CHAPTER 6

134 3 0
                                    

"Gue seneng bisa kenal lo, Rin" kata Kahfi.

"Jangan pernah buat masalah lagi. Walaupun Kak Kahfi buat masalah itu pasti ada alasannya tapi buat alasan Kak Kahfi ga buat masalah karna orang tua Kak Kahfi. So, langit juga tak selalu hitam."
"Kakak pasti berubah, karna air hujan yang jernih pun berasal dari awan yang hitam" ujar Arin.

Kadang kadang Arin bisa menjadi quotes, kadang bisa jadi seorang temen, Arin juga bisa jadi apa pun.
Banyak yang ngebutuhin dia.

Bagi Arin keluarga dirumah adalah nomor 2. Karna bahagianya Arin selalu disekolah, sekolah lah keluarga Arin yang pertama.

"Gue suka lo. Lo bisa jadi apa yang gue butuhin" kata Kahfi sambil mengacak rambut Arin.

"Ihh.. Uda bolak balik Kakak rusuhin rambut Arin ihhh.. Jadi berantakan" kata Arin cemberut.

"Yauda gue rapiin nih" kata Kahfi yang sedang membantu merapikan rambutnya Arin.

Mereka bertatapan saat Kahfi menyelipkan rambut Arin dibelakang telinga Arin.

Mereka bertatapan lumayan lama kira kira 15detik. Sampai akhirnya Arin dan Kahfi memalingkan wajahnya.

"Gue ambil tas lo ya. Uda mau bel" kata Kahfi.

Arin hanya mengangguk.

Kahfi pergi kekelas Arin untuk mengambil tasnya.

Guru dikelasnya tidak ada. Kelas Arin sangat ribut, Kahfi masuk.

Waktu Kahfi masuk semua temen temen kelas Arin terdiam tidak ada satu suara pun.

"Mana tas Arin?" tanya Kahfi pada temen sekelasnya.

"Ini, Kak. Tas nya Arin" kata Septia yang menghantarkan tasnya kedepan.

"Lo temen Arin kan?"

"Iya Kak"

"Ntar lo bilang sama Jia ambil tas gue, kalau sekretaris gue bilang gue mana, gue sakit, tas nya Jia aja yang bawa. Nanti gue ambil kerumah nya" kata Kahfi sambil berbisik.

"Oke, Kak"

"Siapa guru kalian? Kok berisik?"

Semuanya diam tidak ada yang menjawab.

"Jangan berisik ya, kelas sebelah juga belajar. Oke"

Kata Kahfi sambil pergi meninggalkan kelas Arin.

Kahfi kembali lagi keUKS.

Kepala Arin pusing tiba tiba.

"Aduhh" keluh Arin sambil memegang kepala.

Kahfi datang.

"Kenapa?" kata Kahfi khawatir.

Arin tersenyum.

"Gak papa kok" alibi Arin sambil menghapus air mata yang jatuh.

"Bener gak papa?"

Ntah kenapa gue gak bisa bohong sama Kahfi.
Batin Arin.

"Kepala gue sakit" kata Arin sambil memegan kepalanya.

"Gue bener kan. Senyum cewek itu topeng"
"Gue gak mau lo itu bohong" kata Kahfi sambil mencari minyak angin.

Arin hanya diam.

"Sini mana yang sakit biar gue urut" kata Kahfi memberi minyak angin dikening Arin.

Saat Kahfi memegang kening Arin.

"Badan lo panas?" kata Kahfi .
"Kita pulang ya?"

"Belum pulang, Kak"

"Uda gampang. Lo tunggu sini dulu ya, gue mau nelpon"

Kahfi menelpon Papanya yang menjabat disekolah sebagai Kepala Sekolah plus Kepala Yayasan diLabsky. tapi dirinya tidak pernah mempublikasikan hal itu pada siapa pun bahkan temen temennya sekali pun tidak tau kecuali Jia. Karna Jia adalah temen kecil plus sepupu. Hal itu pun tidak banyak orang yang mengetahuinya.

"Assalamualaikum, Pa?"

"Wa'alaikumsalam. Ada apa Fi? Gak biasanya nelpon?" tanya Papa nya heran.

"Pa, Kahfi mau permisi pulang. Temen Kahfi badannya panas. Kasihan Pa" kata Kahfi.

"Kamu gak bohong kan?"

"Pa, Apa pernah Kahfi bohong sama Papa?"

"Yauda bagus. Papa ikut seneng karna kamu uda mulai peduli sama sekitar"

"Makasih, Pa. Assalamualaikum"

Kahfi menutup telponnya dan kembali lagi ketempat Arin.

"Telpon siapa?"

"Kita pulang. Gak usah takut"

Kahfi menuntun Arin keparkiran.

Terpakir rapi mobil merah dove bermerk honda jazz.

Kahfi membuka pintu mobil sebelah kiri untuk Arin duduk.
Kahfi memasang seatbelt untuk Arin, selesai itu Kahfi tutup pintunya dan membuka pintu belakang untuk meletakkan tas nya Arin.

Cinta Yang Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang