BAB 3

1.1K 113 9
                                    

Suasana sekolah mulai sepi. Satu persatu alat transportasi meninggalkan wilayah dengan luas lebih dari 30 hektar itu. Seluruh badan keamanan dikerahkan untuk mensterilkan sekolah. Karena hari ini adalah hari kamis. hari belajar di Kingdom of Lanzwirs Senior High School hanya sampai pada hari kamis, dari jumat sampai minggu libur.

Deven, pemuda dengan gaya rambut messy itu masih berkeliaran di sekitar sekolah walau matahari sudah menghilang sejak beberapa jam yang lalu. Bukan karena malas pulang, namun memang itu kerjaan sampingannya kalau ayahnya sudah meminta ia untuk menggantikannya.

"Blok B, sayap kiri, Blok F. Check-off. "

"Auditorium, ruang musik, aula, perpustakaan. Check-off."

"Lantai 4, ruang guru, kelas. Check-off."

"Tiga laporan tersebut adalah laporan terakhir. Semua tempat sudah bersih, tuan muda." Pria dengan baju kebangsaan Lanzwirs melaporkan dengan detail pada Deven yang hanya membalas dengan anggukan.

Tidak berselang lama, Deven pun melepaskan earphonenya, lalu mematikan layar sambungan video tadi. Sebenarnya dari tadi kerjaan Deven hanya duduk sambil memainkan game onlinenya. Sambil sesekali mengecek benda persegi panjang seperti Ipad namun benda tersebut hanya kaca tipis, ketika ada laporan masuk maka langsung memunculkan wajah anak buah ayahnya. Ia hanya merekam pembicaraan, lalu menyimpannya sebagai bukti.

"Kayaknya ada yang belum dicek, deh." Pikirnya sejenak, entah kenapa ia memiliki perasaan aneh.

Deven pun membuka kembali laporan tadi, mengecek satu persatu dari puluhan ruangan yang sudah dibersihkan. Firasat yang dimilikinya memang selalu benar. Semoga saja kali ini tidak.

Di tengah fokusnya ia mengecek ulang seluruh ruangan. Tiba-tiba pintu ruang kontrol terbuka. Beberapa orang dengan bertubuh besar berpakaian warna oranye menerobos masuk. Senjata pistol mengarah langsung padanya.

Deven yang tidak tahu apa-apa langsung mengangkat kedua tangannya. Menandakan ia tidak melakukan apa-apa.

"Putri Anneth belum kembali."

Satu kalimat singkat tadi sudah cukup jelas akan firasat Deven. Pasti ada satu ruangan yang belum dicek dengan pasti. Ia mengangguk pelan, tangannya mengisyaratkan untuk menurunkan senjata mereka.

"Sesuai laporan, seluruh tempat sudah dibersihkan. Tapi firasatku mengatakan ada satu tempat yang lalai dari pembersihan. Berikan aku waktu sebentar untuk mengecek satu tempat yang kemungkinan putri Anneth ada di sana." pinta Deven tanpa persetujuan para pria itu. Ia kembali fokus pada layar terang tadi, matanya menjelajah dengan cepat.

Hingga satu ruangan yang dilihat dari layar CCTV nampak tidak seperti biasanya. Matanya mengecek secara detail hingga ia menemukan satu keanehan. Waktu yang tertera di layar CCTV pada ruangan tersebut menandakan pukul 12.00, itu artinya sudah ada yang menyabotase layar CCTV dan menyeting waktunya.

"Kalau sampai pukul sembilan malam putri Anneth tidak ditemukan, bukan tidak mungkin Raja Felio akan kemari dan menemui Raja Denial." Ucap salah seorang pria tadi yang Deven tebak sebagai pemimpin dari para pria dibelakangnya. Mereka semua tampak kaku. Memang seperti itulah kerja keamanan.

"Sudah ku temukan tempatnya. Ikuti aku." Ucap Deven sambil meletakan benda yang dipegangnya tadi ke dalam rak berwarna abu-abu.

Deven lalu membuka rak disampingnya dengan sebelumnya memasukan kode, ia mengambil senjata andalan milik ayahnya. Sebuah benda pisau kecil. Namun pisau tersebut dicampurkan dengan racun mematikan. Sekali gores saja sudah mematikan urat nadi dan kerja jantung. Untuk itulah benda tersebut hanya Deven gunakan ketika suasana penting. Seperti suasana saat ini, ketika Putri Anneth menghilang.

IRREPLACEABLE (Completed √)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang