Delapan

748 37 14
                                    

Di sebuah koridor kastil yang sunyi terdengar langkah kaki pelan berjalan menelusuri. Seorang pria dengan seorang diri berjalan melewati pilar-pilar tinggi kastil sepanjang koridor, langkahnya terhenti pada balkon yang memagari tempat di hadapannya. Pandangannya kini tertuju pada sekumpulan bunga mawar merah yang tumbuh rapih di sana, bukankah itu mawar yang dirawat oleh Seira dulu? Tak disangka ia akan tumbuh dengan baik dan rupanya yang cantik. Namun yang kini di pikirannya bukanlah bunga mawar, melainkan perjodohan Lord terdahulu yang mengisi pikirannya. Lantas apa keputusan yang harus ia ambil? Ia benar-benar tidak siap untuk ini. Semilir angin pun menerpa surai kehitaman miliknya, seakan memberi obat penenang walau hanya sementara.

"Tuan..."

Suara itu membuyarkan lamunannya, dengan segera ia menoleh ke asal suara. Dilihatnya seorang gadis bersurai blonde yang tengah tertunduk di hadapannya.

"Kau---Edian? Ada apa?"

"Maaf kedatanganku kemari mengganggumu, Tuan." Jawabnya yang masih tertunduk dan Raizel kembali mengalihkan pandangannya ke depan.

"Apa ada yang mencariku?"

"Iya."

"Siapa? Frankenstein?"

"Bukan, Tuan."

"Lalu?"

"Aku yang mencarimu."

Raizel melirik lalu menghadapkan tubuhnya ke hadapan Edian. Gadis itu senantiasa tertunduk saat berhadapan dengannya, dengan orang terhormat seperti Cadis Etrama Di Raizel.

"Tolong naikkan sedikit kepalamu."

Sesuai perintah, Edian langsung menegakan kepalanya. Matanya langsung menangkap sosok Raizel yang jelas berdiri menatapnya. Dengan kepala Edian yang tertunduk Raizelpun tidak bisa melihatnya dengan jelas.

"Ada apa kau mencariku?"

"Tak penting, aku hanya ingin kau menjaga kesehatanmu sampai hari pernikahanmu tiba."

Hening, lagi-lagi itu. Raizel mungkin sudah cukup bosan mendengarnya, bagaimana caranya ia bisa melupakan hal itu sejenak?

"Terima kasih."

"Istirahatlah Tuan. Sudah malam." Ucap Edian beranjak pamit dari hadapannya, ia tak tahu kenapa ia ingin segera pergi dari hadapan Raizel.

"Tunggu Edian." Entah apa yang membuat Raizel menghentikan langkah Edian. Ia hanya ingin ada seseorang yang bisa mengerti keadaannya saat ini.

"Iya, Tuan?"

"Aku hanya ingin minta pendapatmu."

***

Tao tampak asyik bermain playstation kesayangannya ditemani oleh dua orang sahabatnya itu, siapa lagi kalau bukan Takio dan M-21.

"Hei, kalian sadar tidak sih? Wanita yang dibawa Robby itu adalah wanita yang kita temui beberapa hari lalu." Tao memecah keheningan diantara mereka sambil sibuk dengan stik game-nya.

"Oh ya?"

"Iya, apa mungkin dia adalah salah satu bangsawan yang berkhia--"

PRAANGGG!!!

Belum selesai Tao dengan ucapannya terdengar suara benda jatuh terdengar sangat keras dari arah dapur.

"Astaga... apa lagi yang dilakukan anak itu." Ucapnya.

"Coba kau cek, Tao." Setelah ucapan M-21, Tao langsung bergegas pergi ke dapur melihat kejadian apa yang terjadi.

"OH YA TUHAN! Robbynstein! Lihat apa yang kau lakukan?!" Tao berhisteris saat tahu Robby memecahkan beberapa piring.

"Aku tidak sengaja menjatuhkannya, Paman." Ucapnya enteng.

"Sedang apa sih kau?! Haduh! Habislah aku kena marah bosku ini." Ucap Tao sambil memukul dahinya. Tak lama kemudian datang Takio dan M-21 yang sama halnya mendengar ada keributan di dapur.

"Ada apa? Kalian berantem?" Tanya M.

"Hei, lihatlah apa yang sudah di lakukan anak bosmu ini. Aku sudah tidak sanggup lagi, sungguh." Sahut Tao kini sesenggukan di bahu Takio.

"Dia anak bosmu juga, bodoh."

"Aku hanya ingin membuat sarapan untuk temanku kok." Robby yang tertunduk mengetahui bahwa dirinya salah sudah membuat kekacauan.

"Kau kan tidak perlu melakukannya sendirian, lagipula ada M yang akan siap membantumu masak." Ucap Takio.

"Aku tidak ingin merepotkan kalian."

"Ayahmu menitipkanmu pada kami jadi kami harus menjagamu agar tidak melakukan hal-hal aneh."

"Tidak melakukan hal aneh bagaimana M? Jelas-jelas dia sudah melakukan hal aneh! Memecahkan piring bahkan membawa perempuan tidak jelas ke ru--Adaww!!" Tao meringis seketika saat Takio menyikut tulang rusuknya, memberi kode supaya Tao berhenti berbicara.

"Sudah-sudah! Biar aku yang akan buat makanannya, kau buatkan dulu dia teh hangat atau cokelat panas. Lalu kalian bereskan pecahan piringnya." Ucap M pada Robby, Tao, dan Takio.

***

Frankenstein tampak cemas mencari sosok Raizel sampai ke sudut ruangan, ia sangat mengerti bagaimana keadaan dan kondisi Tuannya saat ini. Pikirannya sungguh berat tentang persoalan ini.

"Frankenstein."

Suara itu seketika membuatnya menoleh, didapati sang Noblesse itu ada di belakangnya yang entah sejak kapan.

"Tuan dari mana? Aku mencarimu."

"Frankenstein," perkataannya seolah tercekat di tenggorokan, sehingga Raizel sedikit sulit mengutarakannya, "Bagaimana kalau kita batalkan saja perjodohan itu?" lanjutnya.

Frankenstein cukup tersentak mendengar apa yang baru saja diucapkan Tuannya itu. Seperti tak percaya atau mungkin pendegarannya yang sedang bermasalah saat ini.

"A-apa?" ucapnya terpaku.

***TO BE CONTINUED***

Halloo! Ada yang kangen cerita ini? Maaf setelah sekian lamaa banget baru di up lagi ahaha.
Aku harap ini bisa mengobati rasa rindu kalian😆💚

Next???

Author.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Noblesse (Next Generations) - DiscontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang