1

26 1 0
                                    

Aku mempunyai sudut pandang kehidupan, bahkan ketika sudut itu terlihat lebih rumit dari biasanya. Hanya saja, aku terlambat untuk memberitahu bahwa aku wanita yang rumit. Dan akupun mengerti, tentang diriku, ya, diriku sendiri.

Aku Fanya, seorang wanita dewasa yang tidak terlalu penting untuk memiliki prinsip, bahkan aturan di dalam hidup. Karena hidupku, hanya bergantung tentang diriku. Tunggu dulu, biar aku perjelas, aku hanya ingin mengakui bahwa aku tidak menyukai hal yang rumit, tapi orang lain menganggap bahwa itu masalah terhadap diri sendiri. Itulah mengapa aku selalu berkata bahwa aku rumit.

Pagi ini, aku akan menulis cerita tentang kisah hidupku, kisah cintaku, dan pria yang akan aku hadirkan didalam kisah ini. Dia merubah hidupku, dia menjagaku, dan pasti dia memilikiku.


2012,Januari.

Aku adalah seorang wanita genap berusia 22 tahun yang bekerja disebuah perusahaan besar. Namun, pekerjaanku hanya seorang cleaning service atau biasa yang disebut OB. Aku terlahir dengan keluarga yang berkecukupan, namun setelah ayahku meninggal dunia, aku berinisiatif untuk tidak memberatkan ibuku, walaupun sebenarnya ayahku meninggalkan perusahaan, dan mewariskan kepada kakakku setengah sahamnya, dan juga untukku. Dan akhirnya kakakku lah yang meneruskan perusahaan mendiang ayahku.

Ada perkataan dan nasehat ayahku yang selalu terdengar di kupingku setelah beliau pergi.

"Wanita adalah berlian, wanita berlian adalah wanita mandiri yang tau betapa kerasnya kehidupan, tau menjelajahi dunia, serta cerdas dalam meneliti kehidupan." -Ayah Fanya.

Aku dihantui, rasa sayang dan rasa sedih. Karena kehilanganmu ayah. #$%^&

"Fanyaaaa... heran deh, kamu selalu aja tepat waktu, aku ngga pernah liat kamu telat buat ngisi absen didepan sana.. hahahahahahaha, Fanya patut dicontoh nih Jwa.."  Ellen yang selalu mendapati aku sudah membersihkan meja di ruang OB bersamaan dengan Najwa, mereka adalah teman dekatku.

"Kalo telat, Len. Bisa-bisa di amuk masa sama calon istrinya pak Lucky.. Hahahahahaha..." sambung najwa dengan tawanya.

Aku yang melihat itu sekedar tertawa dan melihat mereka yang senang sekali mengejekku karena kedisplinanku saat bekerja.

"Emang urusan apa sama calon istri pak Lucky? kamu ada-ada aja Jwa.." sambungku yang masih tidak pernah mengerti apa maksudnya.

"Eh jangan asal kamu, Nya. Kamu tau gak si Dito? dia itu kemaren habis-habisan dimarahin gara-gara engga sengaja numpahin kopi panas ke bajunya bu Indy, calon istrinya Pak lucky.."  Imbuh, Ellen dengan nada yang berbisik-bisik.

"Hahahaha, Dito lucu juga ya... tapi kenapa semua staff dan ob takut banget ya sama bu Indy? bu Indy kan cuma calon, bukan pemegang perusahaan, terkadang aku suka aneh aja hahaha..." Sambungku, dengan nada yang agak sedikit meremehkan kekuasaan bu Indy.

"Ya kalo kamu yang jadi calonnya, kamu ngga bakal gituin kita kan, Nya?" Sambung Najwa sambil menyolek tanganku.

"Sembarangan kamu kalo ngomong, Jwa. Kok jadi bawa-bawa aku disini? Ngapain juga aku jadi calonnya pak Lucky, udah beda kali. Mimpi disiang bolong kali.." Jawabku agak sedikit menggerutu malas.

"Cinta itu ngga melihat perbedaan kali, mau miskin ataupun kaya, mana ada kayak gitu, kalo kamu baik, siapa sih yang ngga mau sama kamu, Nya?" Pungkas najwa.

Aku hanya diam dan tak membalasnya, jika aku terus-terusan membalas dan menjawab pembicaraan itu, maka Najwa dan Ellen tiada habisnya untuk menjelek-
jelekkan bu Indy di depanku, dan terus-terusan mengisengiku. $%^&

Kebiasaanku hanya membersihkan seluruh kantor, dari pintu serta jendela dan benda apapun yang bisa dibersihkan, dan sering juga aku membuatkan kopi untuk pak Lucky. Tapi sayangnya, aku tidak pernah bertemu langsung dengan pak Lucky diruangannya, karena aku bukan pengantar minuman, melainkan Dito.

Tapi, sering ku dengar bahwa karyawan dan staff selalu bertanya, siapa pembuat kopi pak Lucky, karena yang kudengar pak Lucky selalu bilang, bahwa kopi buatanku persis rasanya seperti kopi buatan ibu mendiangnya. Karena aku selalu berpesan kepada Dito, jangan sekali-sekali menyebutkan namaku, karena aku malas bertemu orang-orang untuk dijadikan bahan perbincangan mereka. Dito pun sangat bisa untuk dipercaya, karena dia sangat memegang semua rahasia aku, Ellen, dan juga Najwa.$%^&

"Huh, untung saja.. setiap kali ditanya oleh karyawan siapa pembuat kopi pak Lucky, aku selalu bilang bahwa itu buatanku, tapi untungnya para karyawan ngga pernah suruh aku buat didepan mereka, hahahahahaha."  Imbuh Dito yang mendatangiku tiba-tiba.

"Terserah kamu deh, To." Sambungku sambil menggeleng-gelengkan kepala. #$%^&

Dan, aku juga punya alasan. Mengapa aku selalu datang tepat waktu, itu karena aku selalu membersihkan ruangan Pak Lucky sebelum beliau masuk ke dalam ruangannya. Aku selalu bisa mendeskripsikan wajah pak Lucky melalui foto yang dipajang di atas meja kerjanya. Dia adalah orang yang penyabar dan baik, serta pak Lucky sudah terlihat berumur. Mungkin sekitar 40 tahunan dan yang kudengar dia sudah bercerai satu kali dengan mantan istrinya yang dulu, dan beliau sekarang memiliki calon istri yang baru.

Aku hanya selalu mendengar cerita pak Lucky dari teman dekatku, seperti Ellen, Najwa dan Dito. Walaupun melihat langsung belum pernah ku lakukan. Karena aku rasa itu tidak terlalu penting bagiku. #$%^&

"Kamu ngga pulang, Nya? udah jam segini loh." Tanya Ellen yang menunjukkan pukul 19.00 malam.

"Bentar, aku masih harus bersihin cucian piring, kamu ngga liat tuh?" Kataku sambil menunjuk kearah cucian piring.

"Rajin banget kamu ya, Nya. Aku aja mikir buat kerjain besok. Kalo gitu aku bantuin ya?" Kata Ellen. Lalu kujawab dengan anggukan.

Di saat itu, aku dan Ellen belum beranjak pulang, Najwa dan Dito sudah pulang duluan, dan hanya tersisa aku dan Ellen. Saat semua sudah beres, aku dan Ellen bergegas keluar dari kantor, dan tersisa pak Burhan satpam yang mengunci setiap ruangan serta penjaga kantor.

Ellen memilih naik ojek, aku memilih berjalan kaki dulu untuk mencari makan dipinggir jalan. Kemudian, aku duduk dan memesan pecel lele. Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dan lelaki yang datang, bermesra-mesraan serta berbicara tentang masa depan mereka berdua. Aku sama sekali tidak menoleh kearah mereka, namun aku hanya mendengar gelak tawa dari sepasang kekasih itu. #$%^&

Sesampainya dirumah, ibu sudah menunggu di ruang tamu, aku langsung saja memeluknya.

"Gimana tadi, pasti capek ya? makanya ibu udah bilang, kamu kerja aja diperusahaan ayah, biar ngga secapek ini." Kata ibuku sambil mengelus kepalaku.

"Ngga capek kok, Bu. Fanya seneng, teman-temannya baik, dan have fun aja." Bantahku dengan tersenyum didepan wajah ibuku.

"Oke deh, kalau kamu senang, Ibu juga pasti senang.." Jawab Ibuku.

Aku langsung saja bergegas ke kamarku, dan bersiap untuk beristirahat.
Dalam gelap ini, aku hanya ingin berkata pada langit "aku merindukanmu, ayah."

APA ADANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang