1.AMARA

91 4 0
                                    

Di pagi hari yang cerah, seorang gadis masih asik dengan dunia mimpinya. Jam weker sudah berbunyi. Namun, ia tidak juga bangun dari tidurnya. Hingga suara ketukkan pintu-dapat dibilang gedoran-yang terus-menerus, mengusik tidurnya.

"Ara, bangun! Sudah pagi! Bangun, Ara!"

Suara itu terus menyuruh Amara-gadis itu-untuk bangun. Ketukkan pintu juga semakin cepat hingga berbunyi keras.

Amara merasa terusik dari tidurnya, lantas ia terbangun. Amara melihat jam wekernya. "Oh my god, udah jam 6 lagi!" gumamnya.

"Ara bangun!" suara itu masih ada.

"Iya, Mom."

Amara beranjak dari kasurnya. Ia pergi ke kamar mandi. Setelah semuanya sudah siap, Amara mengambil tasnya dan turun ke bawah

"Morning, Mom, Dad." sapa Amara.

"Morning."

Amara duduk, ia menaruh tasnya di kursi sampingnya yang kosong. Amara memakan nasi goreng sebagai sarapan pagi ini. Jujur, Amara tidak terbiasa dengan hanya makan roti untuk sarapan.

"Mom, Dad, Ara berangkat dulu, ya. Takut telat!" pamitnya.

"Suruh siapa, di bangunin gak bangun-bangun." ucap Mom, ketika Amara mencium kedua pipinya.

"Udah, ah. Bye,"

"Hati-hati, sayang." pesan Dad

Amara pergi berangkat sekolah menggunakan mobilnya. Ia melaju dengan kencang, membelah jalanan kota ini.

-AMARA-

Di sebuah rumah, seorang remaja laki-laki sedang menuruni tangga. Tangga demi tangga dilewati dengan langkah lebar. Ia menuju ruang makan.

"Pagi, Bunda, Ayah."

"Pagi"

Adit memakan sarapannya, menggunakan roti. Adit sudah terbiasa sarapan hanya menggunakan roti, berbanding terbalik dengan Amara.

"Udah, ya, Adit berangkat dulu."

"Kamu hati-hati, ya."

"Iya, Bun."

Adit pergi menggunakkan motor sportnya yang berwarna merah. Ini termasuk motor kesayangan Adit.

-AMARA-

Amara berjalan di sepanjang koridor. Hari masih pagi, tapi disekolah sudah ramai. Ini pertama kali berangkat sekolah setelah liburan kenaikkan. Karena hari pertama, mereka berangkat pagi untuk menentukkan tempat duduk. Tapi mungkin hanya sementara, jika guru yang bersangkutan menentukkan tempat duduk muridnya.

Kini Amara berada dikelas XII MIPA 1. Amara duduk di barisan ke dua dari depan. Menurut Amara, barisan ke dua itu sangat pas. Jika dibarisan paling depan guru akan melihat kita. Jika dibarisan belakang, ia tidak dapat memahami apa yang guru jelaskan.

"Ara."

Teriakkan dari kedua sahabatnya mampu mengalihkan perhatian beberapa Siswa/i yang ada didalam kelas.

Disana, didepan pintu Ana, Nabila dan Riska berdiri. Nabila memutar bola matanya ketika mendengarkan teriakkan Ana dan Riska.

Sahabatnya langsung menghampiri Amara dan memeluknya.

"Gue kangen banget tau sama lo." ucap Ana setelah melepaskan pelukkannya.

"Apalagi gue, Ra. Gue kangen sama lo bangeeeeett," ucap Riska dramastis.

"Lebay."

Amara terkekeh mendengarkan cibiran Nabila. "Gue juga kangen sama lo pada."

Nabila tidak suka berbasa-basi. Ia langsung duduk di belakang Amara. Entahlah, ia heran kenapa dirinya mempunyai sahabat seperti itu.

Nabila langsung membuka tas-nya dan mengeluarkan novel yang biasa dibawanya. Jika sudah bersama novelnya, ia seakan lupa dengan dunianya.

Riska duduk di samping Nabila. "Lo tuh kalau udah ketemu sama pacar lo itu, selalu gak perduli terhadap sekitarnya."

Ucapan Riska sama sekali tidak dijawab oleh Nabila. Ucapan Riska seperti angin yang lalu. Hal ini membuat Amara dan Ana tertawa menertawakan Riska.

Udah tau Nabila gak akan jawab kalau sedang baca novel. Eh, ini malah di ajak ngobrol.

Mungkin itulah yang ada dipikiran Amara dan Ana. Riska kesal dengan teman-temannya. "Udah kenapa? Ketawa terus. Kayak orang gila." cibirnya.

Amara dan Ana menghentikan tawanya. "Kita berhenti," ucap Amara dengan kekehan yang masih terdengar.

"Lo-nya lagi, udah tau Nabila gak bakal lo jawab. Lo ajak ngobrol dia." ucap Ana setelah menghentikan tawanya.

"Tapi 'kan-"

"Udah." ucapan Amara menengahi. Selanjutnya mereka berbicara tentang liburannya.

-AMARA-

Adit melewati koridor-koridor yang telah ramai. Banyak siswa siswi yang berbincang-bincang didepan kelas. Langkah Adit berhenti saat seseorang memanggilnya.

"Adit."

Adit menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Disana, sahabatnya berdiri. Rizki menghampiri Adit.

"Gue panggilin dari tadi, gak nyaut-nyaut."

"Masa?" ucap Adit tidak percaya. "To the point aja, lo mau ngomong apa?"

Rizki menggaruk tekuknya yang tidak gatal. "Gak ada. Cuma mau ke kelas bareng sama lo." ucapnya disertai dengan cengiran menyebalkan.

"Anjing!" umpat Adit. "Lo kalau gak penting, jangan manggil gue." Adit pergi meninggalkan Rizki sendirian di koridor kelas yang mulai sepi.

"Woy, Adit. Jangan tinggalin gue, kenapa?" teriaknya menggelegar.

Adit pun membalas dengan teriakkan juga. "Jalan aja, Anjing! Gak gue halang-halangin tuh jalan."

Semua siswa dan siswi sudah tau kelakuan Adit dan Rizki, jadi mereka tidak heran.

"Gue bukan Anjing, sialan!"

Bersambung...

131019

AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang