Aku menulis setiap kata-kata yang ada di papan tulis menggunakan berbagai macam warna yang di tawarkan oleh pulpen ku. Aku lebih suka warna merah daripada warna yang lain. Bell istirahat berdering kencang? aku menutup buku dan lekas berjalan ke cafetaria mengikuti semua teman kelasku yang berbondong-bondong menuju ketempat yang sama seperti tujuanku.
Aku hanya mengambil Burger dan sekardus kecil susu. Penjaga kantin yang sudah tua, Harold menatapku. Dia sebenarnya lelaki tua yang sangat ramah tetapi terkadang leluconnya sangatlah tak bermoral dan aku tak menyukai hal tersebut.
"Semakin hari matamu semakin menarik saja, Joanne." ucapnya menaruh sekardus kecil susu di nampanku dan tertawa.
"Ha... Ha... Ha... lucu sekali. " ucapku sembari memberikan tatapann 'Serius, apa itu terdengar lucu?!'
"Ini aku berikan bonus satu apel untukmu Joanne." Dia tersenyum, semyuman tersebut menamperlihatkan giginya yang ompong dan jarang itu.
Aku bergidik geli tapi aku berterima kasih dengannya. Mataku terus bergerak ke kanan dan ke kiri mencari tempat kosong di Cafetaria yang sudah di padati seluruh murid sekolahku yang mungkin berjumlah lima ratus sampai enam ratus orang ini, tetapi untung saja Cafetaria ini bisa menampung seluruh murid.
Aku berbeda dari murid perempuan lain. Jika mereka memilih untuk duduk bersama temannya dan bercerita tentang kebohongan mereka yang mereka buat setiap harinya, contoh kecilnya tentang bagaimana mereka mendapatkan kalung yang sebenarnya homemade tapi mereka bilang kepada orang-orang seperti kami―yang tak mampu membeli kalung mahal―bahwa itu buatan orang terkenal, sedangkan aku lebih memilih untuk duduk sendiri dan akhirnya aku mendapatkan bangku kosong.
Aku menuju bangku tersebut dan menaruh nampan yang sudah berisi makanan yang ku ambil tadi. Aku memakan burgerku sambil menatap lurus kedepan. Entah apa ini efek aku mauk dengan pelajaran di kelas tadi atau aku kelelalahan, aku merasa melihat seperti fatamorgana di depan sana tapi aku tak yakin itu fatamorgana karena itu berwarna hijau dan itu berbentuk lurus bukan menguap ke atas.
Setelah burgerku habis, aku menengguk habis susuku. Aku berjalan kearah fatamorgana itu. Ketika aku mendekati fatamorgana aneh itu, ada seperti sebuah medan tarikan yang kuat dan semakin kuat ketika aku semakin mendekat. Aku menggerakkan jemaiku dan menyetuh fatamorgana itu. Aku dapat merasakannya, seperti air yang mengalir deras dan terhalang oleh jemariku.
"Bisa aku lewat?" Tanya orang di belakangnku.
"Oh ya... tunggu sebentar." balasku.
Dengan perlahan aku memasukan tanganku lebih dalam tetapi malahan aku seperti terhisap melintasi pusaran air yang begitu kencang. Pandanganku buyar tapi bukan karena aku ingin pingsan, ini efek betapa cepatnya pusaran air itu. Aku berhenti di tempatku semula, aku menoleh kanan dan kiriku memastikan apakah ada orang yang melihat, tetapi semua orang tampak tak peduli jadi ku anggap mereka tak melihatku.
"Silahlan le... wat." ucapku memberikan jalan tetapi orangnya sudah tiada. "Apa dia sudah lewat atau mengambil jalan lain?" Tanyaku pada diriku sendiri.
Aku melangkah kembali ke meja ku dan mengambil nampan untuk segera ku kembalikan ke Harold. Tak perlu waktu lama nampan itu sudah ada di tangan Harold. Harold tersenyum tetapi ada yang aneh dari dia, dia tak biasanya terdiam tanpa menggodaku lalu saat di tersenyum dia mempunyai gigi yang berderet rapih di dalam mulutnya.
"Harold kau mempunyai gigi?" Tanyaku heran dan mendekatkan wajahku untuk melihat lebih jelas lagi.
"Kenapa kau terlihat bingung Joanne?" Tanya dia sembari menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengalih: Joanne Scoot (berhenti)
Science FictionSangat di sayangkan bahwa Joanne Scoot harus berhenti. Maafkan saya para penggemar Joanne. Tapi saya juga gak janji banget untuk berhenti nulis. Hanya saja jika ada waktu dan imajinasi yang muncul kembali, saya akan menciptakan Joanne Scoot la...