Ray masuk keruang rapat dengan geram. Sesaat setelah masuk kedalam ruang rapat, seluruh karyawan yang sedang bergurau langsung diam. Hening.
Aura mengintimidasi milik Ray menyebar keseluruh penjuru ruangan. Ray menatap karyawannya satu per-satu yang membuat hampir dari mereka semua bergidik ngeri. Sebagian karyawannya ada yang memanipulasi ketakutannya dengan sekadar membaca file atau meminum teh yang telah disediakan.
Ray melihat kearah kursi tepat disebelah kanan yang biasa diduduki oleh pak Aldrin, manager kepercayaan Ray. Kosong. Tentu saja. Tadi sebelum masuk kedalam ruang rapat, pak Jandi memberi tahu Ray bahwa pak Aldrin sedang mengurus berkas-berkas di Lombok. Dan kemungkinan akan kembali besok siang.
Ray menarik nafasnya, "Pengkhianat gak ber-hak berada disini."
Ucapan Ray bukannya menenangkan para karyawannya, malah membuat mereka semua tercekat. Bukan karena mereka pelakunya, tapi karena ucapan Ray dengan nada dingin sedingin es dikutub utara.
"Argh! Kita kenapa bisa kecolongan gini sih!" ucap Ray sambil menggebrak mejanya.
Semua karyawan kaget setengah mati. Bagaimana tidak kaget melihat anak CEO besar yang biasanya ramah sekalipun sedang marah kini tengah mengeluarkan decakan penuh kekesalan.
"Pengkhianat harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Dan kalau salah satu karyawan disini ketahuan membocorkan rahasia, saya jamin hidupnya akan menderita!" ujar Ray dengan api yang keluar dari matanya.
"Ray Pierre Adalardo. Kamu mirip, sangat mirip Felix," ucap seseorang yang baru masuk keruang rapat. Ray menoleh dan menetralkan rasa amarahnya.
"Om Nardo,"
Ternyata yang baru saja mengucapkan kata konyol 'Kamu mirip, sangat mirip Felix'-jelas-dong-gue-kan-anaknya-Felix-bokap-gue-adalah Om Nardo, sahabat karib ayah Ray.
"Percuma kamu mencak-mencak sama karyawan. Tenangkan pikiran dengan baik, baru mulai diskusi." ucap Om Nardo yang disetujui para karyawan yang ada diruang rapat dengan anggukan.
Ray memutar dua bola matanya dengan malas, bahkan sangat malas. "Om Nardo ngapain disini? Bukannya om seharusnya diAussie,"
Om Nardo berdiri disebelah Ray sambil menatap ramah kepada para karyawan Ray. "Om cuma ingin menawarkan bantuan,"
"Bantuan apa?"
"Anak om kemungkinan bisa memancing pelaku itu keluar dari persembunyiannya,"
Ray mendecak, "Dia cacing yang biasa dibuat mancing ikan?"
"Lebih dari yang kamu kira, Ray."
Kini om Nardo menatap Ray, "Kamu lupa? Dulu kamu dan anak om hampir bertemu kalau kamu gak tiba-tiba pergi ke kantor karna terlalu tergila-gila sama pekerjaan. Bahkan kamu belum sempat bertemu tante kamu sendiri. Om masih ingat, waktu itu umur kamu masih sekitar empat belas tahun,"
"Bahkan saat itu Ray belum genap empat belas tahun, om." jawab Ray yang ternyata masih ingat kejadian itu.
Om Nardo tersenyum, "Dan bahkan om yakin, kamu bahkan gak tahu kalau tante dan anak om pindah ke Indonesia sekitar tiga tahun yang lalu,"
Yakali. Penting amat. Batin Ray.
"Itu penting Ray. Sifat Felix menurun ke kamu tentang kemalasan berhubungan dengan orang lain selain client. Bahkan sekalipun hanya datang cuap-cuap kerumah dengan tujuan menjaga silaturahmi," ujar om Nardo seolah membaca apa yang Ray fikirkan.
"Tapiㅡ"
"Dari dulu kamu selalu punya seribu alasan untuk menjawab pernyataan om yang barusan," kata om Nardo sambil berdiri dan menepuk pundak Ray.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Guy
Short StoryRay Pierre Adalardo yang berarti Raja Petter yang mulia adalah nama yang diberikan untuknya tepat saat persalinan ibunya di Perancis 17 tahun yang lalu. My first short story!