[Bagian dua] Sibuk

27 2 0
                                    

"

Keluarga itu segalanya. Yang akan menemani kamu di hari tua. Yang akan selalu bersamamu kapan saja. Kalau sampai kamu kenapa-kenapa, siapa yang akan menolong pertama selain keluarga?

"

"KOK tumben baru pulang, Den?" tanya bi Imah, asisten rumah tangganya. Nathan mengangguk singkat.

"Nathan capek. Mau ke atas dulu," jawab Nathan. Ia melangkahkan kakinya menuju tangga dan menaikinya.

"Nath?" suara berat menghentikan langkah Nathan. Ia menoleh ke sumber suara.

"Kenapa?"

"Kamu nggak salam sama Papa?" Gino menghampiri putra nya yang sudah beranjak dewasa. Ia menepuk pundak Nathan. "Kamu tambah tinggi."

"Papa nggak lihat kan gimana Nathan tumbuh tinggi?" ucap Nathan dengan suara dinginnya. "soalnya yang Papa lihat cuma dokumen kantor."

Lalu kaki itu melangkah menuju kamar dengan pintu putih itu.

"Papa begini untuk membiayai kamu sama Alicia, Nath," Gino mencoba menjelaskan.

"Nathan juga begini karena sikap Papa. Apa bedanya?" tukas Nathan lalu membuka pintu kamarnya.

(* ̄︶ ̄*)

"Nath, Mama beliin kamu jam baru nih," Bella menyodorkan kotak hitam dengan gambar perisai berlambang tanda tambah putih di dalamnya. Nathan mengulurkan tangannya dan mengambil kotak tersebut.

"Makasih," ucapnya singkat. Ia menaruh kotak tersebut di samping piring sarapannya.

"Kamu suka enggak?" tanya Bella penuh harap.

"Suka."

"Kok singkat gitu jawabnya?" tanya Bella khawatir. "nggak suka ya?"

Nathan bangkit dari kursinya. Ia membuka tas ransel miliknya, memasukkan kotak tersebut dengan asal ke dalam tas tersebut, lalu menggendong tas itu. "Nathan kenyang."

Bella berdiri berusaha menahan lengan Nathan, namun cowok itu sudah melengang duluan. Bella menghela napas.

(* ̄︶ ̄*)

"Oi," sapa Okto. "kemaren balik jam berapa?"

"Nggak ngeliat," jawab Nathan. "kemaren gue ketemu cewek aneh. Aneh banget.Sumpah."

"Cantik nggak? Body-nya gimana? Putih nggak?" Okto memborong pertanyaan. Nathan menoyor kepala Okto.

"Dasar mata keranjang lo."

"Mata gue normal. Emang elo. Mau yang polosan juga enggak peduli," bela Okto.

"Dia tiba-tiba nyuruh gue anterin dia. Dengan nada marah-marah. Cewek edan," cerita Nathan.

"Demi apa lo? Gila itu cewek. Gokil!" Okto tertawa. "Sumpah nggak bohong. Itu cewek nggak tahu malu."

"Nggak jelas. Amit-amit gue ketemu dia lagi." Nathan meraba kolong mejanya. Mencari HP beserta earphone-nya.

"Apaan nih?" gumam Nathan. Okto melirik Nathan yang sedang memegang cokelat dengan pita berwarna abu-abu.

Okto menatap benda di tangan Nathan dengan pertanyaan yang sama di kepalanya.

Nathan menautkan kedua alisnya. Ia membaca tulisan dengan font komputer di robekan kertas yang ditempel di sana.

"Kayaknya lo suka cokelat."

The Cold Rich Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang