Chapter 4

118 0 0
                                    



-Juli 2018-

Aina sadar. Tentu saja, kemarahan Touma saat itu bukan sepenuhnya salah Touma. Siapa sih orang dengan akal sehat yang bisa tahan dengan sikapnya? Jika boleh mendeskripsikan dirinya sendiri, dia merasa dia adalah orang yang sangat mengekang dan posesif.

Lebam di bahunya adalah buah dari pertanyaannya pada Touma yang berbunyi "Sama siapa? Jangan bilang, Oogawa-san."

Oogawa adalah teman mereka yang cantik. Posisinya cukup penting di bawah Touma.

Tidak bermaksud membenci Oogawa. Aina hanya merasa, Touma bisa berubah hati kapan saja. Seringkali Aina berpikir, kalau dia sedikit lebih cantik, mungkin semua sikap, kata-kata, segala bentuk kenegatifan dan pengekangannya akan bisa diterima. Tidak ada orang yang bisa menolak perempuan cantik, kan?

Tapi, kenyataannya, menurut dirinya sendiri, seorang Izanami Aina hanya seorang gadis yang – tidak sejelek itu, tapi tidak secantik itu juga. Ia tidak tinggi, juga tidak pendek. Tubuhnya tidak bisa dikatakan langsing. Dadanya tidak sedatar papan, tapi juga tidak sebesar gentong. Matanya? Jika dibandingkan dengan perempuan dalam anime, matanya seperti mata ikan mati.

Sangat jauh dari standar kecantikan laki-laki di sekitarnya.



-Juli 2018-

Sementara dosen sedang menulis di papan tulis, kedua bola mata Touma menatap gadis berambut merah yang duduk di seberangnya. Memang kelihatannya "menatap", tapi sebenarnya pandangannya kosong.

Ah, Aina yang sedang ditatapi itu menatap balik. Di luar dugaan, Aina melempar senyuman lebar dan lambaian kecil. Lagi-lagi mereka berdua tidak membahas lebih lanjut apa yang terjadi tempo hari.

Sejak awal perkenalan, Touma menggambarkan Aina sebagai "kartu terbuka". Karena sifatnya yang cenderung selalu menunjukkan apa yang ada di pikirannya. Ekspresinya pun mudah dibaca.

Sejujurnya, sementara poin itu menjadi salah satu daya tariknya, Touma sering mendapat masalah karena sikap Aina yang seperti itu juga.

Touma adalah tipe "kartu tertutup", tak membiarkan sembarang orang mengetahui apa yang dia pikirkan. Ia hanya perlu tersenyum dan memaklumi macam-macam kepribadian orang yang ia hadapi.

Di lubuk hati terdalam, Touma sudah lelah dengan Aina. Mungkin juga sikap dinginnya pada Aina belakangan ini disebabkan oleh... perasaannya pada Aina yang sudah tidak ada. Ya, Touma yang paling mengerti tentang perasaan dan pikirannya sendiri. Mungkin ia mulai sadar sejak awal tahun ajaran baru.

Haruskah ia bicarakan ini dengan Aina? Tentu saja, pikirnya. Tapi bukan sekarang.



-Juli 2018-

Touma masih sibuk menyelesaikan event gamenya. Bahkan pada jam makan siang, ia menyempatkan diri untuk menyendiri di atap gedung, bermain mengejar point dan peringkat. Rokok di tangan kanan, ponsel di tangan kiri, earphone di telinga, seperti biasa.

Waktu berlalu, tanpa Touma sadari, jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Seharusnya, kelas selanjutnya sudah dimulai.

Obrolan riuh beberapa orang mahasiswa terdengar. Para mahasiswa tahun pertama, junior Touma lewat di depan pintu atap. Tidak ada kelas pada jam itu untuk mereka.

Yuuto yang pertama menyadarinya.


"Eh, ada Kamishiro-senpai, tuh. Kasih salam, yuk."


Datanglah mereka berbondong-bondong ke tempat Touma duduk. Sebenarnya tidak perlu seperti itu, tapi namanya juga mahasiswa baru. Mereka masih polos dan berpikir harus selalu memberi hormat pada seniornya.

Touma tidak mendengar ramainya langkah kaki sekitar 5 anak yang datang padanya. Ia terlihat agak terkejut ketika melihat mereka sudah duduk di dekatnya. Dilepaskannya sebelah earphonenya.


"Siang, Kamishiro-senpai!" sapa Aone, kali ini.

"Siang. Ada apaan nih rame-rame?"

"Hehe, nggak papa, Senpai. Senpai sendirian?"

"Iya, nih."


Touma sebenarnya sangat tidak suka diusik ketika sedang menikmati waktunya sendiri. Sering sekali hal ini terjadi. Tapi, demi kesopanan, tata krama, image, apapun itu, ia selalu bersikap tenang dan tak terganggu. Satu-satunya orang yang bisa dia tunjukkan kekesalannya saat diusik, mungkin... hanya Aina.

"Kamishiro-senpai masih ngejar event itu?" kata Yuuto setelah melirik layar ponsel Touma. Event yang sama saat ia dan Touma bermain bersama. Yuuto sendiri, sudah mendapatkan karakter utama di event, dan ranknya juga aman.

Ini juga. Touma sangat tidak suka orang melirik layar ponselnya. Menurutnya, itu termasuk melewati batas privasinya. Tapi kali ini, anehnya Touma tidak merasa kesal sama sekali. Seperti saat awal dirinya dan Aina berpacaran, Touma tak keberatan Aina melihat apa yang ia lihat di layar ponselnya.


"Iya. Kamu udah dapet kartu itu kemarin waktu main sama aku kan? Aku belum, belakangan ini sibuk, sih, jadi nggak sempet main," balas Touma tenang.

"Waduh. Semangat, Senpai!" Yuuto menyemangati. Setengah merasa bersalah, meskipun di saat yang sama tidak mengerti apa salahnya.


"Ngomong-ngomong soal game itu, Yuuto, aku ya...."

Para tahun pertama mulai asyik mengobrol. Tidak, kali ini Touma tidak kesal. Ia senang mengamati mereka yang berinteraksi dengan serunya. Matanya tertuju pada Yuuto yang dengan semangat menjelaskan hal yang Yuuto suka. Benar-benar anak yang easygoing, pikir Touma.

"Oh iya, Kamishiro-senpai ini nggak ada kelas? Tadi aku lihat Aina-senpai dan Tomoda-senpai masuk kelas, lho. Kalian sekelas, kan?"

Touma tertegun. Ia segera mengecek jam di ponselnya. Sudah setengah 2. Padahal, ini adalah jadwal mata kuliah yang materinya penting dan sulit. Profesornya pun tidak menoleransi keterlambatan.


'Ah, sudah terlanjurlah. Bodo amat.'

"Habis ini ada acara. Jatah bolosku juga masih banyak, kok," Touma menjawab dengan tenang. Tidak bohong, karena tepat di jam selesai kelas nanti, dia harus bertemu dengan ketua dari jurusan sebelah.


Sementara itu, di saat yang sama, seusai kelas.

Aina bergelayut di bahu Tomoda Akio, lelaki yang merupakan sepupu yang kebetulan menjadi teman sekelasnya. Karena sifatnya yang "cool" dan pendiam, ditambah juga wajahnya yang cukup menarik, ia sering menjadi sasaran godaan teman-teman perempuannya. Semua orang di angkatan memanggilnya 'Akki'.

"Akki, tau Touma ke mana? Chatku terakhir dibales 2 hari yang lalu. Hari ini dia nggak masuk kelas," tanya Aina. Akio juga merupakan badan yang bekerja langsung di bawah Touma, beberapa kesibukannya kurang lebih sama.

"Mana aku tau?" balas Akio cepat. "Aina, katsudon yuk."

"Katsudon?! Mau, mau!"

Relationship of My Own (私だけの関係)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang