3. Terlalu bening

7 6 0
                                    

Happy reading....

Carlotta membolak-balikan buku fisikanya. Ia merasa bingung dengan rumus-rumus yang diajarkan Mrs. Fanny. Berulang kali Carlotta mengulang-ulang kalimat yang sama, namun tetap tidak bisa ia pahami. Akhirnya Carlotta menyerah. Ia menutup bukunya dan berjalan menuju kasurnya lalu menghempaskan dirinya.

Carlotta menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan apa saja yang terjadi hari ini. Pipinya mengembung ketika teringat kata-kata Zhean.

"Tapi maaf, kita hanya bisa sebatas friendzone."

"Aakkhhh... Friendzone? Makanan macam apa itu?" ucapnya kemudian mengambil smartphonenya. Carlotta mengetik satu nama dibuku kontaknya.

Rea Ananta.

Ponselnya berbunyi tanda panggilan tersambung. Setelah menunggu beberapa detik, barulah terdengar suara Rea diseberang sana.

"Hallo, Ta. Ada apa malem-malem telpon?" sapa Rea.

"Hai, Re. Gue cuma mau tanya friendzone itu makanan jenis apa?"

-.-.-

Zhean masih berkutat dengan ponselnya walaupun jam sudah menunjukkan pukul 23:24. Apa lagi kalau sedang bermain game online favoritnya. Berulang kali ia kesal karena Nicol selalu mengganggunya. Namun tiba-tiba ia merasa bosan dengan gamenya itu. Zhean beranjak menuju dapur di lantai bawah untuk membuat secangkir kopi.

Zhean menuruni satu persatu anak tangga dengan cepat. Saat tiba di dapur, ia melihat sosok perempuan berambut panjang namun badannya tembus pandang. Zhean mengucek matanya berkali-kali. Namun hasilnya tetap sama. Sosok itu tembus pandang.

Zhean memundurkan langkahnya selangkah kemudian berbalik dan berlari menuju kamarnya.

Dengan nafas yang masih berderu, Zhean membanting dirinya ke arah tempat tidurnya. Menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Memejamkan matanya berharap alam mimpi segera membawanya pergi.

-.-.-

Cahaya mentari menerobos masuk jendela yang tirainya tidak ditutup sejak tadi malam. Carlotta menarik kembali selimutnya hingga menutupi wajahnya. Namun tiba-tiba Carlotta menepis selimutnya kasar, melirik jam di nakas tempat tidurnya.

Matanya membulat sempurna melihat angka yang tertera di jam wekkernya.

Tanpa ba-bi-bu Carlotta menyambar handuknya dan berlari menuju kamar mandi yang ada dikamarnya. Lima menit kemudian dia sudah selesai menyelesaikan ritual pagibya yang biasanya ia lakukan selama setengah jam.

Dengan kesadaran yang masih belum sepenuhnya terkumpul, Carlotta menaiki sepedanya dengan sekuat tenaga. Jarak dari rumah ke sekolah enam kilometer. Cukup jauh untuk pengendara sepeda.

Carlotta tidak mempedulikan orang-orang disekitar yang menegurnya karena perbuatannya. Berulang kali ia menyerempet kucing liar yang muncul tiba-tiba dihadapannya.

Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam dengan kecepatan diatas rata-rata, Carlotta kini tiba di sebuah gedung empat. Ia mengatur napasnya sejenak kemudian menuntun sepedanya menuju tempat parkir area motor. Sekolah ini tidak dilengkapi dengan parkir area sepeda karena hanya sedikit sekali siswa yang masih menggunakan sepeda. Satu per tiga diantanya menggunakan motor, satu per tiga menggunakan mobil, dan sisanya diantar-jemput atau menggunakan kendaraan umum.
Carlotta berjalan menelusuri lorong kelas XI. Saat di tikungan, Carlotta tak sengaja menabrak seorang cowok hingga keduanya tersungkur di atas lantai. Karena kacamata Carlotta terjatuh, ia tak bisa melihat name tag cowok itu dengan jelas. M. Nadilo. Itulah yang dilihatnya.

Cowok itu terbangun dan mengulurkan tangan kanannya, "Sorry." ucapnya kemudian

Carlotta menerima uluran itu. "It's okay. Thanks."

Cowok itu mengambil kacamata Carlotta dan mengembalikannya. "Ini kacamatanya. Maaf gue buru-buru. Sekali lagi maaf." ucapnya sopan meninggalkan Carlotta yang tengah memakai kacamatanya kembali.

Carlotta melanjut jalannya menuju kelasnya. Dari jauh, ia bisa melihat Zhean, Gino, Ragil, dan Edvan sedang duduk di depan kelas. Hal yang biasa dilakukan mereka dipagi hari. Entah apa yang mereka bicarakan.

Edvan yang melihat Carlotta memasuki kelas pun menyenggol lengan Zhean yang kebetulan duduk disebelahnya. "Jadi, kapan lo nembak Carlotta?"

Zhean hanya mengedikka bahu sebagai balasan. Edvan berdecak kesal karena tak puas dengan jawaban Zhean. "Kalo kelamaan gue sikat tuh Carlotta. Lagian dia cantik juga kalau lepas kacamata." ucap Edvan menggoda Zhean.

"Awas aja kalo lo berani nembak Carlotta. Gue cincang terus jadiin lauk sarapan gue lo!" serunya jengkel.

"Lagian ya, Edvan ga mungkin kok nembak Carlotta. Kan dia lagi ngejar Rea, temen sebangku Carlotta yang cantik, pinter, plus nggemesin itu." timpal Gino.

"Bener Van? Wah temem makan temen lo, Van. Kan gue udah pernah cerita ke elo kalo gue tuh suka sama Rea." ujar Ragil kesal mendengar penuturan Gino.

"Lah lo kan belum nembak si Rea. Lagian gue udah duluan suka dia daripada lo." ucap Edvan tenang.

"Ya nggak bisa gitu dong Van. Rea itu milik gue. Masih banyak kok cewek di sekolah ini yang lebih cantik daripada Rea." balas Ragil.

"Terus kenapa nggak lo aja yang cari? Itu si Nina, Lucy, Kaila juga cantiknya diatas rata-rata." Edvan masih tak mau kalah.

"Ehhh kok bawa-bawa adek gue sih? Udah deh. Kita tuh udah kelas sebelas, malu dong berantem cuma gara-gara cewek. Dan sebelum janur kuning melengkung, jomblo bebas menikung. Bersainglah secara sehat. Toh Rea juga kayaknya lagi deket sama Juna kelas sebelas IPS-5." ucap Zhean melerai keduanya.

"Waaahhh parah lo, Zhe. Malah ngomporin kita nih." ucap Ragil dan Edvan kompak.

"Nah gitu dong kompak." ucap Zhean disambut tawa dari ketiga temannya.

Bel tanda masuk berbunyi. Keempatnya memasuki kelas. Saat melewati meja Rea, Ragil mencuri pandang dan dibalas kekehan kecil Rea. Sedangkan Zhean terang-terangan tersenyum kepada Carlotta yang membuatnya meleleh bak es batu yang dipanaskan.




See u..
Windyura

Boom In HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang