Bab 5 (Tersenyumlah #1)

903 72 3
                                    

Updated 29 Februari 2019

Kalau nemu quotes, boleh loh post di ig story atau feed ig, kemudian tag aku. Nanti bakal aku repost.

Tekan bintang dulu, okay?

Selamat membaca Akkadis.
Semoga suka. 🐧

Bab 5 (Tersenyumlah #1)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 5 (Tersenyumlah #1)

Ada Allah yang akan senantiasa
membimbing hambaNya, meski
seringkali hambaNya mengabaikan
panggilanNya

~Akkadis
By: Chusnul L P

🍃🍃🍃


Setelah keluar dari ruang akademik Fatih bersuka cita. Ia akan menjadi kandidat yang akan diseleksi untuk mendapat beasiswa di luar negeri. Ada beberapa orang dari kampusnya yang terpilih untuk mengajukan beasiswa ke luar negeri, salah satunya adalah Fuad.

Alangkah senangnya dirinya. Akan tetapi, ia belum sepenuhnya senang. Karena bukan hanya dirinya saja yang menjadi kandidatnya. Tentu saja nanti akan ada yang diterima dan tidak. Namun, Fatih berharap semoga apapun yang ia dapat itulah yang terbaik baginya. Ia kembali ke taman dengan senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya. Teman-temannya keheranan melihat Fatih senyum-senyum seperti itu.

"Kesambet apa ni bocah," celetuk Fahri. Ia bergidik ngeri melihat senyum Fatih seperti itu. Seperti orang kesurupan kuntilanak di pohon akasia belakang kampus.

"Fat, kamu sehat?" tanya Shofi ikut keheranan.

"Waras, Fat?" Tasya ikut menimpali.
"Aku sehat wal afiat, guys," jawabnya dengan senyuman yang lebih lebar.

"Kata Pak Indra, aku masuk kandidat kampus kita yang mau seleksi beasiswa di luar negeri," ucap Fatih penuh kebahagiaan.

"What!" Fahri memekik. Tentu saja ia terkejut sekaligus senang atas kabar berita yang Fatih bawa barusan.

"Wah, hebat kamu Fat" Puji Tasya.

"Kamu harus belajar giat, Fat. Biar bisa lulus seleksi beasiswa itu," tutur Shofi menasehati.

"Iya, Fi. Pasti itu," jawab Fatih.

Saat Fatih dan teman-temannya bercanda, kedatangan Nuril membuat ketiga temannya mengalihkan perhatian ke gadis berhidung mancung bak prosotan anak TK tersebut. Mereka belum pernah melihat Nuril sebelumnya, hanya pernah mendengar namanya saja. Kecuali Shofi, dia sudah tahu bagaimana wajah Nuril, karena Fatih pernah menceritakan perihal Nuril kepada Shofi.

"Hai," sapa Nuril. Ia menyapa teman-teman Fatih dengan ramah.
Mereka semua balas memberikan senyum ramah juga. Tidak mungkin kan kalau orang yang bersikap ramah kepada kita, malah kita bersikap sebaliknya. Itu sikap yang tidak baik.

Behind The Post [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang