MAE
Mataku memicing pada jam dinding yang menunjuk angka empat saat perutku berkeriuk keras menandakan sudah waktunya pengisian ulang bahan bakar. Sebenarnya aku merasa sedikit lemas dan malas, mataku juga masih menuntut untuk kembali dipejamkan. Tapi tetap saja rasa lapar di perut memenangkan semuanya.
"Mas.""Hhmmm..."
"Laper, Mas."
"Hhhmm.."
"Mas nggak laper?"
Bukannya menjawab, Mas Hendra malah menarikku makin rapat hingga punggungku menempel di dadanya. Tidak hanya itu, tangannya kembali asik menjelajah di bagian depan dadaku, membelai dan meremas berulang kali. Baju tidurku juga sudah tersingkap sampai perut, membuatku merasakan hawa pendingin ruangan yang sedikit tidak nyaman.
"Mas Hendra, Mae laper!" Dengan kesal kudorongkan bokongku kebelakang yang tentu saja membentur bagian keras tubuhnya. Mungkin Mas Hendra terganggu dengan teriakan juga tingkahku. Jadi dia memaksakan diri bangun dan menyangga kepalanya dengan tangan. Tampak enggan, dia menatap dengan mata mengantuknya.
"Ya udah makan sana, tapi yang cepet, abis itu balik lagi kesini."
"Mau makan apa?"
"Lahh kok nanya aku?
"Kan tadi Mae nggak masak?"
Terlihat kebingungan, Mas Hendra menggaruk kepalanya berulang "Emangnya kenapa tadi nggak masak?"
Kulemparkan tatapan bertanya pada Mas Hendra yang dibalasnya dengan senyum lebar. Hah, bisa-bisanya dia bertanya? Memangnya kenapa lagi kalau aku nggak masak Sabtu begini? Sudah sangat jelas itu karena andil besar Mas Hendra yang lebih memprioritaskan urusan bawah perut daripada urusan perut.
"Mas Hendra laper nggak sih?"
"Laper."
"Ya udahlah, Mae cari makan dulu. Siapa tau ada tukang makanan lewat," Keluhku sambil beranjak dari ranjang meninggalkan Mas Hendra yang juga mengelus perutnya.
"Pesenin buatku satu ya," seru Mas Hendra saat aku mencapai pintu kamar.
Suara ramai di luar membuatku urung membuka pintu depan. Sedikit mengintip dari balik jendela kulihat ada beberapa tetangga depan yang berkumpul. Sebenarnya memang hanya ada tiga orang di luar. Tapi seperti biasa, kalau ada si oncom raja tega itu, ramainya pasar pun tersaingi.
Si oncom raja tega itu seperti sedang berorasi, teriakannya lantang penuh semangat, tangannya bergerak kesana kemari dan wajahnya terlihat marah. Sedikit bisa kutangkap apa yang dikatakannya yaitu tentang baju, kreditan, harga mahal, pak RT juga polisi, nah loh... polisi? Ada urusan apa sampai polisi di bawa-bawa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Emak-Emak Rempong
HumorKomplek Kembang Setaman. Komplek dengan nama dangdutan dan ternyata penghuninya juga lebay, alay, kepo dan sok gaul. Ini kisah tentang kumpulan emak-emak di dalam Blok E. Blok dengan jalan buntu yang kadang suka tidak menentu. Dari gosip hantu sampa...