Beban

33 12 7
                                    

Tak lama kemudian Nisa pun sampai di ruang kepala sekolah, ia heran saat melihat seorang lelaki yang tak asing di matanya.

"Kamu yang namanya Nisa ?" Tanya pak kepala sekolah.

"Iyya pak." Jawab Nisa sembari duduk.

"Baiklah karena kalian berdua sudah datang, saya ingin menyampaikan sesuatu. Begini, bulan depan akan ada olimpiade fisika dan kamu berdua yang akan saya ikutkan. Apakah kalian bersedia ?" Tanya pak kepala sekolah.

Nisa membelalakkan matanya setelah mendengarnya. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama iya dipercaya ikutan lomba ginian, suatu hal menakutkan dan tak pernah terngiang olehnya. Pantas saja ia menolak dengan tegas, mengapa tidak, materi pengukuran saja dia belum kelar apalagi jika ditambah dengan materi yang super hotnya. Meski pak kepala sekolah menawarinya dengan les privat setiap senin dan sabtu sore sepulang sekolah, tapi tetap saja iya tak rela. Tetapi meskipun ia menolak, ujung ujungnya juga  pasti akan tetap terjadi, tak pernah ada bawahan yang menolak perintah atasannya jika dalam hal yang baik baik saja.

"Ayolah nak, siapa lagi yang akan ikut jika bukan kalian" ucap pak kepsek

"Tapi pak!!!"

"Tidak ada tapi2an, yang penting kalian harus ikut, mulai minggu depan kalian harus mulai privat" titah pak kepsek.

"hufft"

Setelah itu, mereka berdua keluar dari ruangan tersebut. Elvan berjalan menyusuri koridor dengan tangan di sakunya sedangkan Nisa mengekori langkah Elvan dengan pandangan menunduk memikirkan beban yang di pikulnya untuk membawa nama baik sekolahnya. Kini Nisa tak menyadari bahwa ia menyeimbangi langkah Elvan.

"Murid baru yah ? Kok baru kali ini gue liat."

"Gatel banget sih jadi cewek. Deket deket ama calon masa depan gue."

"Murid baru yah. Sini neng temani keliling sekolah."

"Mereka pacaran yah ?"

"Mereka pasangan Serasi banget."

" itu cowoknya ganteng banget sih."

"Ciptaan tuhan ini mah kelewatan banget. Iyah, kelewatan ganteng nyiptainnya."

"Dia kelas berapa yah ? Kok ganteng banget sih."

Itulah sebagian kata-kata yang di keluarkan oleh siswi-siswi yang melihat mereka berdua. Ada yang mengumpatnya, ada juga yang mendukungnya. Suara suara itu membuat Nisa menyadari bahwa ia berada di samping lelaki yang ingin di hindarinya, tapi apalah daya semakin ia menjauh semakin pula ia di dekatkan oleh sang pencipta.

Saat mendonggakkan kepalanya ternyata telah banyak siswi-siswi yang menatap tajam ke arahnya seperti ingin mencabik cabik dirinya. Kemudian, Nisa mempercepat langkah kakinya untuk tidak berjalan beriringan lagi karena ia sadar bahwa penyebab tatapan tajam yang di terimanya adalah akibat Elvan.

***

Sesampainya di kelas, Nisa langsung menuju ke tempat duduknya dan meletakkan kepalanya di kedua lipatan tangannya. Lagi lagi kepalanya berdenyut gara gara memikirkan beban yang di berikan kepadanya terlebih lagi dia harus sering belajar bareng dengan Elvan. "Bagaimana gue bisa ngilangin perasaan gue kalo gini ? Pokoknya mulai dari sekarang gue harus bisa menetralisir perasaan gue saat di dekatnya, apalagi saat Dira ada."batin Nisa.

Kini Nisa hampir berada di alam mimpinya, kalau bukan Dira yang mengagetkannya sudah pasti dia bersenang senang dengan mimpinya saat ini.

"Diraaaa."Teriak Nisa." Lo itu yah ganggu tidur gue aja. Tadi tuh gue hampir ketemu sama pangeran gue tau." Lanjut Nisa dengan memutar bola matanya malas.

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang