🍌🐟 1.3

3.2K 287 91
                                    

Disclaimer © Banana Fish by Yoshida Akimi

🌸🌺🌼

Ketika kelopak mata itu membuka, pandangannya keseluruhan menjadi putih semua. Dia melihat sebuah garis, setelah itu tanda plus dan berakhir melihat sebuah kotak putih atau mungkin gambar sebuah kotak. Beberapa kali mengerjapkan mata demi menyesuaikan cahaya yang masuk ke mata, dan menyadari bahwa dirinya berada di sebuah ruangan serba putih atau mungkin hanya sebagian.

Bola matanya coba digerakkan ke kanan dan ke kiri, mendapati sebuah jendela kaca yang cukup besar, tirai berwarna hijau, sebuah tiang dan infus serta beberapa buah dalam keranjang. Tak lama penciumannya bisa menangkap bau menyengat dari obat-obatan, lalu telinganya mendengar sebuah bunyi teratur tik tik tik dan suara seseorang di luar ruangan. Eiji membuka alat bantu pernapasan yang terpasang padanya, merasa benda itu sedikit mengganggunya.

"Eiji, kau sudah sadar. Syukurlah." Helaan napas lega dapat Eiji dengar dari seorang wanita, dia menoleh dan mendapati Ibunya berdiri di sampingnya.

"Ibu?" Ucapnya lemah.

Setelah mendengar kabar tentang kejadian yang menimpa Ash dan Eiji, Ayah dan Ibu mereka segera pulang kembali ke New York. Polisi pun tidak melewatkan kesempatan untuk menanyai tentang masalah ini pada mereka, membuat Ayah kandung Ash kehilangan kesabaran.

Wanita yang dipanggil Ibu itu mengusap wajah anaknya sayang, memasang senyum tegar. "Sebentar, Ibu panggilkan Dokter dulu."

"Ibu?" Panggil Eiji lagi, menghentikan Ibunya pergi meninggalkannya. "Dimana Ash? Apa Aslan baik-baik saja?"

Sang Ibu tersenyum menenangkan, dibelai rambut Eiji dan berkata. "Aslan baik-baik saja, dia sedang dirawat di ruangan berbeda." Setelah itu sang Ibu pergi untuk memanggil Dokter yang menangani anaknya.

Eiji menghela napas, dia menutup matanya kembali. Otaknya mencoba mencari ingatan kenapa dia bisa berada di sini, akibat shock dia tidak bisa mengingat alasannya. Kalau tidak salah Eiji merasa pergi mencari Ash, lalu menemukannya sedang melawan Arthur. Setelah itu Eiji tidak ingat apapun, tapi bagian kiri perutnya yang sakit sedikit menjelaskan apa yang terjadi.

Beberapa menit kemudian Dokter datang, memeriksa kondisi Eiji dan menanyakan beberapa hal masalah kondisi tubuhnya. Eiji pun akhirnya tahu kalau dia tertembak dan tiga hari dalam kondisi demam tinggi sebelum akhirnya sadar. Tertidur dalam waktu tiga hari memang bisa dibilang hanya sebentar, tapi Eiji jadi semakin merasa khawatir akan keadaan Ash saat ini. Jika Ash juga dirawat di sini sampai hari ini, berarti lukanya juga parah.

"Bagaimana keadaan Aslan, Ibu? Dia terluka parah?"

"Ya, tapi Aslan langsung sadar setelah sehari dioperasi. Anak itu memang sangat kuat ya." Sang Ibu tertawa kecil. "Bahkan saat sadar, yang pertama kali Aslan tanyakan adalah Eiji. Kalian memang sangat mirip."

Eiji dapat melihat ada perasaan senang saat Ibunya mengatakan hal seperti itu, apa selama ini Eiji selalu membuatnya khawatir?

"Saat pertama kali Eiji dan Aslan bertemu, Ibu sempat khawatir. Sepertinya aku membuat kesalahan lagi, kecil kemungkinan Eiji dan Aslan bisa menjadi adik kakak yang semestinya." Sang Ibu meraih tangan Eiji yang bebas dari selang infus, menggenggamnya cukup erat. "Tapi lihatlah sekarang, Ibu sangat senang kalian bisa saling memahami dan menyayangi. Selama Aslan berada di sisi Eiji dan selama Eiji berada di sisi Aslan, tidak ada lagi yang perlu kami sebagai orangtua khawatirkan."

Eiji tersenyum, Ibunya memang wanita paling baik yang pernah ditemuinya. Dia tak pernah melarang anak-anaknya melakukan apa yang mereka inginkan, bahkan Ibunya tidak memarahinya atas apa yang terjadi padanya saat ini. Minta penjelasanpun tidak Ibunya lakukan, baginya yang terpenting adalah anak-anaknya selamat.

My SweetheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang