[SKY] Part 1

44 8 0
                                    

Seorang gadis berambut sebahu duduk di kursi taman menunggu seseorang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang gadis berambut sebahu duduk di kursi taman menunggu seseorang. Pandangannya ia edarkan ke seluruh bagian taman, berharap ia melihat seseorang yang ditunggunya ada.

Gadis itu melihat jam tangannya, sudah 30 menit ia dengan sabar menunggu kehadiran orang itu.

"Arka mana sih?"

"Arrin!" Sahut seorang cowok yang langsung menerbitkan senyuman di bibir gadis itu.

Merasa namanya dipanggil, gadis itu menoleh pada sumber suara.
"Arka,"

Cowok bernama Arka itu berlari mengahampiri Arrin.

"Rin, maaf lama. Tadi di jalan ada kecelakaan, jadi sedikit macet."

Arrin tersenyum,
"Gapapa Ar,"

"Kamu nunggu lama ya?"

Arrin terkekeh,
"Sedikit,"

"O iya, kamu mau ngomongin apa?" Tanya Arrin membuka pembicaraan.

Pasalnya satu jam lalu ia ditelpon kekasihnya, Arka, untuk segera bertemu di taman ini. Entah apa yang akan dibicarakan Arka yang tak bisa diungkapkan lewat telepon, mengharuskan mereka untuk bertemu dan berbicara langsung.

Seketika raut wajah Arka berubah, membuat Arrin menautkan alisnya heran.

"Kenapa, Ar?"

"Rin, sebelumnya aku mau minta maaf," ucap Arka. Matanya tak kuasa untuk bertatapan dengan manik mata orang yang dicintainya selama 3 tahun ini.

"Maaf? Kenapa?" Arrin menautkan alisnya, tak mengerti dengan apa yang Arka katakan.

Arka memberanikan untuk mendongak, melihat manik mata gadisnya meskipun hatinya tak tega tatkala manik mata yang membuatnya jatuh cinta itu mengeluarkan benda bening.

"Hubungan kita harus berhenti sampai disini, Rin."

Deg

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Arrin mendengar pernyataan pahit dari Arka.

Pernyataan yang bahkan tak kuasa untuk ia bayangkan. Seorang cowok yang dicintainya, tanpa petir, tanpa hujan mengatakan kata perpisahan.

"Ma-maksud kamu apa?" Arrin menatap mata Arka, mencari kebenaran dalam matanya.

"Maaf," satu kata yang diucapkan Arka membuat pertahanan Arrin runtuh seketika, matanya mulai berkaca-kaca.

"Please, jangan bercanda Ka,"

"Aku gak bisa Rin,"

"Gak bisa apa, Ka?!" Sentak Arrin. Cewek itu mulai kehabisan kesabaran, karena Arka tak kunjung mengatakan dengan jelas. Pernyataannya terlalu ambigu.

Sungguh, Arka tak bisa melihat gadis yang dicintainya seperti ini. Gadis yang selalu ada dalam suka dan duka kehidupan Arka selama 3 tahun ini.

Arka berlaku kejam jika meninggalkannya tanpa alasan yang kuat. Tapi apalah daya Arka, ia hanyalah seorang anak yang harus mendengarkan perintah orang tua. Bahkan Arka membenci takdir ini.

Takdir yang menurutnya sangat tak adil.

Mengapa takdir tak membiarkan mereka setidaknya untuk bersatu?

Cowok itu menarik Arrin ke dalam pelukannya, menghirup aroma tubuhnya, sebelum ia tak bisa melakukannya lagi.

"Maafin aku Rin,"

"Aku dijodohin, minggu depan aku tunangan."

Arrin memejamkan matanya dalam pelukan Arka, merasakan sakit di ulu hatinya. Kenapa? Lalu hubungan mereka selama 3 tahun ini apa? Dunia memang tak adil, kenapa mereka harus dipertemukan kalau nantinya akan dipisahkan?

Hubungan yang mereka bangun dengan susah payah selama 3 tahun, harus kandas hanya karena kata perpisahan yang diucapkan selama 3 menit. Serapuh itukah cinta mereka?

"Maaf, Rin." Arka mencoba menangkan Arrin. Bahu cewek itu bergetar hebat, tak kuasa menahan luapan kesedihan yang tak pernah ia inginkan.

"Arrin, percayalah, aku cuma cinta sama kamu! Bahkan aku gak sudi lihat wajah calon tunanganku itu."

Arrin mendongak, menatap wajah tegas Arka yang jauh lebih tinggi darinya.

"Kalo kamu cinta sama aku, kenapa gak kamu tolak, Ka?" Lirih arrin, mencari penjelasan pada mata Arka.

"Aku gak bisa, Rin. Ini permintaan Mama, aku gak bisa nolak dan jadi anak yang membangkang"

Arrin mendorong keras tubuh Arka, tersenyum getir kemudian berdecih.

"Kalo gak bisa kenapa kamu kasih aku harapan, huh? Kenapa, Ka?! Kenapa?!" Sentak Arrin sarkas, kini akal sehatnya sudah terkubur oleh emosi.

"Dengerin aku Rin--"

"Cukup, Ka! Cukup!"

"Ternyata perjuangan kamu itu cuma sampai disini? Ternyata kamu itu gak sungguh-sungguh berjuang demi aku. Cuma segitu perjuangan kamu, Ka? Cih!"

"Terus hubungan kita selama 3 tahun ini apa? Kamu anggap apa, huh?!"

"Rin, bukan gitu--"

"Kamu mau kita putus?! Oke! Kita putus!!" Sentak Arrin, gadis itu lalu dengan cepat berlalu meninggalkan Arka yang mematung.

"Kamu bilang aku gak sungguh-sungguh berjuang demi kamu, Rin? Kamu gak tahu, betapa beratnya aku untuk pertahanin hubungan ini. Kamu gak tahu, perjuangan aku buat batalin tunangan gila itu."

🌠🌠🌠

Arrin berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu. Bahkan, kata-kata Arka masih terekam jelas dalam memorinya. Dadanya sesak kala mengingat kebenaran bahwa hubungannya dengan Arka sudah berakhir dengan menyakitkan. Bahkan alam pun ikut bersedih, menunjukkan kesedihannya dengan rintikan hujan yang mulai membasahi bumi.

Arrin tak peduli jika tubuhnya basah karena hujan. Untuk saat ini biarlah begini. Biarlah hujan meredam suara isakannya yang menyakitkan. Biarlah hujan mengaburkan jejak air mata di pipinya. Biarlah ia berbagi kesedihan dengan alam.

Entah datangnya darimana, seulas kenangan bersama Arka terputar begitu saja bagikan film. Ketika ia melihat hujan ini, ia ingat, hujan pernah jadi saksi kenangan manis bersama Arka.

Sesaat kemudian ia meraung, menumpahkan segala emosinya pada hujan, tatkala ia kembali ingat bahwa dia dan Arka sudah berakhir. Sesakit ini kah ditinggalkan oleh orang yang sangat disayanginya?

Namun Arrin tak tahu, ada yang lebih menyakitkan daripada ini. Meninggalkan orang yang kamu sayangi jauh lebih sakit daripada ditinggalkan. Dan orang yang merasakan itu adalah, Arka. Arkana Frenz Devano.

🌠 ^To Be Continue^ 🌠

See You Next Part ;)

2 Februari 2019

Tzia Zhayen

SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang