"Iya, dia Shafira, mantan istriku."
Napasku terhenti sesaat kala runguku mendengar pengakuan Mas Hasyim pagi ini. Bahkan, menu sarapan hotel yang sejak tadi membuatku tergiur, seketika kehilangan daya tariknya. Aku hanya terdiam seraya mengembuskan napas pelan. Perlahan, aku mensugesti hati dan pikiranku dengan berkata bahwa mereka hanya masa lalu suamiku.
Hanya masa lalu, namun mampu merubah suamimu dalam semalam.
"Apa Mas ..., ehm ..., masih memiliki rasa padanya?" Aku memberanikan diri bertanya lirih meski dengan menelan ludahku yang terasa pekat.
Mas Hasyim tak menjawab. Ia hanya menatapku dalam dan tegas. Bagaimana bisa aku mengetahui isi hatinya jika dia bahkan tau mau terbuka padaku.
Aku kembali menundukkan kepala dan fokus pada makanan yang ada di piringku pagi ini.
"Mengapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" Mas Hasyim membuatku mendongak dan menatapnya takut.
"Ehm..., seperti yang aku katakan. Aku hanya takut jika Mas pergi meninggalkanku suatu hari nanti," kilahku.
Ia menatapku lekat, "Mengapa kamu berpikir aku akan meninggalkanmu?"
Aku menggeleng seraya tetap menunduk, "Aku ... hanya tak ingin termakan cemburu," jawabku lirih.
"Memangnya kamu mencintaiku?" Kulihat Mas hasyim menatapku dengan satu alis yang naik.
Aku mendengus kesal, "Cinta atau tidak, Mas sudah mengambil hidup dan masa depanku. Mas harus tanggung jawab!" Kesal, aku lalu beranjak dari kursi dan meninggalkan restaurant hotel.
Kami pulang kerumah dalam hening. Baik aku ataupun Mas Hasyim yak bicara atau membahas apapun. Hingga mobil suamiku memasuki kediamannya, aku turun tanpa menunggunya dan langsung berlari kecil menuju kamar. Namun langkahku terhenti saat mataku melihat seseorang tengah duduk di gazebo rumahku.
"Mbak Aisyah?" tanyaku sekaligus menyapa wanita yang tengah lesehan sambil menikmati nangka.
Ia tersenyum dan melambaikan tangan padaku, "Habis dari Surabaya? Mbak Rus bilang Mas sama kamu mau belanja susu di Surabaya? Jauhnya ...." Ia tersenyum saat kutahu Mas Hasyim berdiri dibelakangku. "Mas ..., duduk!" pintanya seraya menepuk ruang kosong di gazebo.
Aku tak bisa menutupi wajah tergangguku. Bukannya apa, sejak mengetahui jika Aisyah pernha berusaha mmemasuki hati suamiku, hal itu membuatku merasa tak lagi nyaman berada didekatnya. Dan, yang lebih menjengkelkan, Aisyah tampak sangat supel dan ramah pada suamiku. Meski Mas Hasyim selalu datar dan berusaha biasa menanggapi omongannya.
"Kalian ketemu Shafira?" Nada dan raut terkecut dapat kulihat jelas diwajahnya. "Hah! Andai aku ada disana, sudah kulabarak dia!" Aisyah tampak kesal menanggapi berita ini. Entah mengapa, justru membuatku semakin penasaran dengan sosok Shafira itu. Ah ..., apa jangan-jangan Aisyah cemburu? Tidak! Aku bahkan merinding membayangkannya.
"Sudah ... tak perlu dibahas. Tahu mereka baik-baik saja, itu sudah cukup untukku," timpal Mas Hasyim datar seraya menyeruput kopi yang baru saja Dayat hidangkan untuknya.
Aisyah berdecak sebal, "Pokoknya, aku tidak sudi melihat wanita itu lagi!"
"Bagaimana dengan aku?" selaku tiba-tiba. Kedua pasang mata itu sontak menoleh padaku dengan binar penuh tanya. Aku mendadak gugup dan salah tinggah. "Maksudku ... seandainya aku melakukan kesalahan, apa kalian akan membenciku hingga seperti itu?" tanyaku lamat dan lirih.
Aisyah mengerjap seakan berusaha memahami maksud ucapanku. "Maksudmu ..., kamu ingin meninggalkan Mas Hasyim, begitu?"
Aku menggeleng, "Bukan. Bukan itu maksudku. Aku hanya bertanya seandainya aku melakukan kesalahan. Apa kalian akan membenciku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Know, It Was You (Complete)
RomanceHasna tak menyukai pernikahannya dengan Hasyim. Meski Ia tau, Hasyim mencintai dirinya. Dijodohkan dengan duda yang terpaut 14 tahun dengan sifat dingin, pendiam, dan tegas bukanlah keinginannya. Ada pria lain yang Ia idamkan. Sayang, pria hangat da...