7.

166K 10.9K 3.4K
                                    


Dinda sibuk memainkan ponselnya sewaktu guru sedang menjelaskan, dia mengganti status BBM-nya yang semula online jadi nama Geri Alfian Putra, lengkap dengan lambang hati. Sosial media kan ajang pamer, sebuah kewajaran kalau dia ingin semua orang tahu kalau dirinya sudah berpacaran dengan sang pentolan. Dinda juga memperbarui statusnya:

Buat cowok-cowok, jangan patah hati ya. Gue udah taken sama seseorang :p

Baru saja sedetik dia memperbarui status, ponselnya bergetar, dari Geri.

PING!!!

PING!!!

Bawain air minum dingin ke kelas gue, sekarang. Tiga botol! Buruan, gue haus, abis olahraga.

Dinda mengerutkan kening sewaktu membacanya, lalu membalas dengan gemas.

Emang nggak bisa beli sendiri? Ngapain nyuruh-nyuruh, gue lagi di kelas.

Geri:

Karena lo sekarang pacar gue. Buruan nggak? Semenit lo belum ke kelas, gue yang nyamperin ke kelas lo.

"Ish!" Dinda merutuk sebal, akhirnya terpaksa izin ke guru untuk pergi ke kantin. Menuruti instruksi Geri, membeli tiga botol air mineral dingin dan pergi ke kelas cowok itu. Nyatanya, kelas Geri sepi, hanya ada mereka bertiga duduk di dalam yang sedang sibuk mengipas badan dengan tangan. Seragam olahraga mereka terlihat basah terbasuh keringat. Dinda meletakkan botol ke meja, setengah membanting. "Lo nggak bisa beli sendiri?"

"Baru aja disuruh beli air mineral, belum disuruh ngapa-ngapain, udah marah-marah aja."

"Gue bukan pembantu lo."

"Kan lo pacar gue, salah satu tugas pacar gue adalah memberi perhatian. Gue tadi kehausan."

"Terus, lo nggak punya tangan sama kaki buat beli sendiri?"

"Sekarang lo udah jadi tangan sama kaki kanan gue, iya nggak?" Geri meminta persetujuan dari teman-temannya dan dibalas dengan acungan jempol.

Nyebelin banget sih! Dinda menggerutu dalam hati, berniat untuk pergi tapi ditahan oleh Geri. "Eh—eh, mau ke mana?"

"Ke kelas, lah. Emang mau ngapain gue di sini?"

Perlakuan Geri memang selalu tiba-tiba, cowok itu mengambil tangan Dinda hingga mata Dinda memelotot terkejut karena tangannya disentuh, lalu dengan sembrono, Geri meletakkan tangan Dinda di keningnya yang berkeringat hingga Dinda memelik jijik dan spontan mengelapnya ke baju Geri. "Yiekssss, jorok banget sih jadi cowok! Keringetan iiiiiih, malah gue nggak bawa tisu sama antis lagi!" teriaknya histeris, seakan keringat Geri adalah sesuatu yang mengandung virus berbahaya.

"Nah itu peka, gue kepanasan."

"Terus?"

"Kipasin."

"Hah?"

"Hah hah, gue rasa telinga lo itu harus dibawa ke dokter THT." Geri menyandarkan tubuhnya di kursi, sementara kakinya naik ke atas meja, tangannya terlipat di depan dada dan mata yang terpejam.

"Buruan kipasin, Din, ngamuk nanti dia. Berabe dah," Budi ikut memanas-manasi, dan Aditya segera memberikan bukunya ke Dinda.

Tidak ada padanan kata lain yang cocok selain menyebalkan, Dinda terpaksa mengambil buku itu, berusaha untuk tidak protes, tapi bibirnya mengumpat tanpa suara. Komat-kamit seperti dukun tengah merapal mantra.

Geri setengah mengintip dan tertawa dalam hati melihat ekspresi wajah Dinda yang kesal setengah mati. Rencananya berhasil. "Baru beberapa jam pacaran udah bete gitu, ini kan yang lo mau, jadi pacar gue." Geri berucap santai, masih dengan mata terpejam.

KISAH UNTUK GERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang