[7]

26 2 0
                                    

Fabulously Sweet
.
.
.

     Kanaya berjalan mondar-mandir khawatir dengan keadaan Ano. Pasalnya, dia tidak tahu apa yang sebenarnya yang terjadi dengan Ano. Wanita itu menoleh ketika suara pintu tertutup terdengar di telinganya.

     "Bagaimana keadaan dia dokter?" tanya Kanaya khawatir.

     Sang dokter pun menghela nafas, "Dia baik-baik saja. Tapi, ada masalah dengan ingatannya yang belum pulih itu membuatnya merasakan pusing mendadak."

     Nafas Kanaya tercekat mendengar penuturan sang dokter. Ia melupakan bahwa pria asing yang ia beri nama Ano itu mengalami amnesia.

     "Bukankah dia pasien yang kabur beberapa hari yang lalu?" ucap dokter di depan Kanaya membuat wanita itu terkejut.

     "Maksud dokter?" tanyanya bingung.

     "Dia pasien kami yang kabur. Padahal seharusnya dia sudah pulih total dengan bedrest di rumah sakit. Tapi dia malah kabur dan tidak melakukan istirahat penuh. Untuk masalah ingatannya, kita harus membantunya secara perlahan-lahan agar pasien tidak merasakan pusing hebat," ucap dokter diangguki oleh Kanaya. Ada satu pertanyaan yang terlintas di benak Kanaya saat ini.

     "Apakah dokter tahu identitas pasien itu?" Kanaya berharap bisa mengetahui identitas pria asing itu.

     "Tidak, Nona. Beberapa hari yang lalu, pasien itu mengalami kecelakaan yang cukup parah hingga menyebabkan dia kehilangan ingatannya. Tidak ada keluarga yang mengetahui bahwa pasien itu mengalami kecelakaan sepertinya," jelas sang dokter.

     Kasihan, batin Kanaya.

     "Oh seperti itu. Terimakasih dok,"

     "Ya sama-sama, Nona. Tolong perhatikan kondisinya dan jaga dia. Saya pergi dulu,"

     Kanaya membuka pintu ruangan Ano di rawat. Wanita itu melihat seorang pria yang tampak pucat dengan pakaian rumah sakit. Kanaya mendekati pria itu dan mengelus rambutnya.

     "Kasihan sekali kau,"

     "Engh..." Kanaya terkejut melihat kelopak mata pria itu yang terbuka. Dengan cepat dia menjauhkan tangannya itu dari rambut Ano.

     "N-nona? Aku dimana? Sshhh pusing..."

     "Eh sudah-sudah... Kau ada di rumah sakit. Tadi kau pingsan saat bekerja dan aku membawamu kesini. Kau harus beristirahat Ano," panik Kanaya.

     "Minum," Kanaya yang mendengarnya langsung mengambil gelas berisi air di nakas sampingnya itu.

     "Ini... Pelan-pelan,"

     "Terimakasih,"

     "Aku akan menyelesaikan administrasimu dulu. Kau jangan kemana-mana," ucap Kanaya sambil mengembalikan gelas di tempat semula.

     "Tidak perlu repot-repot, Nona. Aku yang akan membayarnya, aku akan mengumpulkan uang," ucap Ano.

     "Tidak-tidak. Aku akan membayarnya," ucap Kanaya lalu pergi. Sebelum itu dia berkata, "tetap disitu. Kau beristirahatlah. Dan jangan coba-coba untuk kabur lagi!"

     Ucapan Kanaya itu dibalas kekehan oleh Ano. Dia tahu maksud akan perkataan Kanaya. Pria itu menatap sendu kepergian Kanaya. Mungkin ia mengatakan sesuatu dibenaknya. Maaf.

.
.
.

     Kanaya berjalan menuju tempat administrasi. Kakinya yang jenjang melangkah dengan panjangnya. Namun seketika langkah wanita itu terhenti ketika melihat sosok yang dikenalnya berada di depannya, meski sosok itu membelakangi Kanaya.

     "Jio? Kenapa dia ada disini?" heran Kanaya. Tanpa berfikir lagi Kanaya menghampiri Jio yang sedang berada di tempat administrasi. Namun sosok wanita datang dari arah berlawanan dan kemudian merangkul lengan Jio. Hal itu membuat Kanaya semakin heran dan terasa panas?

     "Siapa wanita itu?! Kenapa dia bersama Jio? Sialan! Bukankah katanya Mamanya masuk rumah sakit? Tidak mungkin kan wanita itu Mamanya? Shit! Pembohong, "  Kanaya dengan cepat mengambil ponselnya dan mendial nomor seseorang, yang tak lain adalah kekasihnya—Jio—Dia harus memastikan sesuatu. Bisa saja itu sepupunya.

"Halo, Naya? Ada apa?"

     Dapat dilihat Jio yang sedang menerima telepon dari Kanaya tanpa melepaskan rangkulan dari wanita aisng itu. Mata Kanaya berkilat marah melihat hal itu.

"Ah ya. Kau ada dimana?"

"Loh. Aku kan sudah bilang kalau Mama masuk rumah sakit, Naya,"

"Oh iya aku lupa. Kau masih disana? Aku akan menjenguk Mama mu ya. Kirimkan alamatnya, aku akan datang,"

"E-eh jangan-jangan. Kau tidak perlu repot-repot. Sudah ada aku disini yang sedang menunggu Mama di kamar inap. Aku tutup dulu teleponnya ya, Naya. Bye,"

     Tuttt...

     Telepon diputus sepihak oleh Jio. Entah mengapa sikapnya itu membuat Kanaya marah. Pembohong!

.
.
.

Hi 😊 Vote and comment yuk
Cuzzzz
Pencet bintang di pojok kiri bawah yhaaa 😊Makasih...

👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
👇
🌟

Fabulously SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang