"Hilang."

Aku berhenti memelototi kartu pos yang tidak meninggalkan petunjuk lain, kecuali kode pos dan menatap Kuma dengan heran. "Hilang gimana?"

"Ya, hilang. Hilang artinya tiba-tiba enggak ada." Dia diam sebentar. Raut wajahnya terlihat serius. Mengingat tingkah laku dan boneka pandanya yang kekanakan, agak aneh rasanya melihat dia menjadi serius seperti itu.

"Menurut saya, dia diculik hantu," lanjutnya pelan.

Dia seperti menahan rasa sedih. Wajahnya mendung. Aku jadi merasa bersalah karena telah meremehkan Hari Kue Tar yang diagung-agungkan ini. Aku menelan ludah gugup. "Dia meninggal?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beruang PandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang