00. Tragedi

86 42 6
                                    

Votemment!

***

*jimin pov

12.30pm

Akhirnya, jam makan siangpun tiba. Dari tadi cacing di perut indahku ini berbunyi meminta asupan. Karna dirumah tadi, aku belum sempat sarapan.

Tadinya aku diajak oleh Yoongi untuk makan bersama, namun kutolak, karna ia mengajak rekan dari tim lain untuk makan bersama. Dan akhirnya, hari ini aku makan tanpa ditemani siapa siapa.

Sekarang aku berada di restouran dekat kantorku.

Seperti biasa aku menduduki bangku kosong yang tersedia disana.

Aku mulai memanggil pelayannya untuk memesan makanan. Ku lambaikan tanganku kesalah satu pegawai disana.

Pegawainya adalah pria, dengan memakai masker dan topi berwarna biru muda. Aku menghiraukan apa yang dipakai atau siapapun dia. Yang terpenting, perutku harus terisi dengan kenyang.

Dia memberikanku daftar menu, namun ku tolak dengan sopan. "Tidak perlu, aku hanya memesan semangkuk mie ramyun saja" Ku pancarkan senyum manis ku padanya.

Dia mengangguk dan langsung membungkuk padaku, lalu memutar badannya.

"A-ah satu lagi.."

Sontak ia langsung membalikan badannya ke meja ku.

"Maepjji anke hae juseyo."
(Jangan terlalu pedas ya)

Aku tak terlalu suka dengan makanan yang pedas. Aku tak tahan dengan itu. Asal makan makanan yang pedas, keringatku akan bercucur disekujur tubuhku. Dan tiba sampai dirumah, perutku akan dilanda Tsunami dan Gempa.

Ia hanya mengangguk lalu tanpa berkutik lalu pergi meninggalkanku. Namun, tiba tiba rasa datang curiga dibenakku.

Dari postur badan, aku seperti mengenalinya -jm

Aku menggigit bibirku dan mengerutkan dahiku, lalu mencoba untuk berpikir lebih keras lagi.

Mata yang tidak ditutupi olehnya, mengingatkanku pada seseorang. Lalu, cara ia berjalan, dan tubuhnya menyerupai orang yang ku kenal. Ditambah gaya rambutnya dengan warna hitam pekat yang makin membuatku meyakinkan kalau dia adalah seseorang yang ku kenali.

Aku menggeleng geleng kepalaku, dan mencoba menyerah."Ah, aku tidak bisa berpikir bila keadaan perut yang tak mengenakkan, lupakan saja" Gumamku.

Dan aku menyerah untuk mencurigainya. Siapapun dia, kenal atau tidak kenal, setidaknya dia akan memberiku makanan.

...

Taklama pesanan yang kutunggu akhirnya datang. Namun, yang memberikanku bukanlah orang yang sama. Sekarang, pelayannya merupakan pelayan wanita, tapi tetap memakai masker.

Mengapa pelayan yang dari tadi melayaniku selalu mengenakan masker dan pakaian tertutup?

Tapi sudahlah, setidaknya aku makan terlebih dahulu. Kasihan cacingku sedari tadi meronta ronta kelaparan.

"Ah, Gamsahamnida." Lontarku dan langsung ligat mengambil sumpit hitam dan sendok. (Terimakasih)

Tanpa memperdulikan pelayannya, langsung kulahap makanan itu hingga habis tak bersisa.

...

Setibanya dikantor, aku langsung menduduki bokongku di kursi kesayanganku di ruangan pribadiku.

Tak tahu mengapa, cuman berjalan sedikit saja, dapat kurasakan pegal di kakiku. Aku masih muda, tetapi umur tulangku serasa umur 80an tahun.

"Ahh.. baru jalan sedikit saja rasanya kakiku mau copot."
Aku merilekskan otot punggungku dan kakiku sambil duduk di kursi empuk itu.

Dan tiba tiba

.

.

.
Brugh...

Aku terjatuh dari kursiku, Seketika kepalaku mendenyut bukan main. Rasanya yang terlihat dimataku kini berputar layaknya didalam mesin cuci.

Sakit sekali.. semua badanku tiba tiba terasa sangat sakit. Tak sanggup untuk berdiri, karna tulang tulangku seperti mati rasa.

"T-to...t-tolong" Ucapku semampunya.

Aku tak tahu akan berbuat apa. Aku berharap akan ada yang datang kepadaku. Namun, ekspetasi berbeda dengan realita. Tak ada seorang pun yang menemuiku diruangan ini.

Tak ada pilihan lain, dengan sekuat tenaga, aku memegang kursi tempat aku duduk dengan tanganku, namun akhirnya aku tak sanggup, dan tiba tiba pandanganku menghitam, seketika semuanya berhenti.

...

Bersambung...

Singularity;hide on maskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang