Sepasang mata itu mulai menatapku, kuyakin ia menyadari kehadiranku. Kuyakin sekarang ia mengetahui eksistensiku. Kuyakin sekarang ia tahu bahwa aku hidup. Deru nafas yang menghembus, seolah-olah memaksaku untuk melihatnya, walaupun hanya dari ujung mataku. Dan saat ini kurasakan kembali perasaan itu. Aku merindukannya.
Ia yang hari demi hari semakin terlihat berbeda, ia semakin menunjukkan jati dirinya, percaya diri dan selalu tampil apa adanya dia. Tak dapat kupungkiri bahwa tangan ini memintaku untuk meraihnya, walau hanya sekejap, walau hanya sebatas berjabat, walau rasanya hanya seperti selintas angin. Saat pikiranku dan hatiku sedang terbang mengudara, memikirkan kemungkinan-kemungkinan termanis saat mata ini bertatap, tubuhku rasanya tak mampu mengikuti keinginan mereka. Terlalu tinggi, tertiup angin, mengawang-awang, tak tergapai.
Salahkah jika aku menggantungkan harapan pada tiang kemungkinan? Jika aku benar, tolong ambil harapanku dan simpan itu padamu, sehingga aku tak perlu risau memikirkan apakah harapanku akan bersama orang tujuanku, ataukah ia akan terbang menjauh bersama mimpi-mimpiku bersamamu seiringan dengan hadirnya luka dihatiku?
Simpan hatimu, dan akan ku simpan harapanku. Jangan terbang menjauh, jika ingin digapai. Aku tak tinggi, tak akan mungkin tangan kecilku ini meraihmu yang dengan sengaja terbang tinggi untuk mempermainkanku. Aku hanya ingin kau meringankan bebanku, itu saja. Dengan cara kau mewarnai hari-hariku yang abu-abu, mengisi hariku dengan alunan suaramu yang selalu kurindu, dan selalu ada. Itu sangat sudah cukup bagiku, karena hal itulah langkah awal aku dan kau untuk merajut asa bersama-sama, dibawah payung yang bernama Kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Inside Our Heart
PoetryTak ada yang tahu seberapa dalam isi hati seseorang. Aku menghimbau kalian untuk berhati-hati. Terjebak didalam gelapnya hati penuh luka itu menyakitkan!