"Pakai yang ini saja! Jangan yang itu!"
Aku berdecak sebal saat Mas Hasyim mengeluarkan gamis pilihannya dari lemari dan menyodorkan kepadaku. Dengan gusar aku mengambil gamis itu dan beranjak ke kamar mandi untuk ganti baju lagi.
"Ganti disini saja. Saya yang akan keluar." Ia beranjak pergi meninggalkan kamar ini, tanpa menunggu jawabanku lagi.
Sejak malam itu, dua minggu yang lalu, Mas Hasyim kembali tidur di kamarku. Ia dengan tegas berkata bahwa aku telak melanggar perintah dan aturannya. Meski dengan berat hati, aku menerima keputusan sepihaknya. Namun, hingga detik ini, kami tak sekalipun berhubungan intim.
Baguslah, dia masih tau batasan berurusan denganku.
Aku membuka kembali tunik dan celana yang tadi kupakai lalu mengganti dengan gamis pilihannya. Hari ini kami akan berkunjung kerumah Ayahnya Aisyah, yang juga Ayah tiri Mas Hasyim. Ada acara arisan keluarga disana. Arisan keluarga dari pihak ibunya Aisyah. Arisan yang tidak Mas Hasyim ikuti karena tidak memiliki istri dan enggan kedapatan menjadi tuan rumah.
Tuan Takur pelit. Buah dan ikannya banyak namun tak sudi dikunjungi.
Aku mengambil jilbab baru yang cocok dengan gamisku lalu bercermin seraya berhias diri. Tiba-tiba satu pikiran terlintas. Keluarga ibunya Aisyah? Apa berarti akan ada Ummi Khalila disana nanti? Berarti, kemungkinan Gus Hasbi ...
Tak sadar dan sudah berapa lama aku mengulum senyum sendiri. Dalam sekejap, suasana hatiku seperti pagi dengan kehangatan secercah mentari. Aku berhias seraya tersenyum syahdu membayangkan akan bertemu Gus Hasbi dan ... Medina istrinya, pasti. Tak apa, melihat dan bertegus sapa sebentar dengannya saja sudah cukup untukku. Tahukah, terkurung disini membuatku merasa menjadi tokoh si cantik yang dikurung dikastil si buruk rupa.
"Ekhem!"
Aku menoleh dan mendapati suamiku menatapku dingin dan datar. Si Buruk Rupa telah kembali!
"Cepat. Kita harus segera berangkat," ucapnya.
Aku mengangguk semangat dan masih tersenyum meski samar.
"Kita tidak akan lama disana. Hanya ramah tamah, makan, lalu pulang."
Kegiatanku memasukkan dompet ke dalam tas terhenti. Sebentar? Ini acara keluarga dan dia minta sebentar?
"Kenapa sebentar? Aisyah kemarin meneleponku dan berkata, mumpung kita kesana, ia ingin aku mampir ke praktik bidannya untuk melihat perkembangan kandunganku. Sudah waktunya perutku di lihat dengan mesin USG itu!" bantahku seraya kembali memasukkan segala mebutuhanku kedalam tas. "Ah ..., apa Mas tidak nyaman berlama-lama karena mereka bukan keluarga kandung Mas?" tanyaku seraya menatap tajam padanya? "Picik sekali," hujatku.
Wajahnya seketika mengeras. Ia tampak menahan emosi mendengar penuturanku. Tak membantah? berarti benar kan?
"Mereka keluargaku, Hasna," tekannya padaku. Ada sorot terluka yang kutangkap dari matanya.
"Hm," responku acuh, "tapi tidak sedarah. Yang kutau, Ayah Mas Hasyim bukanlah Ayah Aisyah dan ibu Mas Hasyim juga bukanlah ibu kandung Aisyah."
"Tapi mereka keluargaku!" Aku terjengat mendengat bentakkannya padaku.
Wajahku mengeras dan aku berjalan tegap mendekatinya, "Kalau begitu, jangan sebentar disana!" desisku tajam seraya menatapnya penuh dendam.
***********
Silaturahmi keluarga yang menyenangkan.
Aku berbincang banyak dengan keluarga Mas Hasyim dan mereka sangat hangat menyambutku. Euforia bahagia atas kehamilanku juga menjadi satu hal membuatku tersenyum. Mereka orang baik. Ya, Mas Hasyim hidup di lingkungan keluarga yang baik.
![](https://img.wattpad.com/cover/167475792-288-k856159.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Know, It Was You (Complete)
عاطفيةHasna tak menyukai pernikahannya dengan Hasyim. Meski Ia tau, Hasyim mencintai dirinya. Dijodohkan dengan duda yang terpaut 14 tahun dengan sifat dingin, pendiam, dan tegas bukanlah keinginannya. Ada pria lain yang Ia idamkan. Sayang, pria hangat da...