Natha menutup kotak bekal makanan yang sudah disiapkannya. Sengaja, ia membuatkan bekal untuk Arka, berharap ia dan Arka setidaknya akan sedikit berbaikan.
Natha tersenyum memandang kotak bekal itu. Kali ini ia masak makanan kesukaan Nathan-Abangnya. Karena, ketika akan mulai masak, tiba-tiba saja ia teringat akan abangnya.
Gadis itu tersadar ketika mendengar suara seseorang yang turun dari tangga, sudah dipastikan orang itu adalah Arka.
Arka yang sudah siap akan pergi ke kampus, seperti biasa menyempatkan diri untuk memakan beberapa potong roti agar ia tidak kelaparan. Namun, ia berhenti menyuapkan roti ketika sebuah tangan menyodorkan sebuah kotak bekal.
Natha dengan senyumannya.
Ya, siapa lagi.
Arka memandang lama kotak bekal yang disodorkan Natha, tiba-tiba pikirannya melayang kala mengingat ada kenangan dibalik kotak bekal itu.
Arka turun dari tangga dengan sedikit tergesa-gesa, merasa bersalah ketika ia membuat gadisnya menunggu lama.
"Rin, nunggu lama ya?" Langkah Arka terhenti, kala melihat seorang gadis berseragam SMA yang sama dengannya menyodorkan sebuah kotak bekal.
"Ambil!" Ucap Arrin geram karena Arka tak kunjung mengambilnya.
Arka diam, memandang lama kotak bekal itu.
Tidak.
Bukan kotak bekal yang ia lihat, namun tangan Arrin. Tangan Arrin yang penuh luka irisan.Arrin berdecak, "Gak suka ya? Padahal aku udah capek-capek masak."
Arka mengabaikan ucapan Arrin, ia mengambil kotak bekal itu, kemudian diletakan di atas meja. Hal itu membuat Arrin menekukan wajahnya, merasa tak dihargai ketika ia capek-capek memasak untuk Arka. Sesaat kemudian, Arrin dibuat kaget ketika Arka tiba-tiba menarik tangannya.
Arka membawa Arrin ke sofa, memberi isyarat untuk duduk. Sedangkan gadis itu hanya bisa mengangkat alisnya, heran dengan sikap Arka.
Tak lama, Arka datang dengan kotak P3K di tangannya. Ia meraih tangan Arrin, kemudian dengan telaten mengobati luka irisan di jarinya.
"Kamu kenapa repot-repot nyiapin bekal sih? Biar Bi Mina aja yang masak. Kamu diem aja bisa gak?" Omel Arka sambil membalut jari Arrin dengan perban.
"Bi Mina lagi repot, kasian kan kalo nyuruh dia."
"Ya gak perlu kamu yang masak juga, kita kan bisa beli!"
"Makanan rumah lebih sehat, Ar."
Arka mendengus kesal, "Kamu kalo dinasehati ada aja kata-kata buat ngeles."
Arrin terkekeh mendengar dengusan Arka, "Iya-iya maaf sayang. Janji gak akan ngeles lagi."
"Dan janji jangan masak lagi." Timpal Arka setelah selesai mengobati luka di jari Arrin.
"Ya ampun, Ar. Aku itu cuma keiris sedikit. Nih jariku masih utuh!" Ujar Arrin sambil menunjukan jarinya yang dibalut perban.
"Kali ini masih untung jarinya utuh, lain kali tangan kamu yang gak utuh." Ucap Arka yang langsung membuat Arrin tersentak.
"Jahat kamu doain tanganku putus!"
Arka hanya tertawa melihat wajah cemberut Arrin.
"Kak?" Arka tersentak dari lamunannya, ia langsung menoleh pada Natha yang sedari tadi berdiri di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKY
Teen FictionGadis itu, Natha. Selalu tersenyum setiap ku sakiti. Aneh, itulah pendapatku tentangnya. Namun aku tak tahu, berjuta rahasia yang ia sembunyikan sendiri. Rahasia yang baru ku ketahui saat ini. Natha, dia adalah gadis munafik. Terlalu munafik karena...