Monalisa.
Satu..dua..
Satu..dua..
“Yak ibu-ibu di rumah, lebarkan kakinya, turunkan posisi badan, kemudian goyangkan pantatnya ke kanan dan kiri.”
Dengan penuh konsentrasi aku mengikuti gerakan senam aerobic di televisi. Kegiatan ini rutin aku lakukan setiap pagi sambil menunggu kang Dadan lewat. Sebenarnya aku sudah mengajukan kepada warga disini untuk mengadakan senam aerobic sehat setiap hari minggu, namun saat aku mengajukan diri menjadi instrukturnya, ibu-ibu kompleks serempak melengos dan mengacuhkan tawaranku. Padahal nih ya, aku punya maksud baik. Kalo ibu-ibu rajin aerobic, badannya teh pada kenceng, nggak ngondoy dan mbleber kesana sini.
Tok tok tok!Duh! Siapa lagi sih ganggu pagi-pagi gini. Ini pasti si Nta medit deh mau minta sabun colek buat nyuci baju, atau mau ngajak patungan beli oncom. Sambil mengelap keringat dengan handuk kecil, aku membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang datang. Aku langsung menegakkan badan dan menyisir rambut dengan jari-jariku.
“Eeh..ada Pak RT! Masukh yuk pak. Maap rumah Monah berantakan, abis aerobic soalnyah.” Aku menggeser badan dan mempersilakan pak RT masuk. Pak RT celingak celinguk ke luar kemudian masuk dan langsung duduk di sofa ruang tamu.
“Mau minum apah pak RT?” Tanyaku.
“Nggak usah, dek Mona, saya cuma sebentar kok. Jangan panggil pak RT dong, panggil mas Maryadi atau mas Mar aja,” jawabnya sambil sesekali menelan ludah.
Aku tersenyum kemudian duduk di hadapannya. “Jadih ada gerangan apakah yang membawa pak RT, eh maksud Monah, mas Maryadih kemarih?”
Dia kembali menelan ludah dan tampak gugup. “Enngg..nganu dek Mona, saya mau minta fotokopi KTP. Buat data.”
“Oooh..sebentar Monah ambilkan ya mas.” Aku bergegas ke kamar dan mengambil fotokopi KTPku dari dalam dompet dan kembali ke ruang tamu.
“Ini mas Mar, fotokopi KTP Monah.”
Pak RT menerimanya dengan tangan bergetar kemudian meneliti KTPku dengan mata menyipit. “Eh dek Monah, inih KTPnya udah expired lho.”
“Hah??!! Masak sih Mas?” Spontan aku langsung duduk di sebelahnya dan menatap KTP yang ada di tangannya.
“I..iya. Ini masa berlakunya sampai 3 September 2014. Udah lewat dek," ujarnya dengan suara bergetar.
“Mas Mar sakit? Kok suaranya gemeter gituh? Mau Monah bikinin teh manis?”
Brak!
Aku dan Pak RT terkejut ketika mendengar suara pintu terbuka. Seorang wanita bertubuh tinggi besar masuk dengan mata melotot dan nafas terengah-engah, rambut sasakannya sudah berantakan.
“Mama! Kok bisa ada disini?” pak RT berdiri dan menghampiri istrinya.
Sementara di belakang bu RT aku melihat ce Vivi sedang memperhatikan dengan seksama, sesekali dia memotret dengan hapenya.
“Papa yang ngapain disini?! Gatel banget sih! Duduk pake deket-deketan gitu!” jawab Bu RT sambil berteriak.
Aku melirik ce Vivi yang matanya berkilat-kilat seperti mendapat harta karun dan langsung menekan tombol rekam di hapenya.
“Mama salah paham. Papa cuma minta fotokopi KTP ama dek Mona. Buat data, ma. Ternyata KTP dek Mona sudah habis masa berlakunya. Papa mau bantu perpanjang.” Dengan suara tergagap pak RT berusaha menjelaskan.
“APAAA?! Nggak usah! Papa nggak usah bantu-bantu si Siti Rumona ini buat urus KTP. Biar dia ke kelurahan sendiri!”
“Mo-na-li-sa, Bu Dini. Bukan Siti Rumonah.” Tegasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Emak-Emak Rempong
HumorKomplek Kembang Setaman. Komplek dengan nama dangdutan dan ternyata penghuninya juga lebay, alay, kepo dan sok gaul. Ini kisah tentang kumpulan emak-emak di dalam Blok E. Blok dengan jalan buntu yang kadang suka tidak menentu. Dari gosip hantu sampa...