____________________
Ini adalah akhir bagi kamu yang menginginkan rute Dazai Osamu.
Setelah selesai membaca, kamu bisa langsung lompat ke chapter SAYONARA, jika tak ingin melihat akhir dari rute Odasaku/Ango dan Fukuzawa Yukichi.
____________________
Aku adalah geiko termasyhur di distrikku. Hampir tak ada pejabat yang tidak mengenalku, karena aku telah hadir di perjamuan para pejabat terkenal di sini setidaknya satu kali. Popularitasku bahkan mengalahkan kakak asuhku, Kouyou-neechan, tetapi hal ini tidak menjadi bahan untuk berkelahi. Ia bangga sekali denganku dan kami sering menghibur klien bersama.
Aku adalah geiko termahal di distrikku, kata mereka. Pada waktu itu usiaku baru dua puluh lima tahun, tetapi aku sanggup membayar hampir seluruh hutang-hutangku kepada okiya. Berbeda dengan teman-temanku yang banyak menghabiskan uang mereka di bar dan toko-toko kimono, aku berusaha mengembalikan semua uang yang telah dipinjamkan okiya kepadaku.
Aku sudah menjelaskan kepadamu, bukan? Semua pakaian bagus itu, hiasan rambut, biaya sekolah seni, makanan... semuanya terus dihitung mulai dari tahap pertama aku dididik menjadi geiko, sampai saat ini. Aku tidak suka menumpuk hutang banyak-banyak. Jika semuanya sudah lunas, aku dapat hidup sesuai dengan keinginanku. Mungkin aku akan terus mengabdi ke okiya dan mendapatkan adik asuh. Mungkin aku akan membuka kedai teh atau ochaya-ku sendiri.
Entahlah, mungkin. Pada masa-masa indah itu, aku tak mau terlalu memikirkannya. Aku sudah cukup bahagia dengan hidupku, tentu saja. Hutang-hutangku hampir lunas. Semua orang di distrik ini menyukaiku. Oke, aku tidak menganggap keberadaan para geiko yang iri dan melirikku sambil nyinyir setiap kali aku melewati mereka, terserah mereka.
Aku benar-benar tak mau terlalu memikirkannya, setidaknya sampai aku mendapatkan sebuah kejutan.
"Selamat malam."
Waktu itu, aku membuat janji dengan Oda-san dan Sakaguchi-san di bar. Ya, aku masih berhubungan baik dengan mereka berdua, dan aku mendapat kabar bahwa Oda-san sedang singgah ke sini sebentar. Jadi, walaupun sekarang sudah pukul sebelas malam, aku rela datang ke tempat itu sendiri.
Hanya saja, satu-satunya tamu yang ada di tempat itu adalah Dazai Osamu.
"Tunggu dulu, jangan pergi! Waktuku tak banyak! Kumohon!"
Aku sedang berbalik untuk keluar dari sana ketika pria itu memanggilku. Lima jarinya ada di pergelangan tangan kiriku. Sepasang netra kastanye itu menatapku penuh harap.
Ah, dia pasti juga melakukan hal ini kepada banyak perempuan lain!
"Lepaskan aku."
"Tidak," ujarnya sambil mendekatiku, "aku tak mau melepaskanmu lagi. Kemarin, kita bertemu di kuil, tetapi kamu menghindariku. Kita juga selalu berpapasan di festival musim panas, tetapi kamu tak menggubrisku. Kamu menerima surat-surat dariku, 'kan? Ada apa?!"
Aku tidak menjawab. Laki-laki ini memang tak pernah bisa kupahami.
Ya, dia selalu mengirimkan surat kepadaku, dan isinya sangat manis. Ia memuji penampilanku. Ia mengajakku bertemu secara rahasia. Ia mengungkapkan rasa rindunya akan tawa dan senyumanku, juga semu merah pada pipiku, dan saat-saat kita bersama, seperti ketika ia mengantarkan aku pulang ke okiya di bawah sinar rembulan.
Hanya saja, apa artinya jika iapun melakukan hal yang sama kepada geiko dan oiran lainnya? Apa artinya jika iapun merayu setiap gadis cantik yang mau menemaninya di malam hari, dan rela dicampakkan olehnya ketika pagi menjelang? Aku tidak mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Lights
FanfictionAku adalah tarian yang menyuratkan gegap gempita ruangan yang hingar-bingar itu. Suara shamisenku adalah karunia yang membentangkan senyum pada setiap wajah-wajah asing di ruangan itu. Seni adalah napasku, kebahagiaan adalah hidupku, sedangkan semua...