[Bagian tiga] Brownies cokelat

18 1 0
                                    

"

Mama kenapa nggak mau sama Alicia? Alicia buat Mama marah ya?

"

"Kok Papa gitu? Mama harus diajak dong! Nanti yang bisa Alicia ajak makan cokelat siapa? Papa sama kak Nathan kan nggak suka," rajuk Alicia. Gino menoleh ke putri kecilnya itu. Ayah dari dua anak itu tersenyum tipis.

"Mama mau pergi. Mau beli barang bagus. Alicia pasti dibeliin boneka unicorn. Alicia mau kan?" Gino berjongkok di hadapan Alicia. Ia mengelus pipi Alicia pelan. "kali ini kita bertiga aja, ya? Papa besok berangkat ke Bangkok. Kapan-kapan kita jalan-jalan berempat. Oke?"

"Papa pergi selama 3 bulan lagi? Alicia nanti nggak ada yang bacain dongeng dong?"

"Nanti kak Nathan aja ya, yang bacain. Alicia nggak perlu sedih. Oke?" Nathan merangkul Alicia yang hanya setinggi lengannya. Ia melirik Bella yang masih terdiam di ambang pintu.

"Mama nggak pergi? Nanti ketinggalan sale-nya, loh," ucap Nathan santai namun terdengar menusuk. Bella tergagap. Ia menatap Nathan lalu tersenyum tipis.

"Mama nanti akan beliin kalian barang yang bagus-bagus kok," kata Bella seraya menaikkan tas Guess-nya yang sempat melorot. "mbak Tuti bisa ikut saya? Saya pengin beli banyak soalnya."

Yang dipanggil mengangguk lalu menghampiri majikannya itu. Lalu mereka menutup pintu dari luar. Terdengar suara gerbang rumah dibuka. Bersamaan dengan suara deru mobil yang mulai menjauh.

Keadaan masih hening. Nathan mengacak rambutnya marah. Ia mengeratkan rangkulannya kepada Alicia. Ia tahu anak itu butuh rangkulan.

Alicia berbalik menghadap Nathan sehingga rangkulan itu lepas. Ia meremas lengan Nathan. "Mama kenapa nggak mau sama Alicia? Alicia buat Mama marah ya?"

Gino yang sedari tadi diam memutuskan untuk menjawab pertanyaan gadis kecilnya itu. "Mama nggak marah sama Alicia. Kalau Mama pulang nanti, Mama pasti bawa boneka unicorn kesukaan Alicia. Alicia suka kan?"

Alicia bergeming. Bibirnya bergetar. Kedua tangannya meremas ujung dress putih selutut yang ia pakai. Pelupuk matanya mulai dipenuhi oleh cairan bening. "Alicia udah punya banyak boneka unicorn. Alicia nggak butuh lagi!"

Anak itu terisak. Nathan menarik Alicia ke dalam dekapannya. Ia berjongkok lalu membiarkan Alicia menangis di dadanya. Gadis itu masih terisak. Tangan Nathan terulur untuk mengusap puncak kepala Alicia.

"Alicia cuma butuh Mama. Alicia mau Mama bacain dongeng buat Alicia sebelum tidur. Alicia mau Mama yang nganterin Alicia ke sekolah, kayak teman-teman Alicia. Alicia iri lihat teman-teman Alicia, Kak," kalimat yang keluar dari bibir mungil itu terasa begitu menusuk bagi Gino. Ia merasa iba terhadap putrinya. Gino yakin posisi mama di hati Alicia terasa kosong.

"Yaudah, besok kak Nathan anterin Alicia sekolah, ya?" tawar Nathan. Ia mengelus lembut air mata yang jatuh di pipi adiknya itu.

Alicia tersenyum lalu memeluk kakaknya itu lagi. "Alicia sayaaaang banget sama kak Nathan. Kak Nathan jangan pernah tinggalin Alicia. Janji?"

Alicia mengulurkan jari kelingkingnya. Nathan balas mengulurkan jari kelingkingnya juga. Lalu mengaitkan kedua jari mereka. "janji!"

"Ya sudah. Alicia jangan nangis lagi ya, Nak?" Gino mengecup dahi Alicia. "Papa juga selalu ada buat Alicia. Walaupun Papa banyak tugas dan jarang ada di rumah, Papa selalu ngawasin Alicia. Walaupun Alicia nggak tahu," ujar Gino. Ia mendekap erat putrinya. Alicia membalasnya.

"Makasih kak Nathan, Papa. Alicia sayaaaaang banget sama kalian."

(* ̄︶ ̄*)

The Cold Rich Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang