Ya, disini ketakutan seorang Fanya terjadi. Ya, aku takut.
"Apa-apaan ini? Seorang cleaning service beraninya membersihkan ruangan bossnya sepagi ini?? Hei, apakah kamu sudah meminta izin?" Teriak bu Indy, ya benar calon istri pak Lucky. Aku pun juga terkejut, tidak biasanya ada orang lain datang sepagi aku diruangan ini.
Aku takut, aku hanya diam. Aku tidak ingin ini menjadi masalah, tapi buruknya bu Indy mempermasalahkan hal ini. Padahal, bu Indy tidak tahu bahwa akulah yang selama ini membersihkan ruangan calon suaminya itu.
Setengah menit kemudian datanglah pria bertubuh sangat tinggi dan tegap, dengan wajah bijaknya serta kerutan dibagian matanya, namun masih terlihat tampan.
Dan aku menyadari itulah yang setiap hari aku lihat dipajang diatas mejanya, yaitu pak Lucky. Itu kali pertama aku melihat pak Lucky secara langsung dan tidak kusangka dia terlihat lebih tinggi dibandingkan di foto itu."Ada apa ini, Dek?" Tanya pak Lucky kepada bu Indy.
"Mas, aku gak suka ya ada wanita selain aku diruangan kamu, kamu liat dia, dia siapa? dia itu OB." Teriaknya di depan wajahku. Dan disitu aku hanya diam dan menundukkan kepalaku.
"Dek, dia OB buat bersihin ruangan aku, bukan siapa-siapa, kamu gak usah marah-marah kayak gitu dong.." Sambung pak Lucky dengan kesabarannya.
"Oke, tapi lain kali kamu harus izin sama saya, saya adalah calon istri Lucky, ingat itu!" Imbuhnya, kemudian aku mengangguk dan langsung bergegas keluar.
Apa itu tadi, apakah itu seperti masuk kedalam kandang yang ganas. Aku seperti takut dan mati rasa bertemu dengan bu Indy, kesan pertamaku adalah dia orang menyebalkan dan seperti pengganggu, tapi bagaimanapun juga dia selalu ada di dalam perusahaan ini.
Aku tidak menceritakan kejadian ini kepada Ellen, Najwa dan Dito. Karena aku rasa ini tidak begitu penting untuk dijadikan bahan omongan. Akhirnya aku hanya diam, dan selalu membicarakan hal lain. Untung saja hal ini tidak terdengar dimanapun. Aku menyesal disaat itu datang keruangan pak Lucky. #$%^&
Pukul 20.21 malam, aku lembur dan harus membersihkan kamar mandi, itulah yang terberat saat ini. Sedangkan, Ellen mempunyai acara keluarga, Najwa dan Dito pun selalu pulang lebih awal. Aku sendirian dan lebih ingin membereskan sekaligus, agar tidak terlalu menumpuk.
Setelah semua selesai, aku bertemu pak Burhan lagi, beliau mulai mengecek dan mengunci seluruh ruangan.
Saat aku berjalan menuruni tangga, tiba-tiba ada seseorang mengendarai mobil dengan cahaya lampu jauh yang membuat mataku silau. Kemudian orang itu membuka kaca mobilnya.
"Kamu sendirian? Mau saya antar pulang?" Aku sedikit kaget dan tidak berkutik, yang ada didalam mobil itu pak Lucky dan seorang supir.
"Maaf pak, saya sendiri aja, ngga enak, pak." Pungkasku, agar ini tidak menjadi masalah yang besar.
"Jangan begitu, saya hanya berniat baik, kamu kan perempuan, dan ini sudah malam." Balasnya dengan suara yang bijak.
"Baiklah, pak. Terimakasih." Kataku, dan kemudian membuka pintu depan, agar duduk bersama supirnya. Karena itu tidak mungkin jika aku duduk dibelakang bersamanya.
Saat sudah sampai di depan perumahanku, aku berkata bahwa aku akan turun didepan saja, karena aku tidak ingin orang lain tau tentang rumahku, dan kehidupanku. Bahkan teman-temanku hanya tau aku orang biasa.
"Beneran disini aja? padahal saya bisa nganter sampe depan rumah kamu kan?" Tanya pak Lucky.
"Ngga usah,pak. Dikit lagi saya sampai kok.." Jawabku serta memberikan senyuman, agar beliau tidak curiga.
"Tunggu dulu, siapa nama kamu?" Tanya pak Lucky sebelum aku bergegas pergi.
"Nama saya, Fanya..." Kemudian aku langsung berlari kecil dan tersenyum kearahnya, sambil membungkukkan badan.
Aku bersembunyi dibalik tembok dan melihat mobilnya sudah berlalu pergi. #$%^&
Keesokan paginya, aku sama datang pagi lagi seperti biasanya. Aku juga tidak akan membersihkan ruangan pak Lucky lagi. Dan yang tidak kusangka, Ellen, Najwa dan Dito sudah sampai disana. Kemudian aku bingung apa yang terjadi. Ellen, Najwa melihat kearahku, dan juga Dito dengan wajah memelas.
"Ada apasih, kok ngeliatin aku kayak gitu?" Tanyaku kebingungan.
"Habis riwayat Dito, Nya." Jawab Ellen.
Kemudian, pak Lucky datang disertai karyawan, dan meminta seluruh OB untuk membuatkan kopi untuknya. Dan para karyawan berkata bahwa pembuat kopi pak Lucky akan segera ketahuan. Disitu aku mulai kaget, dan seperti bertanya apa yang akan terjadi nantinya.
Dito, Ellen, dan Najwa langsung membuatkan kopi itu kepada pak Lucky. Dan aku masih terdiam dan hanya takut, bahwa akulah pembuat kopi yang persis rasanya seperti kopi buatan mendiang ibunya.
"Berhenti..!" Ucap pak Lucky. Dan aku bingung apa yang akan terjadi.
"Seluruh karyawan silakan keluar, karena saya sudah tau siapa pembuat kopinya." Tegas pak Lucky.
Lalu, para karyawan kecewa karena rasa ingin tahunya. Dan aku bingung, apa maksudnya, dia tau kalau itu aku? tapi darimana, sedangkan dia belum mencoba buatan Dito, Ellen, dan Najwa. Pak Lucky bergegas keluar setelah itu.
Dan pada akhirnya, aku tetap membuatkan kopi itu, sebenarnya kopi itu racikanku sendiri, ada cerita dibalik kopi itu. Kopi yang persis dengan buatan mendiang ibunya pak Lucky mungkin sama dengan racikan ku, karena kopi ini awalnya di racik dan dibuat oleh ayahku, katanya kopi ini mirip coffe late buatan tahun 90-an. Dan akhirnya aku mengikuti cara itu untuk membuatkannya kepada ayahku dulu, mungkin saja ibunya juga membuat dengan cara yang sama yaitu kopi buatan tahun 90-an.
Dito datang tergesa-gesa saat membuka pintu.
"Nya... kayanya kamu yang harus pergi kesana, aku mohon." Minta Dito kepadaku, dan aku tidak mengerti.
"Tadi aku anterin kopi buatan kamu, dan pak Lucky bilang bukan aku pembuatnya, tolong panggil pembuatnya, dan jangan berbohong, karena dia sudah tau.." Ucap Dito yang semakin berkeringat dingin, dan disitu aku ingin menertawai Dito, karena dia percaya sekali dengan kata-kata pak Lucky yang sebenarnya tidak tahu siapa pembuat kopi itu. Dan kupikir itu hanya ancaman agar pembuatnya datang.
"Ya, baiklah.." Kataku sambil meninggalkan Dito.
Lagi dan lagi, aku pergi keruangan ini. Dengan perbedaan, yaitu aku biasanya mendatangi tempat kosong, dan sekarang aku langsung mendatangi pemiliknya.
Aku langsung mengetuk pintu, dan kemudian dipersilakan masuk."Jadi, kamu pembuatnya, Fanya?" Tanya dia, dan hatiku mulai bergetar saat dia menyebut namaku.
"Hmm, ya. Aku yang membuatnya." Ucapku agak sedikit gugup.
"Kalau begitu, kamu yang harus mengantarnya setiap hari.." Ucapnya dengan meminta.
"I.. iya pak, saya akan mengantarnya." Kataku yang sedikit tergesa-gesa agar semua selesai dengan cepat. #$%^&
Dimulai kisahku, Fanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
APA ADANYA
Non-FictionJika cinta terlalu berat untukmu, maka aku yang akan mencintaimu. Jika aku terlalu rumit untukmu, maka aku yang akan mengertimu. Jika kita adalah takdir, maka APA ADANYA kita. Hanya penerimaan yang tidak akan melakukan penolakkan, dan hanya penolakk...