18: Can We Start Over Again?

4.4K 471 124
                                    

JUJUR AJA DAH LU KAMPRETO! SIAPA YANG KANGEN GUA HAH?! MAJU SINI SATU SATU!

Oiya geng biar ena, mending sambil dengerin OST ini atau play mulmed ya;

BGM ; New Empire — A Little Braver

Mingyu menendang batu kecil di depannya dengan kesal kala Wonwoo pergi begitu saja. Bukannya nggak mau mengejar, tapi Mingyu yakin bocah itu memang nggak ingin di temui dulu. Jadi lebih baik menunggu Wonwoo kembali, menunggu, menunggu, terus kapan bisa dapetin dianya, Gyu?

Seungcheol yang kebetulan lewat, berhenti melangkah dan mengerutkan dahinya. "Ngapain lo bolak-balik begitu?"

"Seungcheol,"

"Hah?" Seungcheol menoleh pada Mingyu yang memanggilnya, kemudian mengeluarkan sebatang rokok dari saku.

"Ini jam berapa?" Tanya Mingyu.

Seungcheol mengecek arloji di pergelangan tangan kanannya. "Tujuh malem."

"Boleh pinjem senter lo sebentar? Sebelum jam absen gue bakal balik lagi." Mingyu menunjuk senter kecil yang dipegang Seungcheol.

"Mau kemana lo? Yaudah nih, ambil aja." Cowok yang sedang menyesap rokoknya itu kemudian melemparkan senter berwarna hitam miliknya yang langsung ditangkap oleh Mingyu.

"Dasar cowok cuek kepala batu!" Wonwoo menendang apapun yang ada di depan kakinya, matanya berlinang-linang akibat menangis sejak beberapa menit yang lalu.

Pemuda bermata rubah itu mengusap matanya dengan kasar. "Bener-bener nggak peka! Liat—dia nggak ngejar gue sama sekali tuh?!" Wonwoo mengeratkan genggamannya pada senter putih ditangan kanannya lantaran menahan emosi yang bergejolak.

"Baru jam enam sore, untunglah belum terlalu gelap. Balik sekarang, deh." Dengan suara serak habis menangisnya, Wonwoo membalikkan badan setelah selesai mengumpulkan beberapa batang kayu bakar, sekiranya cukuplah untuk malam ini.

Wonwoo terus berjalan tak tentu arah, sementara ini sudah pukul setengah tujuh malam. Hari sudah mulai menggelap dan dia nggak kunjung menemukan tenda, hanya pohon-pohon menjulang tinggi yang selama ini dia lewati. "Ini gue dimana, sih?" Gumamnya dengan nada yang mulai risau.

BRUK!

"Aw!"

Dia meringis ketika nggak sengaja terjatuh karena tersandung ranting pohon di bawah, senter putihnya terlempar sejauh satu meter dari tubuh Wonwoo yang jatuh dengan lutut tertumpu pada tanah yang basah. "Aish!"

Wonwoo berusaha bangun dengan tertatih untuk kemudian mengambil senternya, lantas kembali terjatuh dengan posisi yang sama seperti sebelumnya. Lututnya sangat nyeri, nggak mampu menahan bobot tubuh Wonwoo sementara ini. Dia meringis, lalu duduk bersandar pada pohon pinus besar.

"Bagus sekali Jeon Wonwoo ...," gumamnya.

Satu-satunya harapan hanya senter kecil ini. Wonwoo lantas menekan tombol hitam berniat untuk menyalakan senternya supaya menerangi sekitar. Dia merupakan salah satu penderita phobia dengan kegelapan.

"Huh? Kok nggak nyala?" Wonwoo mengernyit.

"Nyala please!" Kemudian memukul-mukul senternya pada telapak tangannya yang sedikit menggigil karena udara di Gunung Dieng pada malam hari begitu dingin.

Wonwoo terus mencoba menyalakan senter. Tapi nihil, benda itu sepertinya nggak berfungsi lagi. "Ayaaahhhh ..., huks."

Dia meletakkan senternya di sebelah kaki kanannya, lalu menekuk lututnya yang terasa perih. Kepalanya Wonwoo telungkupkan diatas tangan, meringkuk ketakutan dan menggigil pelan. "Semesta lagi bercanda, ya?!"

Wonwoo terisak pelan, ketakutannya mulai menyeruak.

"Apa ini akhir hidup gue?!" Wonwoo berteriak dalam isakannya, merasa hidupnya begitu nelangsa. "Ayah—Wonwoo takut banget ...,"

"Wonwoo takut gelap, Yah."

Sungguh drama, tapi malam ini Wonwoo betul-betul berpikir bahwa hidupnya akan berakhir sekarang juga. Lututnya nyeri, hatinya sesak, senternya mati, phobia akan gelapnya muncul. Lantas bagaimana bisa dia berpikiran jernih?

"Kalo ada uler gimana?" Katanya bermonolog ria.

Wonwoo menyeka air matanya, lantas mendongak dengan manik mata yang basah dan memancarkan keputusasaan. "Mingyu ..., gue nyesel ngebentak lo tadi."

Sementara jauh dari lokasi Wonwoo berada, Mingyu dengan senter yang bercahaya seadanya itu mulai melangkah memasuki area hutan belakang.

Cowok jangkung itu sesekali menggesekkan kedua telapak tangannya akibat suhu dingin di gunung malam ini, meskipun memakai sarung tangan, tetap saja Mingyu merasa tulang-tulang tubuhnya mendadak ngilu.

"Wonwoo!" Mingyu berteriak sembari menoleh ke kanan dan kiri, barangkali menemukan keberadaan lelaki bermata rubah itu.

Berhubung otaknya terbilang cerdas, Mingyu berinisiatif untuk menandai satu persatu batang pohon yang sudah di laluinya menggunakan tali rapia berwarna merah yang sengaja dia bawa sebelum masuk ke dalam hutan.

"Won! Kamu dimanaaa?!"

Kakinya mulai terasa kebas, sudah 30 menit Mingyu berada di sini namun Wonwoo tak kunjung terlihat.

"Mingyu!"

Kepala Mingyu menoleh ke arah kanan ketika dia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Mingyu menghentikkan langkahnya, lantas mengarahkan cahaya senter ke sumber suara.

Dengan energi yang tersisa dan napas yang sedikit terengah-engah, Mingyu berlari menghampiri Wonwoo yang terlihat lemas.

"Hey, Won ..., aku disini." Mingyu dengan ekspresi wajah super cemas merengkuh tubuh ringkih Wonwoo yang gemetar akibat tekanan dari banyak hal. Sedangkan Wonwoo terisak kecil dalam bahu kanan Mingyu.

"Maafin gue, Gyu."

"Shhh, udah-udah. Kamu nggak salah." Sang dominan mengusap pelan bahu Wonwoo yang naik turun, "Nanti kalo kamu udah tenang, kita bahas lagi."

"Makasih ....," Wonwoo menarik tubuh jangkung Mingyu lebih dekat, seolah menyalurkan kegelisahannya sejak tadi.

"Gue kira lo gak akan datang."

Mingyu mengecup singkat puncak kepala Wonwoo yang sedikit berkeringat, lantas mengendurkan dekapan mereka hanya untuk menangkup wajah Wonwoo yang basah dengan deraian air mata. "Aku selalu datang, kalo itu buat kamu. Oke? Kamu gak perlu khawatir, Wonwoo. Sejauh apapun kamu pergi, aku akan selalu nunggu kamu."

Wonwoo semakin berkaca-kaca mendengar perkataan Mingyu, dia mengangguk kemudian memejamkan matanya perlahan. Mingyu yang mengerti, lantas ikut terpejam dan mendekatkan wajah keduanya. Cowok itu membawa Wonwoo kedalam ciuman manis dengan perasaan haru sebagai tanda dimulai kembalinya hubungan mereka berdua.

TBC

HAIII KANGEN GAK???

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

heart fluttering | meanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang