Happy reading~
---------
Hujan deras mengguyur kota siang itu. Seorang gadis berseragam putih-mocca itu berjalan di tengah lapangan tanpa payung dengan gontai. Seragamnya sudah sepenuhnya basah. Tak peduli karena sekolah sudah sepi.
"Heh pendek!" teriak seorang laki-laki jakung dengan seragam sama sepertinya dari ujung tangga.
Gadis itu terhenti. Mendongakkan kepalanya ke arah cowok itu. Menatapnya dari balik kacamata minusnya.
"Dasar tiang listrik! Nama aku Carlotta, ngerti?" balasnya.
"Apa? Kamu ngatain aku tiang listrik?! Dasar pendek, jelek, hidup lagi." ucap cowok bername tag Zhean Riga Oliverion.
"Menyebalkan!" umpat gadis bernama Carlotta itu. Melihat Carlotta yang mulai kesal, Zhean tertawa puas.
Tiba-tiba saja kilat menyambar. Sedetik kemudian gemuruh petir terdengar sangat keras. Carlotta yang meringkuk di tengah lapangan membuat Zhean menghentikan rawanya berlari menghampirinya. Tak peduli seragamnya yang akan basah.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Zhean menjajarkan tubuh mereka.
Carlotta masih tetap sama, meringkuk dengan kedua tangan yang menangkup kedua telinganya. Tubuhnya bergetar hebat. Perlahan tangan Zhean memegang lengan kirinya dari belakang. Menuntuntunnya untuk berdiri dan berjalan menuju koridor.
Sesampainya di koridor kelas X, Zhean mendudukan Carlotta di tepi lantai koridor.
"Nggak apa-apa. Petirnya udah pergi aku usir. Tenanglah." ucapnya sedikit bercanda untuk mengurangi ketakutan Carlotta.
Carlotta membuka tangannya, menatap Zhean tak suka. Carlotta melepas kacamatanya dan mengelapnya dengan tisu di ranselnya yang mempunyai kelebihan water resistant. Kemudian memakai kacamatanya lagi.
"Ayo pulang." ucap Zhean.
"Aku bawa sepeda, Zhe. Hujannya masih lebat. Kamu duluan aja." Carlotta mengatakannya dengan suara yang masih bergetar.
Zhean membuka ranselnya. Mengambil ponsel dan earphone kemudian mengoperasikannya. Ia memutar lagu 'imagination' oleh Sawn Mendes dengan volume maximal dan memasangnya ditelinga Carlotta.
"Aku antar. Sepeda kamu biar nginep disini, besok aku jemput kamu. Ayo!" ucap Zhean menarik tangan Carlotta."Apa?" ucap Carlotta.
"Aku antar. Sepeda kamu biar nginep disini, besok aku jemput kamu." ucap Zhean lagi.
"Apa? Aku nggak denger."
"Ayo pulang. Aku antar. Sepeda kamu biar nginep disini, besok aku jemput kamu." ucap Zhean untuk yang ketiga kalinya.
"Kamu ngomong apa sih, Zhe? Aku nggak denger tau."
Zhean gemas. Ia melepas satu earphone di telinga Carlotta. "AYO PULANG. AKU ANTER. SEPEDA KAMU BIAR NGINEP DULU DISINI. BESOK AKU JEMPUT KAMU. DENGER?!" ucapnya tepat di telinga Carlotta yang tidak memakai earphone.
"Iya, iya, aku nggak tuli kok. Tapi bisa jadi aku tuli mendadak nih denger suara kamu yang cetar membahana." balas Carlotta sambil mengusap satu telinganya.
Mereka berjalan bersisian menuju tempat parkir mobil. Zhean membuka pintu pengemudi di salah satu mobil dan memasukinya. Ia menyalakan mesinnya dan mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir. Carlotta berdiri tegak seperti patung dengan earphone yang masih menempel dikedua telinganya.
"Woi, pendek! Masuk cepet. Mau aku bukain kayak drama-drama korea yang kamu tonton itu?" ucap Zhean sembari menurunkan kaca mobilnya.
Carlotta membuka pintu mobil Zhean. Ia memilih tempat duduk disebelah Zhean kemudian memakai sabuk pengamannya. Ia menghadap Zhean dan menatapnya lalu tersenyum manis hingga matanya yang sipit hanya terlihat segaris dibalik kacamata berbingkai hitam miliknya. Oke kelewat manis.
Zhean balik menatap Carlotta. Mencubit gemas pipinya. Bukan gemas sih, lebih condong ke jijik melihat Carlotta beraegyo. Zhean tersenyum menampakan lesung pipit di kedua pipinya. Overdosis tampan ini mah.
Carlotta menepuk lengan Zhean keras. Sangat keras hingga Zhean mengernyit kesakitan.
"Apaan sih kamu. Jijik tau ngeliatnya!" ucap Carlotta sambil mengalihkan wajahnya kearah jendela. Menyembunyikan wajahnya yang pasti sudah semerah tomat.
"Hahaha.. Habisnya kamu beraegyo begitu. Kayak kucing kepanasan tau nggak." Zhean mulai menjalankan mobilnya.
Lima belas menit berlalu dengan keheningan yang melanda keduanya. Kini mereka berhenti di sebuah rumah sederhana berlantai dua yang luas tanahnya hanya lima belas meter persegi. Pagar rumah itu bercat hitam agak pudar. Seorang wanita setengah baya itu sedang menyapu halaman yang tampak kering.
"Mau mampir dulu, Zhe?" tanya Carlotta.
"Enggak. Aku langsung pulang aja. Seragam aku basah gara-gara kamu nih." balas Zhean sambil menunjukan wajah cemberutnya yang lucu.
"Siapa suruh nyamperin aku." balas Carlotta tak mau kalah.
"Ya habisnya kamu kayak kucing sakaratul maut disiram air sih."
"Ihhh... Nyebelin." ucap Carlotta sambil membuka pintu mobil dan keluar.
"Yaudah, aku pulang ya. Udahan lah ngambeknya. Besok aku jemput jam enam lebih lima belas." Carlotta nampak masih memasang wajah cemberutnya.
"Udah sana masuk. Seragam kamu yang basah bisa buat nafsu birahi cowok yang lewat."
"Iya-iya. Bye." ucap Carlotta memasuki halaman rumahnya. Zhean melajukan mobilnya.
"Ta, kenapa seragam kamu basah?" tanya Rani, ibu Carlotta.
"Tadi di sekolah hujan, Bu. Lotta masuk dulu, mau bersih-bersih badan." ucapnya skeptis.
Carlotta meninggalkan ibunya di halaman. Sedangkan Rani melanjutkan pekerjaannya. Ada sedikit rasa sakit diperlakukan seperti itu oleh putri kandungnya sendiri. Tapi ia tak bisa apa-apa. Carlotta sudah besar, dia bisa menentuka masa depannya sendiri. Itulah yang ada difikiran Rani selama ini.
-.-.-
Zhean mengeringkan rambutnya dengan handuk setelah membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Ia berjalan menuju balkon kamarnya. Melihat halaman luar yang terhubung langsung jalan tanpa ada pagar yang menghalangi. Langit berwarna jingga begitu menarik perhatiannya. Tiba-tiba saja Nicol, kakak lelakinya menghampirinya.
"Ngelamun aja lo. Kesambet setan senja baru tau rasa lo." ucap Nicol menyadarkan lamunan Zhean.
"Nicolas Oliverion yang gantengnya kayak artis di iklan Lourier, lo bisa nggak ketuk pintu dulu sebelum masuk kamar orang." kesal Zhean.
Pletakkk...
Nicol menjitak kepala Zhean keras, "Aktrisnya cewek bego!"
"Yaampun, kenapa Mamah bisa ngelahirin anak bego kayak lo sih?" lanjutnya kemudian.
"Karena gue tampan. Hahaha... Udah sekarang lo keluar dari kamar gue sana."
Nicol menuruti permintaan adiknya. Walau mereka berbeda satu tahun, tetapi Zhean tak pernah memanggil Nicol dengan sebutan 'kakak'. Untunglah Lucy, anak bungsu dari keluarga Oliverion tersebut, yang juga hanya berbeda satu tahun dengan Zhean tidak meniru perilaku kakanya itu.
-.-.-
See u..
-Windyura-
KAMU SEDANG MEMBACA
Boom In Heart
TeenfikceYakinlah bahwa kehidupan yang kalian kejar cukup bergarga untuk diperjuangkan hingga ajal menjemput. Yuk mampir sebentar ke ceritaku. Happy reading 😉😉😉