Tidak terasa tinggal menunggu dua hari lagi, camping akan dilaksanakan. Satu hari menjelang camping, sekolah biasanya akan diliburkan dengan alasan untuk mempersiapkan kebutuhan di camping nanti.
“Bagi seluruh siswa dan siswi. Di mohon untuk segera berkumpul di lapangan, karena ada beberapa hal yang akan di sampaikan oleh kepala sekolah.”
Terdengar beberapa langkah kaki yang berlarian menuju lapangan. Begitu juga dengan Amara, Ana, Nabila, dan Riska. Sesampainya di lapangan mereka berbaris dengan rapi, sesuai dengan kelas masing-masing.
“Selamat pagi,”
“Pagi,”
“Setiap tahun sekolah kita biasa mengadakan camping. Oleh karena itu, saya ingin seluruh siswa dan siswi ikut serta dalam memeriahkan camping tahunan sekolah kita. Jika ada yang sakit, kalian dapat memberitahukan kepada saya ataupun guru lainnya.”
“Besok akan saya liburkan untuk kalian mempersiapkan keperluan yang sekiranya penting di camping nanti. Kita berangkat ke sana menggunakan bus.”
“Pukul delapan kalian harus sudah berada disini. Mungkin cukup sekian informasi yang saya berikan. Silakan kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran kembali.”
-AMARA-
“Gue udah gak sabar. Pengen cepet-cepet camping.”
Dari nada suaranya, sudah dapat di tebak. Jika orang tersebut sangat menyukai yang namanya camping.
“Gue heran sama lo. Apa enaknya camping sih?” gerutu Riska.
“Ya enak, camping tuh buat kita tau tentang hal-hal yang kita belum tau di sekolah.”
“Menurut gue, camping itu.. suatu hal yang sangat membosankan.”
“Itu ‘kan menurut lo.”
“apa sih, kok jadi ribut?” tanya Amara.
“Dia duluan,” ucap Ana sambil menunjuk Riska.
“Lo yang duluan,”
“Apaan, kok gue? Lo kali yang mulai duluan.”
“Stop! Setiap orang punya pendapat sendiri.” suara Nabila menghentikan perdebatan mereka.
Semuanya diam hingga Amara memecahkan keheningan, “Gimana kalau besok kita beli peralatan buat camping?”
Usulan itu diangguki semuanya.
“Beneran, ya?”
“Iya,”
-AMARA-
“Ara!”
Pagi-pagi sekali, Ana dan Riska sudah berada di depan rumah Amara. Nabila tidak ada di situ dikarenakan mereka akan mencari keperluan camping di mall dekat rumah Nabila. Jadi, mereka akan pergi ke rumah Nabila terlebih dahulu.
“Apa, sih. Berisik banget.”
Itu suara Amara dari balkon kamarnya. Ana dan Riska melihat ke atas.
“Turun lo!” perintah Riska.
“Nagapain?”
“Lo lupa?” tanya Ana.
Amara mencoba mengingat kembali percakapan mereka. Kemarin, mereka membicarakan tentang camping yang membuat Ana dan Riska berdebat hingga ia... Ah, iya. Sekarang Amara sudah mengingatnya.
“Udah ingat ‘kan?” tanya Riska.
“Iya, tapi ini masih pagi.”
“Cepetan!”
“Yaudah, tunggu. Kalian ke kamar gue, gue mau mandi.” setelah itu, Amara masuk kembali ke dalam kamarnya.
Ana dan Riska masuk ke dalam rumah Amara. Saat akan menaiki tangga, mereka berpapasan dengan Mommy.
“Eh, kalian. Mau ke kamar Ara, ya?”
“Iya, tan.” jawab mereka.
“Yaudah, kalau sudah selesai langsung ke meja makan, ya.”
“Siap, tan.”
Mereka memasuki kamar Amara. Dan di sana Amara sedang bersiap-siap.
“Lo mandi atau apa? Cepet bener,” sindir Riska.
Amara hanya terkekeh menanggapi sindiran dari Riska.
“Yaudah, yuk, kita pasti udah di tungguin Mommy dan Daddy.”
-AMARA
Di sinilah mereka berada, sebelumnya mereka pergi ke rumah Nabila. Mereka mengunjungi beberapa toko yang menjual beberapa alat-alat untuk camping. Setelah merasa sudah dibeli alat-alat yang mereka perlukan. Mereka pergi ke cafe yang tidak jauh dari situ untuk bercerita. Dan berlanjut ke rumah Nabila.
Senja sudah hilang tinggal menyisahkan kegelapan, tapi mereka masih berada di kediaman Nabila.
“Eh, udah malam. Gue balik dulu, ya.” ujar Amara.
Ana melihat jam di pergelangan tangannya. “Gue juga balik deh.”
“Gue balik juga.” ucap Riska.
Nabila berdiri, untuk mengantar mereka sampai depan pintu rumahnya. Mereka berjalan melewati ruang keluarga, disana ada Ibu, Bapak dan adik-adiknya Nabila.
“Kalian udah mau pulang?”
“Iya, tan.” jawab mereka.
“Yaudah, hati-hati.”
Sekarang mereka berada di halaman rumah Nabila. Mereka berbicara sebentar untuk mengakhiri perjumpaan pada hari ini.
“Sampai jumpa besok. Bye,” ujar Amara kepada sahabatnya.
“Bye.”
Nabila mengangguk.
Satu persatu mobil yang dinaiki mereka menghilang dari pandangan Nabila. Hanya ini, harapan Nabila. Hubungan persahabatan yang baik tanpa adanya gangguan ataupun masalah.
Nabila memandang langit sebentar, kemudian ia memasuki rumah dan tidak lupa mengunci pintu.
Bersambung...
Warning!
1. Chapter ini mengandung girl's time.
2. Chapter ini juga mengandung kebosanan yang haqiqi.271119
KAMU SEDANG MEMBACA
AMARA
Teen FictionAku tidak menyadari, jika aku mencintaimu sejak awal kita bertemu. Kini aku baru menyadarinya, setelah kau bilang bahwa kau mencintai sahabatku. Aku tahu, jika sahabatku juga mencintaimu. Persahabatanku hancur karena sahabatku yang lain juga mencint...