Nine~ [COMPLICATED]

77 11 1
                                        

“Oke, selamat. Fix gue tertantang buat naklukin lo.”

—Reynathan Pradipta

•BE MINE•

[COMPLICATED]

Rey kali ini sudah bersiap dengan sebuah coklat ditangannya yang sudah dia siapkan untuk diberikan kepada Naya. Biasanya, cara ini selalu berhasil Rey lakukan untuk menarik hati perempuan. Dan semoga saja, dengan Naya pun begitu.

Rey melihat sekeliling kelas, belum ada tanda-tanda kedatangan Naya. Padahal bel masuk sudah hampir berbunyi beberapa menit lagi.

"Wuihh, coklat buat siapa tuh?" Kelvin bertanya kepada Rey begitu cowok itu datang sambil duduk ditempat duduknya.

Frans yang ikut menghampiri Rey menjadi tertawa. "Buat siapa Rey? Veronica? Anna? Atau Zela?" tanyanya membuat Rey hanya menatap sinis pada temannya itu.

"Banyak ya cewek lo Rey." Sahut Kelvin sambil tertawa.

"Naya mana?" Rey justru mengalihkan pembicaraan. Dia kemudian duduk ditempat duduk Naya. Sambil menunggu gadis itu datang, sesekali Rey mencoret-coret meja Naya dengan tulisan namanya.

Frans dan Kelvin hanya tertawa melihat tingkah konyol Rey itu, padahal mereka baru saja mengenal cowok itu. Tapi mereka seolah sudah mengenal jauh sosok Rey.

"REY!"

Teriakan itu sontak membuat Rey terkejut, coretannya dimeja Naya yang baru saja akan menyelesaikannya dengan menulis huruf N menjadi tercoret tak beraturan.

"LO GILA?!" Naya menghampiri Rey, mengusir cowok itu dari tempat duduknya. "Ngapain lo coret-coret meja gue? Gak ada kerjaan banget ya lo?" marahnya.

Seisi kelas yang melihat Naya marah kepada Rey hanya diam, kebetulan sekali pagi ini dua teman dekat Naya belum datang. Membuat tidak ada yang bisa meredakan emosi Naya.

"Gue nunggu lo." Rey berucap sambil menunjuk Naya.

Naya hanya memasang ekspresi marahnya. Ia sangat tidak menyukai sikap Rey yang seenaknya mencoret-coret mejanya seperti itu.

"Gue mau ngasih ini!" Rey memberikan coklat yang ada ditangannya pada Naya. "Lo bisa gak sih? Sehari tanpa nyolot sama gue? Hobinya marah-marah mulu. Pantes aja gak laku-laku!" sambungnya mencerca Naya.

Naya membuang napasnya berat, kemudian menatap tajam Rey. "Lo juga sehari aja bisa gak sih jangan ganggu hidup gue? Gak usah cari masalah sama gue? Lo pikir gue gak cape berurusan sama lo terus?!" balasnya kemudian memberikan kembali coklat itu pada Rey. "Ambil coklat lo! Gue gak butuh!" sambungnya.

"Lo kok gak ngehargain gue sih?" Sahut Rey mulai tersulut emosi.

"Apa yang harus gue hargain dari lo?" Naya menatap Rey sinis. "Gak ada."

"Gue gak yakin kalau lo manusia Nay." Rey menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue juga gak yakin kalau lo manusia." Naya menirukan gaya Rey dengan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Manusia mana yang punya keusilan tingkat akut kayak lo, mainin cewek sana sini, nakal sana sini."

Melihat situasi semakin tidak terkendali, Frans dan Kelvin mulai menarik Rey untuk menjauh. Sedangkan Naya dengan sinis menatap Frans dan Kelvin secara bergantian.

"Urus tuh temen lo." Naya berucap kepada Frans dan Kelvin sambil melirik Rey.

Rey melepaskan tangan Kelvin dan Frans yang menahannya, kemudian dia melirik Naya dengan senyum miringnya.

"Oke, selamat. Fix gue tertarik buat naklukin lo." Ucap Rey. Matanya menatap sepenuhnya pada Naya.

Naya mengatupkan bibirnya, matanya terus menyorot kearah Rey. Namun tak disangka, ada gelombang kecil didalam hatinya yang memberontak seakan ingin terbebas dalam penjara yang selama ini mengurungnya.

•BE MINE•

Rey kali ini sudah berada di rooftop, sendirian. Tanpa Frans dan Kelvin. Dia butuh menyendiri. Dan dia memutuskan untuk bolos kesini. Kali ini yang ada dipikirannya adalah bagaimana langkah awal untuk menemukan ibunya.

Rey tidak ingin mengecewakan Rifan, adiknya itu masih terlalu kecil mengerti situasi yang Rey alami.

Satu batang rokok cowok itu hisap, menghisap dalam-dalam asap yang merupakan kenikmatan sesaat itu. Kemudian mengeluarkan kembali lewat mulutnya tanpa beban.

Rey terkadang membenci hidupnya, bagi orang lain mungkin Rey adalah manusia tidak jelas karena hidup dengan bebas tanpa aturan. Hidup bebas tak tentu arah. Bermain-main dengan takdir yang selalu menyudutkannya diposisi yang sulit.

Jika orang lain merasa Rey adalah sampah. Namun, bagi Rey dia lebih dari itu. Bahkan kata sampah masih terlalu bagus untuknya. Karena bagi dirinya sendiri, dia adalah orang yang tidak berguna.

"Reynathan?"

Rey melirik malas kebelakang, sedikit terkejut. Namun kemudian dia kembali menikmati apa yang dia lakukan.

Gadis itu mulai bergerak mendekati Rey, yang jelas itu bukanlah Naya. Jika dia Naya, dia pasti sudah berteriak kencang dan memukul Rey habis-habisan. Atau mungkin enggan menghampiri dirinya.

"Ngapain lo kesini?" Rey mulai mengeluarkan kata-katanya.

Naina hanya terdiam, bingung harus menjawab apa. Dia menyelipkan rambutnya kebelakang daun telinga. "Gu—gue gak tau kalau lo ada disini. Maaf kalau gue ganggu lo."

Kemudian Naina mulai melangkah pergi, namun pergerakannya berhenti begitu suara cowok itu memanggilnya.

"Naina!"

Naina berbalik menghadap Rey dengan cemas-cemas, dia takut jika harus berurusan dengan cowok ini.

"Lo juga kesini mau bolos kan?" Tanya Rey.

Naina mati kutu, panas dingin merambat ke seluruh tubuhnya. Demi apapun, ini lebih buruk dibandingkan Naina kepergok bolos sama guru Bk.

Rey menepuk-nepuk tempat disebelahnya, memberi intruksi secara tidak langsung untuk menyuruh gadis itu duduk disampingnya.

"Gue mau balik ke kelas aja Rey." Ucap Naina.

"Nanti lo malah laporin gue lagi." Jawab Rey.

Naina menggeleng. "Enggak! Enggak kok Rey, gue gak bakal laporin lo!"

"Ya udah, disini aja. Dengerin cerita gue." Rey kembali menepuk-nepuk tempat disebelahnya.

Naina melirik sekitar, dia menatap keatas. Semoga setelah kejadian ini, dia tidak akan memiliki masalah lain dengan Reynathan ini.

###

Jangan lupa tinggalkan jejak! Satu bintang dari kalian merupakan apresiasi yang luar biasa bagi author:)

See u next capt!:*

BE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang