CHAPTER 3

151 2 0
                                    

Sesampai dikantor Arin masuk.

Setelah selesai ia langsung pergi untuk pulang.

Digerbang Kahfi menunggu Arin. Tapi Arin pura-pura tidak tau dan jalan seakan-akan mengabaikan.

Kahfi turun dari sepeda motor CBR berwarna merah maroon.
Dengan sigapnya Kahfi menghentikan langkah Arin dan menarik tangannya supaya mendekat motornya.

"Aduhh, kak. tangan aku sakit" keluh Arin pada Kahfi.

"Kalau gak gini, lo bakal lari"

"Emangnya apa masalah nya sama kak Kahfi kalau aku gak mau?" tanya Arin dengan wajah melas dan cemberut.

Kahfi senyum menatap wajah Arin yang sok-sokan merajuk.

Gak biasa nya kak Kahfi ini senyum semanis ini.
Batin Arin.

"Ternyata lo cantik kalau lagi cemberut" sindir Kahfi dengan senyuman lagi.

"Kata siapa?"

"Kata monyet"
"Ya kata orang-orang lah"

"Bilang aja kata kakak" ucap Arin penuh dengan percaya diri.

Kahfi tertawa.

"Terlalu percaya diri juga gak bagus" sindir Kahfi dengan senyum sinis .

"Kayak kak Kahfi gak terlalu percaya diri aja" balas Arin.

"Yaudah. Mending lo naik" ajak Kahfi yang memberikan helm kepada Arin.

"Gak mau" tolak Arin dengan wajah cemberut.

Kahfi memakaikan helm ke kepala Arin.

Dan tanpa sadar ada yang mempotret mereka dari jauh.

"Kak Kahfi pemakasaan"

"Naik"

"Males" tolak Arin.

"Mesti gue lagi yang naikin lo"

Akhirnya Arin naik dengan terpaksa.

Baru ini Kahfi membonceng seorang cewek dari Labsky.

Anak-anak alay yang ada disitu pun memoto mereka dan mengabadikan momen.

Diperjalanan Kahfi tidak menanyakan dimana rumah Arin. Tapi Arin sendiri yang memberi tau.

"Rumah aku dipondok indah blok A nomor 208"

"Siapa yang nanya?"

"Cuma ngasih tau"

Kahfi memberhentikan sepeda motor nya disebuah kafe.

"Turun."

Arin hanya diam.

Kahfi membuka helmnya, dan turun dari sepeda motornya.

Sedangkan Arin masih duduk.

"Lo disini aja?"

Arin diam.

"Yauda gue masuk."

"Ehh bentar." arin pun turun dan membuka helmnya.

"Cepetan"

Saat Arin ingin cepat-cepat mengejar Kahfi ternyata Arin tersandung dan Kahfi dengan sigapnya menolong Arin.

Tangan Arin dipegang Kahfi, Wajah Arin dan wajah Kahfi saling tatap dan berdekatan.

Jantung Arin terasa mau terhenti.
Helaan napas Kahfi terasa diwajahnya.

Sesaat Kahfi tersadar dan membantu Arin berdiri lalu pergi meninggalkan Arin masuk. Arin hanya terpelongoh.

Kenapa hati Arin tiba-tiba terasa dag-dig-dug saat menatap Kahfi. Padahal dirinya biasa saja terhadap Kahfi.

Cinta Yang Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang