Part 3

480 29 0
                                    

Aqila hendak berjalan keatas atap sekolah. Jam istirahatnya ingin ia gunakan untuk beristirahat disana. Kepalanya sedikit pusing entah karena apa. Jika kalian tanya bagaimana kehidupan sosial Aqila, hm, Aqila menjadi seorang yang tertutup akan keluarganya pada orang lain. Ia pun sangat hemat berbicara jika tidak terlalu penting

Aqila membuka kenop pintu atap sekolah. Matanya sedikit menyipit untuk meyakinkan tidak ada orang disana. Setelah yakin, ia pun masuk dengan langkah lemas. Entahlah, apa yang terjadi pada tubuhnya

Ia menyandarkan kepalanya ke tembok sambil menatap lurus-lurus ke depan. Taman belakang sekolah yang di penuhi mudamudi yang asyik berpacaran. Tentu mereka mencari tempat yang jarang di kunjungi guru

Mata Aqila menerawang jauh ke atas langit. Menatap gumpalan awan-awan indah berbackgroundkan langit biru. 

Tes.

Tes.

Setetes dua tetes air mata menjatuhi pipinya. Entah karena apa, Aqila hanya ingin menangis. Menangisi keluarga kecilnya yang hancur, Menangisi seberapa depresinya ia sekarang, menangisi apa yang telah terjadi hingga menusuk relung hatinya

Biasanya, Aqila tidak ingin menangis di sekolah. Ia hanya akan menangis jika ia berada di atap rumah. Ia akan menggoreskan silet pada lengan bawahnya. Menikmati sensasi perih dan sakit yang berada di tangannya. 

Tapi, ia lebih memilih rasa sakit itu menjalar tangannya, daripada ia merasakan sakit hati dan batin selama beberapa tahun terakhir. Rasanya untuk apa ia hidup? Untuk apa ia bernafas jika ia tidak punya tujuan hidup? Untuk apa nadinya masih berdenyut jika ia tidak bisa merasakan hangatnya keluarga? 

Sakit..

Aqila memegang dadanya yang sesak. Dada yang merupakan saksi bisu kesakitan yang ia derita. Ke frustasian yang ia derita. 

"Ayah... hiks Ibu.." Aqila menenggelamkan wajahnya sambil menekuk kedua kakinya

Rasanya sakit saat kau tidak punya tujuan hidup. Rasanya sakit saat kedua orang tuamu tidak peduli kepadamu. Sakitt

Dan tiba-tiba pandangannya buram dan gelap

****

Jam istirahat ini Reza manfaatkan untuk makan di kantin bersama teman-teman baru yang ia kenal

"Woi, anak cewek disini ngapa banyak banget yang pake gelang nutupin lengan dah? Serem amat" Reza sambil mengunyah baksonya

"Ck, tau tuh, trend dari Qila" Reza menaikan sebelah alisnya mendengar nama Qila yang tidak ia ketahui

"Aqila, anak 11-Ipa adek kelas kita. Cantik, cuma ansos" Jelas Nino

Reza menerawang sejenak. Apa Qila yang Nino maksud adalah gadis cutter yang ia tabrak tadi pagi?

"Rambutnya cokelat, pipi agak chubby, converse hitam?" Tanya Reza

"Yoi! Lo tau dia? Pengen gua gebet tapi dia ansos banget" Sahut Boby

"Gak sengaja tabrakan aja tadi. Sebegitu famous?" 

"Ya, lumayanlah. Tapi, dia dingin, cuek bebek pula. Gak ada yang bisa naklukin. Bahkan Nino aja di tolak mentah-mentah" Jawab Boby sambil terkekeh mengingat kejadian setahun lalu

"Sialan. Kurang ganteng apa gua coba? Pake sok nolak gua" Nino mulai berkicau

"Mana ada yan mau sama play boy cap pantat panci kayak lo" Balas Boby makin membuat Nino cemberut

"Dari muka mukanya, juga jutek bangetlah" Reza turut berkomentar

Reza,murid baru yang easy going dan ramah. Ia mudah bergaul dan sangat peduli akan keadaan sekitarnya

"Hallo" Suara cempreng dan melengking itu mengagetkan Reza, Nino, maupun Boby. Nino dan Boby sudah hafal betul ini suara siapa. Sementara Reza hanya memandang gadis yang main serobot duduk di depannya itu dengan tatapan aneh

"Anak baru, ya?" Tanya gadis itu dengan aksen lebay. Itu membuat Reza sedikit bergidik ngeri mendengarnya.

"I-Iya" Jawabnya. Reza memandang Nino dan Boby dengan tatapan minta tolong, namun hanya di balas dengan gelak tawa mereka yang tertahan

"Nama aku Candy"

"Pale lu candy, nama lo Gendi juga!" Sahut Boby sambil tertawa lepas selepas lepasnya. Ninopun ikut tertawa terpingkal-pingkal

"Berisik lo semua, gua ngomong sama dia" Ujar Candy(Gendi)

"Sampai dimana tadi?" Ia menatap Reza lagi

"Nama aku Candy, nama kamu siapa?"

"Reza" 

"Salam kenal, gans"

"Nama gue Reza bukan gans" 

"Tapi kamu itu gansteng banget. Boleh minta id line?" 

Tawa Boby dan Nino pecah mendengar Gendi yang sedang bermodus ria dengan Reza. Reza tampak ketakutan mendengar suara Gendi yang sebelas dua belas dengan gadis diatas pohon pada malam hari

"Eum, gua toilet dulu ya. Ngobrol dulu deh sama Boby atau Nino" Reza melotot memberikan isyarat agar Nino dan Boby mau menyanggupinya

"Kamu tau toiletnya? Mau aku temenin?" Tanya Gendi beranjak dari duduknya

Tanpa aba-aba, Reza langsung lagi ketakutan meninggalkan mereka di sertai gelak tawa keras Boby dan Nino. 

"Reza jangan lari" Gendi ikut mengejar Reza

Dengan menatur nafasnya, Reza bisa sampai ke atap sekolah setelah menaiki banyak tangga. Tangannya membuka kenop pintu yang berada di depannya. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri

"Kayaknya gak ada orang" Bisiknya 

Baru saja ia berjalan kedepan, matanya seketika membulat melihat sosok gadis yang tengah tertidur dengan damai di dekat kakinya. Wajahnya begitu polos. Sedikit keringat bercucuran dari pelipisnya

Reza duduk di samping Aqila sambil terus memandangnya. Beberapa anak rambut jatuh menutupi keningnya. Tangan Reza sudah gatal ingin menyelipkan anak rambut itu ke belakang telinga Aqila

Saat tangannya menyentuh dahi Aqila, Reza meraskan panas di sana. Keringat bercucuran itu keringat dingin. 

Sesegera mungkin Reza menggendong Aqila ala bridal style untuk membawa nya ke UKS

Cewek jutek, gue emang gak kenal lo. Tapi gue pengen nolong lo. Gatau kenapa, gue mau nolong lo

ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang