2.AMARA

49 4 0
                                    

Adit memasuki kelasnya, ia duduk disamping bangku yang ditempati Nabila dan Riska. Tidak bermaksud apa-apa Adit duduk disamping bangku Nabila. Hanya saja, tempat itu yang masih kosong.

Terdengar suara teriakkan dari arah luar kelas. Mereka—yang ada di kelas—mengenali siapa yang berteriak dari segi suaranya mereka sudah tahu.

“Adit!!!”

"Adit, lo kenapa ninggalin gue, hah?" tanya Rizki kepada Adit sambil berteriak.

"Heh, lo bisa diem gak sih!" ucap seseorang, siapa lagi jika bukan musuhnya, Riska. Setiap mereka bertemu pasti akan ribut di tempat umum sekali pun.

"Suka-suka gue lah." ya, seperti inilah keduanya selalu adu mulut.

“Gini, nih. Kalau ngomong sama orang gila.”

“Siapa yang gila?” tanya Rizki meninggikan suaranya.

“Lo!”

“Apa? Gue? Lo kali yang gila.”

Saat Riska ingin membalas perkataan Rizki, Nabila menengahi mereka. “Stop!!” Nabila berteriak untuk menengahi perdebatan mereka. Ia sendiri mulai bosan yang selalu melihat perdebatan mereka itu.

Suasana menjadi hening. Karena siswa dan siswi tidak akan berani untuk menyela perkataan Nabila, apalagi menyuruh Nabila untuk bicara.

“Kalian itu apa-apaan sih udah gede juga. Kalian itu udah SMA bukan TK lagi. Gak usah ribut bisa gak sih? Please, setiap kalian ketemu jangan ribut! Kalau kalian mau ribut? Yaudah jangan disini! Berisik! Kalau kalian jodoh baru tau rasa Ingat! Benci sama cinta beda tipis.” inilah Nabila jika menurutnya salah, pasti akan diceramahin panjang lebar.

“Gue jodoh sama dia? Gak mungkin.” Rizki sebenarnya ingin berdamai dengan Riska. Tapi, entah kenapa Rizki gak bisa melakukan itu. Karena membuat Riska marah, itulah hobinya. Membuat Riska udah menjadi kebiasaan harinya. Jika tidak melakukan itu, dia merasa sepi.

“Cih! Siapa juga yang mau dapat jodoh orang gila kayak lo?!”

“Diam!!” untuk sekian kalinya Nabila angkat bicara. Ia menatap tajam mereka—Rizki dan Riska.

Tak berapa lama guru pun masuk.

"Selamat pagi, anak-anak." Ucap Bu Dinda selaku wali kelas XII IPA 1.

"Selamat pagi, Bu."

"Karena hari ini pertama kali kalian berangkat sekolah setelah liburan. Maka kita hari ini gak ada pelajaran. Pelajaran seperti biasa akan di mulai besok. Sekian dan terima kasih."

Setelah memberi informasi kepada murid-murid. Bu Dinda langsung meninggalkan kelas XII IPA 1.

“Girls, kantin yuk!” ajak Riska kepada sahabatnya yang sibuk dengan handphone nya.

“Yuk.” jawab Amara dan Ana sedangkan Nabila hanya menganggukkan kepala.

Amara, Nabila, Ana dan Riska berjalan melewati koridor-koridor kelas. Setelah sampai di kantin. Mereka mengedarkan matanya untuk mencari meja yang kosong untuk ditempati mereka. Hari ini kantin sangat ramai. Maklum lah seluruh kelas gak ada pelajaran. Jadi, banyak yang memilih kantin sebagai mengisi waktu kosongnya dari pada ke perpustakaan. Setelah menemukan meja yang kosong, mereka berjalan menuju meja tersebut.

“Mau makan apa kalian? Biar gue aja yang pesenin.” tawar Riska.

“Gak sekalian di traktir nih.” canda Ana sambil menaik turunkan alisnya.

“Gak lah! Nanti gue bisa rugi gara-gara traktir kalian.” sahut Riska dengan nada kesal yang dibalas kekehan dari sahabatnya.

“Pelit!” celetuk Nabilah.

“Dih, terserah gue dong. Jadi, kalian mau pesan apa?” tanya Riska kembali.

“Gue bakso sama es teh.” ucap Amara.
“Gue sama kayak Ara. Tapi, minumnya jus jeruk.” ucap Ana.

“Lo apa bil?”

“Samain.”

“Samain kayak siapa? Kalau ngomong itu jangan setengah-setengah napa?”

“Ara.”

Riska menghela nafasnya karena jawaban Nabila yang sangat-sangat irit itu. Riska berjalan menuju penjual bakso untuk memesan makanan mereka.

-AMARA-

“Dit, kantin yuk!”

Adit yang sedang memainkan Game online di handphone nya pun menatap Rizki yang notabenya adalah sahabat Adit. Adit pun langsung mematikan handphone nya dan berjalan keluar kelas.

“Eh, lo mau kemana?” tanya Rizki dengan nada keras sebab Adit sudah berada diambang pintu kelas mereka.

Adit pun menoleh kebelakang dan menjawab. “Katanya mau ke kantin, jadi enggak?” setelah mengucapkan itu, Adit melanjutkan jalannya ke arah kantin.

“Lah gue yang ngajak kok malah gue yang ditinggalin.”

Sesampainya di kantin Adit mengedarkan matanya untuk mencari meja yang kosong. Suasana kantin masih sangat ramai, mungkin siswa dan siswi sedang menunggu bel pulang berbunyi. Daripada di kelas sangat membosankan.

“Dit, kita mau duduk dimana? Semua udah penuh.”

“Kita gabung di Ara tuh. Masih ada yang kosong.” Adit menunjuk ke meja di mana Amara duduk.

“Tapi itu kan ada Ris--”

“Riska? Lo mau duduk disini? Kalau gue mah ogah.”

“Tapi, Dit,”

sebelum Rizki menyelesaikan ucapannya, Adit sudah pergi ke meja di mana Mara cs berada. Dengan sangat terpaksa Rizki mengikuti Adit.

“Boleh kita duduk di sini?” izin Adit.

“Boleh.” jawab Amara dengan senyumnya. Adit pun membalas senyumnya.

“Eh, by the way  tuh si nenek lampir kemana?” tanya Rizki karena sedari tadi tidak menemukan musuhnya, Riska.

“Ngapain lo nyariin gue. Kangen? Ogah banget gue dikangenin sama lo.”

“Dih, pede banget lo. Gue carinya nenek lampir bukan lo. Gue juga ogah kali, ngangening lo.” ucap Rizki dengan nada sinis yang dibalas tatapan tajam dari Riska. “Udah lah dari pada gue ngurusin lo, lebih baik gue mesen makanan.” Rizki pergi ke penjual makanan. Sebelum pergi Rizki sempat bertanya kepada Adit terlebih dahulu.

Rizki kembali dengan membawa makanan yang tadi di pesannya. Mereka pun memakan makanan mereka masing-masing. Sesekali mereka bercanda tapi, yang sering bercanda adalah Mara dan Adit. Karena Mara dan Adit sering bercanda, membuat Ana dan Riska cemberut. Padahal mereka tau kalau Mara dan Adit. Tapi, ini tentang perasaan! Gak ada yang tau.  Dan Nabila menyadari itu. Nabila berdoa dalam hati. Jangan sampe persahabatan gue hancur karena ini.

Mereka terus bercanda gurau sampai bel berbunyi menandakan waktunya pulang.

Pulang? Ya, mereka pulangnya dipercepat karena gak ada pelajaran dan hari pertama masuk sekolah. Di sekolah kalian juga begitu bukan? Atau berbeda?

Bersambung...

Jangan lupa untuk vote and comment

AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang