Aku membuka mata.
Aroma antiseptik bercampur obat-obatan memasuki penciumanku. Ya Tuhan, ini membuatku semakin pusing dan mual. Tirai hijau dan tembok berwarna putih, Aku tau dimana aku berada saat ini.
"Hasna." Suara itu terdengar lirih ditelingaku. Ada getar yang kutangkap dari ucapan pria itu.
Aku menoleh pelan dan mendapati Mas Hasyim tampak bahagia melihatku sadar. Aku bisa menangkap binar khawatir yang sangat dalam pada netrsanya. Ia berlebihan sekali, memangnya aku habis koma? Sebentar! Aku kenapa? Aku baru ingat. Terakhir kali aku tersadar saat sedang berjalan menuju rumah makan lalu tiba-tiba semua gelap.
Aku mengerutkan kening karena masih terasa pusing dan ... haus. "Minum," pintaku lirih. Mas Hasyim menyodorkan sedotan ke mulutku dan aku merasa lega saat cairan menyegarkan itu membasahi mulut dan kerongkonganku.
Mas hasyim memberikanku ciuman di kening lama. Kebiasaan. Pria ini suka sekali menikmati setiap inchi wajah dan tubuhku. Entahlah, mungkin memang apesku mendapatkan pria seperti ini.
"Aku baru saja menelepon Ummi Khalila. Beliau memintamu menghadapnya saat kamu sudah kembali mengajar. "
Aku mengerutkan kening. "Ada apa dengan Ummi Khalila?"
Ia memandangku tajam dengan raut serius, tanpa senyum sedikitpun. "Saya mengajukan pengunduran diri kamu pada Ummi Khalila."
"HAH!?" Aku membelalakan mata. Seenaknya saja pria ini mengatur hidupku! "Siapa kamu, Mas !? Seenaknya berlaku seperti itu padaku!" Ya Allah, seandainya tubuhku tidak selemah ini, aku mungkin sudah memukul dadanya!
"Aku suamimu dan ayah janin di kandunganmu. Aku berhak melakukan apapun untuk melindungi kalian." Ia berkata tegas dan dingin padaku. Ia selalu berlaku seperti itu padaku. Otoriter dan tidak bisa dibantah.
Sebentar! Janin? Aku mengerjap bingung dengan kalimat yang barus aja kudengar. "Janin? Janin apa?"
"Anakku, yang ada di kandunganmu." Ia menatap perut rataku.
"Aku ... hamil ...?" Suaraku bergetar. Mendadak ternggorokanku terasa kering dan tercekat. Ada rasa takut dan terkejut menyeruak masuk dalam tubuhku. Aku menghela nafas naik turun. Dadaku tiba-tiba terasa sesak dan mataku memanas.
Ia masih menatapku dingin dan tajam. Wajah Mas Hasyim bahkan mengeras menatapku. "Aku tak peduli sekalipun kamu tidak mencintaiku bahkan mengharapkan aku mati. Namun satu yang harus kamu tau, Hasna. Kamu harus menjaga anak itu untukku. Suka atau tidak suka!"
Aku menatap wajah itu penuh benci. Dia pikir aku takut dengan ucapannya!? "Ya, Aku memang tidak mencintaimu. Bahkan, Aku beharap mati saja agar bisa jauh darimu. Namun Aku tidak senista itu, Mas! Dia juga anakku dan Kamu tidak perlu menitahku seakan Aku adalah budakmu! Aku punya pemikiranku sendiri dan Kamu tidak berhak ikut campur!" Bulir air mataku menurun deras seirama dengan isak dan sesak yang kini mendera dadaku.
Ia menatapku dalam. Ia diam, tak menjawab atau membalas ucapanku sama sekali. Aku semakin membenci sikapnya saat ia justru meninggalkanku seorang diri dikawar ini. Aku mendengar suara pintu tertutup dan pria itu menghilang dari pandanganku. Bukan lagi isak, aku bahkan meraung menangis mendapati nasibku seperti ini.
*****************
"Alhamdulillah ... Alhamdulillah ..." Puja-puji syukur itu tak berhenti dari mulut wanita yang kuharap menjadi mertuaku, Ummi Khalila. "Allah maha besar, Hasna. Kamu diberi kehamilan secepat ini. Ummi bahagia! Hasyim akhirnya akan mendapatkan keturunan juga!" Bagiku, sama seperti Mas Hasyim, Ummi Khalila terlalu berlebihan merespon berita kehamilanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Know, It Was You (Complete)
RomansaHasna tak menyukai pernikahannya dengan Hasyim. Meski Ia tau, Hasyim mencintai dirinya. Dijodohkan dengan duda yang terpaut 14 tahun dengan sifat dingin, pendiam, dan tegas bukanlah keinginannya. Ada pria lain yang Ia idamkan. Sayang, pria hangat da...