"Man, ini udah hampir tiga bulan dan dugaan lo salah, dia masih bertahan jadi pacar lo." Sudah menjadi sebuah rutinitas, sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Budi pasti mencari topik untuk dibicarakan. Cowok itu duduk di atas meja sambil menatap Geri yang sedang memutar pena di antara jemari tengah dan telunjuknya.
"Jangan bilang lo udah mulai suka sama dia," Geri ikut bergabung di sebelah Budi. "Jadi, Raini apa Dinda? Yang tegas dong jadi cowok."
"Bisa diem nggak sih kalian berdua?"
"Nggak! Ini masalah krusial. Karena kalau lo jatuh cinta sama dua orang di waktu yang sama, gue saranin lo pilih yang kedua, tahu kan kenapa? Kalau lo benar-benar cinta sama orang pertama. Nggak bakal ada namanya jatuh cinta sama orang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya," ujar Budi dengan nada suara bijaksana bak motivator kondang yang sering muncul di televisi.
"Nah cakep. Menurut penglihatan gue, lo udah mulai jatuh cinta sama Dinda." Aditya menggerakkan tangannya di depan Aditya, berlagak seolah dia sedang meramal.
"Selera cewek gue itu Raini, bukan Dinda."
"Oh ya? Tapi masalahnya, Dinda belum mutusin lo juga, Bos."
"Yoi Bud, gagal deh taruhan kita." Aditya berpura memasang tampang nelangsa. "Lo mau sampai kapan terus pacaran sama Dinda? Gue dapat informasi kalau Raini lagi dideketin tuh sama teman sekelasnya." Tentu saja informasi yang disampaikan oleh Aditya itu tidak benar, hanya sekadar bualan untuk membuat Geri bersikap lebih tegas.
"Siapa?"
"Teman sekelasnya, lupa gue namanya siapa." Aditya melirik Budi. Memberi tatapan isyarat untuk saling berkompromi.
"Gawat ini, masuk siaga empat. Lo harus gerak cepat, kalau nggak mau kehilangan Raini." Salah satu kelebihan Budi yang pantas dimasukkan CV kalau melamar kerja adalah dia sangat pintar menghasut, cocok bekerja sebagai SPG untuk membuat pembeli tertarik membeli produk mereka berkat keterampilannya dalam menarik perhatian.
"Nah tuh, kalau memang nggak suka sama Dinda. Putusin, lah, daripada nunggu dia mutusin lo. Seandainya takut Dinda bakal ngelabrak Raini, tenang aja, dia punya banyak dekengan. Gue sama Aditya siap berada di garda terdepan, kalau bisa menyiapkan pasukan satu pleton untuk melindungi Raini," ujar Budi hiperbola. "Jadi, kapan lo mau putusin Dinda?"
"Hm, menurut gue sih malam ini, ya," Aditya menjawab sambal mengusap dagu, bersikap seolah dia sambil berpikir sewaktu mengucapkan, "kalau dia memang betulan suka sama lo. Asli, dia bakal patah hati banget. Balas dendam yang dulu sempat terpendam waktu dia nyiram lo di kantin, sekarang bakal berhasil. Ditambah lagi putusinnya lewat telepon, itu sakitnya bukan main."
"Sok berpengalaman lo, Dit. Pengalaman putus yang lo rasain aja baru sebatas diputusin sama tali puser waktu bayi."
Mendengar saran dari kedua temannya, Geri tersenyum puas.
****
Dinda tidak masuk sekolah hari ini karena diharuskan mengikuti sidang pembacaan putusan ayahnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pikirannya terpecah belah, kalau bisa dilihat transparan mungkin syaraf di otaknya seolah seperti benang kusut. Sewaktu ruangan dibuka, dia segera masuk bersama pengunjung sidang lainnya, mengikuti panitera hukum, jaksa penuntut umum, serta penasihat hukum. "Majelis hakim memasuki ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri." Dinda berdiri, tangannya sudah terasa lemas, padahal persidangan belum dimulai.
Dalam hati merapalkan doa-doa semoga hukuman untuk ayahnya diringankan.
Majelis hakim masuk ke dalam ruang sidang, setelah sudah duduk sempurna di kursi, Dinda beserta seluruh peserta yang hadir duduk kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH UNTUK GERI
Teen Fiction(Telah Terbit dan Di-Serieskan) Dinda memiliki semua yang diidamkan remaja dalam kehidupannya; tajir, cantik, populer dan dipuja oleh banyak cowok di sekolah hingga akhirnya dia kehilangan semua yang dia miliki dalam waktu secepat kedipan mata. Dind...