17 - Safira benci Papa!

366 24 0
                                    

Tok... tok... tok...

Seorang gadis berdiri di depan pintu putih besar dengan wajah yang datar. Setelah satu hari berkelana mencari tempat tinggal, ia akhirnya menyerah. Tidak ada lagi orang yang peduli dengan dirinya yang pincang. Kadang ia heran, apakah begini kepedulian orang - orang pada dirinya?

Gadis itu memilih kembali ke rumahnya yang sudah ia tinggalkan selama 1 bulan lebih. Ia tidak tau bagaimana reaksi Ayahnya ketika ia kembali. Ia sudah tidak tau kemana lagi, dan ia sangat - sangat terpaksa harus kembali.

Tok... tok... tok...

Gadis itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

22.20

Pantas saja sepi. Ini sudah sangat larut dan pasti semuanya sudah tidur. Ia tidak menyangka, sudah berapa jam ia berjalan tidak tau arah hingga ia kembali kesini.

Kriek...

"Selamat Mal---Safira?!"

Safira hanya menatap datar seorang perempuan yang memakai piyama berwarna biru tua yang sebenarnya adalah milik Mamanya. Wanita itu semakin mirip saja dengan Mamanya ketika memakai piyama kesayangan Mamanya itu.

Tidak terasa, air matanya kembali mengalir. Ia merasa wanita perebut Papanya ini adalah Mamanya yang sedang menemuinya.

"Mama," lirih Safira.

Wanita itu terkejut dengan perkataan Safira. Untuk pertama kalinya ia mendengar kalimat lembut dari Safira. Hatinya begitu terenyuh mendengar perkataan Safira yang dalam.

Seketika dada Safira terasa sesak dan kepalanya yang tiba - tiba berat. Ia masih menatap wanita yang ia rasa memang Mamanya, sedetik kemudian, Safira ambruk dan tidak ingat apa - apa lagi. Satu hal terakhir yang ia lihat, Mamanya tersenyum padanya.

*

"Safira,"

Gadis itu mengerjap beberapa detik ketika mendengar panggilan lembut dari orang yang begitu ia kenal.

"Anak Mama,"

Ketika merasakan sentuhan di kepalanya, Safira sontak menoleh ke samping dan menemukan sosok wanita paruh baya yang kini terlihat cantik daripada dulu. Safira langsung terduduk di ranjangnya dan menatap tak percaya wanita yang kini tersenyum padanya.

"Apa kabar?"

Safira tidak bisa berkata apa - apa. Ia hanya bisa tersenyum bahagia.

"Kamu tidak sendiri di dunia ini, Safira. Masih banyak orang yang sayang sama kamu," ucap wanita itu sambil tersenyum lembut dan mengelus rambut Safira dengan penuh kasih sayang.

"Mama selalu ada sama kamu. Walau kamu nggak liat, tapi Mama ada,"

Safira tidak dapat membendung air matanya. Ia sangat merindukan Mamanya. Seorang wanita yang mengajarkannya arti sebuah kehidupan yang sebenarnya.

"Kamu jangan menyerah ya, Sayang. Kehidupan itu tidak selalu bahagia, pasti ada jatuhnya juga,"

Safira hanya mengangguk menanggapi ucapan Mamanya yang begitu lembut.

"Mama yakin, Safiranya Mama pasti bisa. Safira kuat."

"Safira sayang Mama," ucap Safira akhirnya, setelah sekian menit tidak dapat berbicara.

PHILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang