Chapter 3

122 0 0
                                    


-Akhir Juni 2018-

Seminggu lagi adalah event yang dinanti-nanti. Mahasiswa jurusan sastra, terutama tahun kedua dan ketiga yang menjadi panitia, sudah menguarkan atmosfir suram. Setiap mengajar di kelas mereka, dosen-dosen bisa merasakan udara yang terasa berat. Kini, tidak hanya satu dua mahasiswa yang tidak hadir dalam satu kali perkuliahan. Nyaris setengah dari kelas dihadiri bangku kosong. Ketidakhadiran mereka kebanyakan karena sibuk mengurus event, atau jatuh sakit karena kelelahan.

Begitu pula di kelas Aina dan Touma. Selama 3 tahun mereka berada di kelas yang sama, kali ini mereka sepakat bahwa di tahun ketiga ini memang paling parah. Bahkan, salah satu dosen yang kurang berpartisipasi dalam jalannya event sempat menyindir kelas mereka, menanyakan ke mana yang lain, dan sebagainya.

Sebagai badan yang mengawasi proses event, hal ini cukup memusingkan Touma. Memang sebenarnya di luar kuasa Touma, tetapi dia juga harus menjaga citranya dan teman-temannya di hadapan pengajar. Selesai kelas sore, Aina menghampiri Touma. Ia ingin lekas pulang ke rumah.


"Anu.... Touma. Setelah ini sibuk nggak?"

"Kan aku udah bilang. Nggak usah tanya gitu. Langsung aja bilang, butuh apa?"

"Iya, iya. Bisa antar aku pulang nggak?"

Touma mendengus. Kedua alisnya bertemu.

"Nggak bisa. Nanti jam 6 aku ada rapat. Pulang sendiri aja, ya."


Aina melirik layar handphone yang sedari tadi ada di tangannya. Saat ini pukul 4 lebih 20 menit. Dari kampus ke rumah Aina, kira-kira memakan waktu 30 menit dengan mobil. Aina menghela nafas.

"Ya udah." Aina membalikkan badan, lalu mengejar seorang temannya yang baru saja keluar kelas. "Akkiiiiiiiiiii! Tungguiiiin!"

Hanya Touma yang tersisa di kelas. Ia mengeluarkan ponselnya, mengecek pesan sambil membereskan barang, lalu bermain game sambil berjalan keluar dari ruangan, dari gedung, sampai ke parkiran mobil.



-Juli 2018-

Sedetik setelah Touma membuka matanya, ia segera tersentak bangun. Matanya mengamati sekitar sementara otaknya memproses keadaan. Kondisi saat dia terbangun : Berbaring di sofa ruang tamu, lampu-lampu masih menyala, matahari sudah bersinar terang menembus jendela. Menurut ponsel yang tergeletak di atas dadanya, sekarang pukul 10 pagi.

Ah, ya, dia ingat. Dia pulang pukul 1 semalam. Setelah mandi dan beres-beres, ia bermain game ponsel di sofa. Bahkan dalam game juga sedang ada event yang berlangsung. Ia tak ingin ketinggalan mendapatkan karakter baru itu, jadi dia masih menyempatkan diri bermain di tengah kesibukannya. Ternyata di saat yang sama, Yuuto juga sedang online. Melalui fasilitas voice chat dalam game, Touma mengajak Yuuto bermain kooperatif bersama. Sampai situ saja.

Touma segera membuka aplikasi chatting dan mulai membaca pintas setiap pemberitahuan chat, mulai dari bawah. Cukup sepi, mungkin teman-temannya juga sama teparnya seperti dia. Untung saja kuliah hari ini diliburkan. Tidak ada chat yang penting, hanya chat ucapan "terima kasih atas kerja kerasnya" dari group kepanitiaan event, chat pribadi Aina yang mengingatkan Touma untuk segera beristirahat, chat berisi kumpulan meme dari group kelas, dan... sangat tak biasa, ada chat dari Yuuto. Ia tak menghiraukan chat yang lain dan langsung membaca chat dari Yuuto.


"Kamishiro-senpai ketiduran ya? lol"

"Makasih ya Senpai! Dapet nih limitednya haha"

"Selamat istirahat, Senpai."


Tiga baris chat itu membuat Touma tertawa. Ia mengetikkan balasannya.

"Wah, maap, maap. Capek banget nih dari event kemarin."

"Kamu juga semalem istirahat yang bener nggak? Gimana pertama kali tampil di event kampus?"

"Hari ini kuliahmu diliburin juga kan? Bisa dipake buat ngelanjutin game lah lol"


Touma tentu saja ingat, sehari sebelumnya, saat event, meskipun bukan bagian dari panitia dan hanya sebagai pengawas, dia membantu banyak proses, termasuk saat drama yang diarahkan Aina tampil di panggung. Dia juga bisa menonton sedikit penampilan para mahasiswa tingkat pertama.

Ini kedua kalinya Touma melihat hasil kerja Aina, sejak tahun lalu Aina juga mengarahkan mahasiswa tahun pertama dalam drama. Tahun lalu, Aina yang masih pertama kali mengurusi drama sempat mendapat masalah, dan Touma turun tangan membantunya langsung. Tahun ini, ia dengar dari Yuuto yang berpartisipasi, lancar-lancar saja.

Touma bangkit untuk pergi ke kamar mandi. Selepas itu, ia menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri. Dalam rice cooker, sudah ada nasi hangat. Pasti tadi dimasakkan oleh saudara Touma yang tinggal dengannya.



-Juli 2018, setelahnya-

Entahlah. Perasaan Touma benar-benar kacau. Rasanya seperti... mati rasa. Ya, masalah menumpuk, satu persatu membuatnya benar-benar tak bisa berhenti hanya sekadar untuk bernafas.

Bayangan dirinya dan Aina beberapa minggu yang lalu terlintas dengan cepat. Karena ia merasa perkataan Aina saat itu terlalu menuntut, mereka beradu mulut dan berujung perkelahian fisik, yang tentu saja menguntungkan Touma yang berbadan lebih besar. Hari itu, tenaganya yang besar itu membuat pelipis Aina terbentur tembok di rumah Touma. Tak lupa sebuah kepalan yang mendarat di lengan kecil Aina. Touma masih ingat, mata Aina yang berkaca-kaca. Aina segera pergi dari sana, kembali ke kampus katanya.

Tanpa pembicaraan lebih lanjut, mereka seakan sudah saling berjanji untuk tidak pernah membahas apa yang terjadi hari itu.

Tapi, Touma merasa hal yang sama terjadi lagi. Suasana yang sama seperti beberapa minggu yang lalu. Mereka sedang bersantai di rumah Touma. Siang hari menjelang sore. Usai kuliah. Mereka berdua yang sedang berdiri berhadapan. Kata-kata Aina yang entah kenapa membuatnya ingin meluapkan emosi.


"Mau ngapain?"


Dua kata itu saja. Touma melotot dan mendecakkan lidahnya, kemudian membanting kamus yang sedang dia pegang.


"Ah elah. Gitu, tanya lagi? Kan udah dibilang, mereka mau rapat di rumah ini!"


Touma mulai meninggikan volume dan nada bicaranya. Aina tak suka ini. Jika kompleks elit ini adalah sebuah apartemen bobrok, mungkin suara Touma sudah terdengar sampai ke apartemen sebelah, bukan kamar sebelah lagi.


"Kenapa sih?! Kan aku cuma tanya!" balas Aina tak kalah tinggi. Ia menahan air matanya.


Selanjutnya berlangsung dengan cepat. Touma meninju pipi Aina hingga Aina jatuh terduduk di lantai. Tidak hanya itu, Touma menendang lengan Aina dan Aina berteriak kesakitan. Otak Aina bahkan tidak bisa secepat itu memproses keadaan. Begitu pula Touma. Keduanya hanya bisa terhenyak. Meskipun Touma melakukan itu dengan sadar.

Isak tangis Aina mulai terdengar. Sejujurnya, sejak dulu, Touma sudah pernah bilang pada Aina, bahwa dia tidak bisa kasihan dan tidak akan mempan dengan tangisan Aina. Aina juga mengatakan tak apa, dia tidak minta dikasihani. Tapi sekarang bukan saat yang tepat untuk mengingat itu.

Touma mengambilkan segelas air dan ditingalkannya di atas meja makan.


"Minum, istirahat sebentar. Aku juga mau istirahat dulu. Kalau udah, aku antar kamu pulang," katanya tanpa melihat mata Aina. Ia sendiri pergi ke kamarnya untuk menenangkan diri.






(Chapter ini masih disponsori oleh Cubit-Cubit Iguana)

Relationship of My Own (私だけの関係)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang