Seperti biasanya, aku datang. Namun kali ini, aku menaikki tangga dan ada seorang pria yang tiba-tiba menabrakku, kemudian aku tergelincir dan disitu kakiku sangat sakit.
"Yaampun, maafin aku, aku ga sengaja." Katanya.
"Eh iya pak, gapapa saya bisa jalan kok sendiri.." Kataku, sebenarnya aku berbohong karena berdiripun itu terasa sakit, dan aku mencoba memastikan dia dengan cara masih duduk dan menyuruhnya pergi.
"Ada apa ini?" Pria tinggi kemudian datang kearahku dan menghampiriku, lalu menggendong tubuhku.
"Pak Lucky? Bapak ga seharusnya melakukan ini, nanti bu Indy tau gimana pak? Saya baik-baik saja." Kataku agak cemas. Namun, pak Lucky hanya diam saja tanpa menghiraukan perkataanku.
Pak Lucky menggendongku dan membawaku menuju mobilnya, dan ternyata dia membawaku ke rumah sakit untuk diobati, karena kakiku terkilir.
"Pak, apa ini tidak berlebihan? Bagaimana jika orang lain tau bahwa bapak melakukan ini?" Tanyaku kembali.
"Kenapa? Apa ini perbuatan salah kalau menolong kamu?" Tanya nya kepadaku.
"Tapi,Pak. Saya hanya tidak ingin membuat yang lain terlukai, apalagi kalau bu Indy tau. Pasti dia akan marah." Ucapku meyakinkannya.
Kemudian, dia hanya tetap diam. Setiap aku membahas bu Indy. Aku hanya khawatir ini akan menjadi masalah besar dihidupku, dan hidup pak Lucky.
Aku diberi kursi roda sementara, karena aku benar-benar sakit ketika berjalan, dan dia mengantarkanku pulang. Tapi kali ini, aku tidak bisa berbohong karena tidak mungkin aku memakai kursi roda dari depan perumahanku."Kali ini, aku akan mengantarkan kamu sampai didepan rumah kamu.." Katanya memaksa.
"Tapi pak,... " Jawabku.
"Kenapa? Kamu malu sama rumah kamu?" Tanyanya lagi.
"Bukan pak,.." Kataku, dan aku tidak melanjutkan lagi, aku hanya menunjukkan arah sampai dirumahku.
Lalu, dia hanya diam ketika aku menunjukkan rumahku kepadanya. Seperti dia tidak percaya bahwa seorang OB sepertiku memiliki rumah seperti ini.
Tapi, pak Lucky tetap membantu ku dan mendorong kursi rodaku sampai depan pintu rumahku, dia juga yang membuka gerbang untukku, dan kemudian mengetuk pintu rumahku. Dan dia tidak menanyakan hal yang serius kepadaku tentang masalah ini."Yaampun, Sayang... kamu kenapa? kok jadi gini?" Panggil ibuku ketika membuka pintu rumah.
"Maaf, Bu. Tadi kaki Fanya terkilir, jadi saya mengantarnya pulang." Ucap pak Lucky.
"Yaampun, Fanya. Ibu udah bilang kamu gausah kerja lagi disana, kenapa kamu ga dengerin kata ibu, Nak??" Ucap ibuku.
Pak Lucky langsung melihat kearahku, dan hanya diam saja.
"Bu, udah ya gausah dibahas ya.. Ini kenalin, Pak Lucky, bos aku bu..." Kataku.
"Oh yampun, jadi nak Lucky ini bos anak saya ya?"
"Iya bu, saya Lucky.. hehehe." Kata pak Lucky sambil tersenyum kearah ibuku.
Dan pak Lucky kemudian dipersilakan masuk oleh ibuku, serta dibuatkan teh oleh ibuku. Disitu ibuku mengajak pak Lucky berbincang.
"Nak, Lucky. Ibu sebenernya bingung sama Fanya, dia tuh keras kepala, dan dia gak mau kerja di tempat almarhum ayahnya, dia malah milih jadi OB, dengan kerja kerasnya sendiri, dia bilang dia gak mau repotin ibu. Padahal, melihat dia terluka aja ibu sedih banget.." Kata ibuku.
Aku sedikit agak kesal karena ibu berkata seperti itu, bukan aku anak yang tidak baik. Hanya saja, ibu tidak pernah melihat bahwa ayah selalu menasehatiku. Aku langsung saja bergegas ke kamarku dengan mendorong kursi rodaku sendiri.
"Tapi mungkin dia ingin mandiri bu, itu kan alasan yang bagus..." Ucap pak Lucky terdengar olehku.
"Tuh, liat dia keras kepala sekali, langsung masuk kamar terus dikunci, memang dia seperti itu nak, Lucky."
Aku didalam kamar dan tertidur pulas, karena aku lelah.
Keesokan pagi dan seterusnya, pak Lucky datang mengunjungi dan itu di lakukan saat kaki ku terkilir dan setelah dia tau rumahku. #$%^&*
Aku sembuh, dan bisa bekerja lagi seperti biasanya. Aku datang dan membuatkan kopi serta mengantarkannya, saat aku ingin membuka pintu, terdengar perkelahian di dalam ruangan itu. Aku mendengar bahwa pak Lucky membicarakan tentang perselingkuhan yang dilakukan bu Indy dengan pria lain. Dan disitu, pak Lucky membatalkan pernikahannya dengan bu Indy, bu Indy membuka pintu, langsung saja aku bergeser kesamping kanan, dan untungnya dia sedang penuh amarah dan tidak melihatku.
Aku datang disaat yang tidak tepat, pak Lucky sedang terdiam dan diraut wajahnya terlihat dia sedang penuh dengan kesakitan. Lalu, aku menaruh cangkir kopi disampingnya dan segera bergegas keluar tanpa sepatah katapun yang ku ucapkan, begitupun dengan dia.
Akhirnya aku pulang dengan cepat karena pekerjaanku sudah beres dan telah selesai. Aku mulai merebahkan badanku di kasur, semenit kemudian ada telepon yang tidak dikenal meneleponku. Aku segera mengangkatnya, dan kudengar orang berteriak-riak tidak begitu jelas.
"Indy, where are you? looking for you...HAHAHAHAHAHAHA AAA....!!" Ucap pria itu ditelepon. Dan aku sadar bahwa itu suara pak Lucky. Tapi, aku bingung darimana dia mendapatkan nomor telfonku.
Aku langsung berlari kearah kamar ibuku dan bertanya perihal pak Lucky, ternyata yang dipikiranku benar, ibulah yang memberikan nomor telfonku ke pak Lucky, dan meminta pak Lucky untuk menjagaku. Aku berlari lagi ke kamarku.
Aku sangat ingin menelfon balik untuk mengetahui apa yang terjadi, namun lima menit kemudian, handphoneku mulai berbunyi. Dan itu masih nomor yang sama.
"Hallo.." Ucap pria yang suaranya lebih normal.
"Hallo, ini dengan siapa? Ini pak Lucky?" Ucapku khawatir.
"Bukan, Mba. Saya pak Nurdin, ini mba, pak Lucky sedang mabok, mba tolong datang kesini.." Ucap pak Nurdin, yaitu supir pak Lucky.
"Oke pak, saya segera kesana..."
Aku langsung bergegas dan berlari serta mencari ojek untuk cepat sampai ke alamat yang diberikan oleh pak Nurdin.
Sesudah aku sampai, aku melihat pak Lucky yang tertawa sambil memeluk pak Nurdin dan berteriak Indy dan Indy. Aku langsung memegang tangannya, dan memeluk pak Lucky. Dan segera memasukan dia kedalam mobil. Aku memerintahkan pak Nurdin untuk mengantarkan pak Lucky pulang ke apartmentnya.
"Pak, saya aja yang bawa masuk, terimakasih ya pak.." Ucapku pada pak Nurdin.
Aku memapah pak Lucky, dia terus-terusan berbicara dan seketika muntah di bajuku. Aku pun tetap memapahnya sampai didalam kamarnya. Kemudian aku mencari tissu, dan membersihkan muntahnya. Namun, aku tidak tega meninggalkannya. Aku biarkan dia tidur diranjangnya dan menyelimutinya, namun dia terus-terusan meneriakkan nama Indy.
Aku pun menjadi bingung apa yang harus aku perbuat.
"Iya, nanti Indy akan kembali, sekarang pak Lucky istirahat dulu ya.." Ucapku untuk meyakinkan kepadanya. Padahal itu sama sekali tidak ada gunanya.
"Iya, jangan tinggalin aku, aku mohon.." Ucapnya sambil meraih kedua tanganku.
Akhirnya, pak Lucky terdiam dan tertidur dengan menggenggam tanganku. Aku yang berada ditsitu hanya kebingungan. Dan tetap dengan posisi itu, hatiku berdebar sangat kencang. Ku lihat raut wajahnya, dia seperti penyayang dan penyabar.
"Apa aku salah jika rasa ini adalah suka?" Ucapku sambil mengelus rambutnya.
Pak Lucky tetap tertidur pulas, aku yang bertanya mengapa selalu memandangi wajahnya, dan disitu aku menaruh kepala di kasurnya, dan tubuhku duduk dilantai, sedangkan tanganku tetap terjaga didekap erat tangannya. Aku mulai tertidur dengan genggaman itu, hingga menjelang pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
APA ADANYA
Non-FictionJika cinta terlalu berat untukmu, maka aku yang akan mencintaimu. Jika aku terlalu rumit untukmu, maka aku yang akan mengertimu. Jika kita adalah takdir, maka APA ADANYA kita. Hanya penerimaan yang tidak akan melakukan penolakkan, dan hanya penolakk...