Chapter 49 - The Heart Wants What It Wants

6.5K 105 18
                                    

“Ratna,” panggil Reza tak percaya. Di hadapannya sekarang adalah wanita yang sudah lama ia tidak jumpa, wanita yang dia cintai sedemikian rupa sampai membuatnya setengah gila. Meski tertutup oleh topi lebar di kepalanya, dia sadar bahwa banyak yang berubah dengan wanita itu. Rambutnya yang menjadi pendek sebahu dan bewarna hitam. Sorot matanya yang tidak lagi menunjukkan keangkuhan dan aura dingin luar biasa. Kali ini, mata bewarna coklat itu terlihat lebih hangat, mereka memberikan kehangatan yang begitu nyaman di tengah dinginnya musim salju di London.

“Reza,” balas wanita itu lirih. Sepertinya dia bahkan tidak menyadari kalau dia mengatakan itu. Suaranya sangat lirih sampai membuat Reza bisa merasakan nada menyayat hati di balik sapaannya. Penuh dengan kerinduan yang tak terungkapkan. Sudah berapa lama kah mereka tidak bertemu, sampai membuatnya merasa asing dengan suara itu?

“Sudah-”

“Sir, if you really want to borrow that book, I think it’s wiser if you wait for this lady to finish the book first,” Bran, si penjaga perpustakaan, tiba-tiba berbicara, seolah-olah tidak menyadari perubahan atmosfer di antara mereka berdua. Namun, Reza hanya mengabaikannya dan lebih memilih menatap Ratna yang masih belum tersadar dari kemalut di otaknya. “Sudah lama tidak bertemu, Ratna,” katanya, berusaha untuk membuat wanita itu kembali ke dunia.

Setelahnya, wanita itu tersadar dan langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain seperti berusaha menghindar dari tatapan intensnya Reza.

“Ya,” jawabnya seadanya.

Bran menyadari bahwa ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua setelah melihat ekspresi di wajah mereka. Setelah memberikan tatapan mengerti, dia pun meninggalkan mereka dan memberi ruang bagi mereka untuk berbicara empat mata.

Diam-diam Reza berterimakasih dengan Bran yang cukup peka dengan sekitarnya dan cukup pengertian sudah memberikan ruang lebih untuk mereka bertukar sapa. Dia akan membelikan sesuatu untuk pemuda tampan itu, sebagai tanda terimakasihnya.

“Kemana aja kamu selama ini? Kenapa tidak ada kabar?” tanya Reza berusaha mencairkan suasana yang semakin beku di antara mereka. Dinding. Ada dinding di antara mereka sekarang. Beberapa tahun yang lalu, dinding itu berhasil ia robohkan dengan usaha kerasnya. Kali ini, sialnya, dinding itu kembali berdiri. Ratna membangunnya kembali dengan bahan-bahan yang lebih kokoh. Perlu usaha lebih besar lagi untuk merobohkan dinding itu.

Ratna menatapnya sekilas, kemudian menghindarinya lagi. “Apa urusanmu?”

“Kamu melakukan banyak hal tiga tahun yang lalu dan kemudian menghilang tanpa kabar, membuatku khawatir habis-habisan.”

“Kalau kamu mau saya memohon ampun karena perbuatan saya pada ayahmu tiga tahun yang lalu, maka kamu tidak akan pernah mendapatkannya,” jawab Ratna berusaha angkuh. Namun, untungnya Reza terlalu mengenal wanita itu dengan baik. “Saya melakukan hal yang benar. Jika terus dibiarkan, dia akan terus-terusan melakukan korupsi.”

Laki-laki berusia 28 tahun itu menatapnya dengan jenaka sebelum kemudian terkekeh pelan. “Aku tidak peduli soal itu. Aku sudah tahu sejak lama kalau orang tua itu melakukan penyelewengan dengan kolega-koleganya yang lain. Sejujurnya, aku selalu menunggu saat-saat dia dipenjara karena perbuatannya itu tiba.”

“Dia ayahmu.”

Reza mendecak. “Ayahku? Secara legal, memang, tapi itu hanya sekadar sebutan. Tidak ada makna lebih di dalamnya. Faktanya, aku merasa kalau selama ini aku tidak punya ayah.”

“Reza-”

“Daripada itu,” potong Reza cepat. “Mengapa kamu melakukan semuanya tanpa berbicara denganku terlebih dahulu? Lihat akibatnya! Apa kamu tidak tahu kalau Mamah selalu berhasil menghancurkan karir dan martabat seseorang hanya dengan kata-katanya?” omelnya tidak suka. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celananya. Badannya sedikit menyender ke meja resepsionis tempat Bran biasa bekerja.

Dia, Bu Ratna (NEW VERSION) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang